Penampilan Arema FC di Go-Jek Traveloka Liga 1 sejauh ini memang bisa dibilang mengkhawatirkan. Kesebelasan yang memiliki tren untuk berada di posisi tiga besar hingga pekan ke-16 ini terperosok hingga ke posisi ke tujuh di klasemen sementara. Permainan Kurnia Meiga dan kawan-kawan tidak seperti yang mereka tunjukan di kompetisi-kompetisi sebelumnya.
Berbekal hasil luar biasa di Piala Presiden 2017, di mana Arema berhasil menjadi kampiun, skuat Singo Edan menatap musim kompetisi kali ini dengan optimis. Laga-laga awal pun berhasil dijalani dengan baik dengan Arema berhasil bercokol di papan atas dalam pekan-pekan awal. Namun, segala sesuatunya berubah sejak pekan keenam. Hasil imbang ketika berhadapan dengan Madura United seakan menjadi awal dari mimpi buruk.
Hanya satu pekan berselang, Arema dihantam Persela Lamongan dengan skor telak 4-0. Sesuatu yang amat jarang terjadi karena Arema memang punya sejarah superior terhadap tetangganya sesama tim asal Jawa Timur tersebut. Kurnia Meiga kemudian ditahan imbang tim peringkat bawah, Perseru Serui, di kandang mereka sendiri. Mereka juga mesti susah payah menaklukan Sriwijaya FC pada pekan ke-13. Dua pekan setelahnya, Arema dikalahkan Persipura Jayapura di tempat yang sama dengan skor 0-2. Sesuatu yang tidak biasa. Arema termasuk tim yang sulit ditaklukan ketika bermain di kandang.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Mereka sudah tak sama lagi
Berbicara soal Arema memang selalu pelik. Bahkan terkadang bisa saja menimbulkan kesalahpahaman tentang sejarah dan juga soal sengketa. Anggaplah tim yang sedang berlaga di kompetisi Liga 1 kali ini adalah tim yang sama ketika mereka berhasil menjadi runner-up kompetisi nasional pada tahun 2013. Dan tim yang sama yang berhasil menjadi semifinalis pada edisi tahun 2014.
Bakat-bakat asal Jawa Timur masih menjadi andalan. Ditambah kehadiran sang penyerang legendaris, Cristian Gonzales, yang hingga saat ini masih tetap menjadi tumpuan. Yang berbeda adalah tidak adanya Juan Revi, Purwaka Yudhi dan Gede Sukadana dalam skuat utama Arema yang berlaga di kompetisi kali ini. Selebihnya, kurang lebih kerangka timnya hampir serua.
Usia senja menjadi permasalahan utama. Banyak alumnus tim Arema 2013 dan 2014 ini sudah mulai berusia 30 tahun ke atas. Beny Wahyudi bukan fullback yang sama dengan era tersebut. Ia sudah sering kelihatan habis bensin ketika mengejar penyerang lawan. Arif ‘Keceng’ Suyono dan Ahmad Bustomi pun sudah tidak seenergik dirinya tiga atau empat tahun lalu.
Sementara “Papa El Loco” pun sepertinya hanya tinggal sisa-sisa tenaganya saja di usianya yang sudah mencapai kepala empat ini. Ia masih berbahaya, tetapi tidak segarang dirinya yang dulu. Lalu dua pemain lain yang masih berusia di bawah 30, Dendi Santoso dan Hendro Siswanto, keduanya bukan pemain yang sama dengan edisi tersebut karena serangkaian cedera yang mereka dapatkan.
Arema mesti segera melakukan regenerasi andai mereka ingin kembali ke papan atas klasemen. Sejauh ini hanya Dedik Setiawan, bakat lokal Arema dan Jawa Timur yang bisa stabil permainannya. Sementara M. Nasir yang sempat meledak di Torabika Soccer Championship (TSC) tahun 2016 lalu perlahan mulai tenggelam.
Bukannya tidak menghargai jasa-jasa pemain yang sudah memberikan kontribusi besar untuk klub, tetapi terkadang kita mesti maju dan melakukan perubahan untuk bisa terus bergerak ke arah yang lebih baik.
Move on dong, Arema!
Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia