Nasional Bola

Kepulangan Herman Dzumafo ke Pekanbaru

Teringat akan banyaknya pesepak bola asal Kamerun yang merantau ke Indonesia dan merumput di kompetisi sepak bola nasional, beberapa waktu yang lalu saya sempat menyusun sebuah tim yang berisi sebelas pesepak bola terbaik dari Kamerun yang punya karier mengilap di tanah air.

Dari sebelas nama yang masuk ke dalam tim tersebut, terselip tiga sosok yang pernah mencicipi ajang sepak bola antarnegara paling megah seantero bumi bernama Piala Dunia, yakni Emmanuel Maboang Kessack, Roger Milla dan Pierre Njanka. Meski begitu, sosok-sosok lain seperti Mbeng Jean Mambolou, Olinga Atangana, Patrick Nzekou dan Herman Dzumafo Epandi jelas tak boleh dikesampingkan begitu saja.

Khusus nama terakhir, ada sebuah kabar terkait Dzumafo yang menurut saya cukup menarik sekaligus mengejutkan. Baru-baru ini, akun media sosial resmi PSPS Riau mengunggah beberapa gambar Dzumafo dengan tajuk homecoming. Gambar tersebut menampakkan Dzumafo yang tengah berpose dengan jersey PSPS serta menandatangani kontrak.

Usut punya usut, pemain berusia 37 tahun ini memang telah resmi bergabung dengan kesebelasan yang meroketkan namanya di telinga pencinta sepak bola nasional itu. Kok bisa? Bukankah regulasi yang disepakati oleh asosiasi sepak bola Indonesia (PSSI) dan PT. Liga Indonesia Baru (LIB) sebagai operator kompetisi, melarang klub-klub peserta Liga 2 menggunakan jasa pemain asing?

Tunggu dulu, jangan buru-buru marah dan menyebut bahwa PSPS melakukan kecurangan dengan mencomot pria kelahiran Douala itu. Klub berjuluk Askar Bertuah tersebut berani mengontrak Dzumafo lantaran pemain yang bersangkutan sudah resmi menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) sehingga tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku. Status WNI ini sendiri didapat Dzumafo setelah melewati serangkaian proses panjang dan memakan waktu.

Pada tahun 1999, Dzumafo belia menjalani debut sebagai pesepak bola profesional bersama Caïman Douala. Sedari itu, karier Dzumafo memang terbilang nomaden karena cukup sering bergonta-ganti klub. Usai petualangannya bersama Caïman Douala berakhir, Dzumafo pernah mencicipi kostum Cintra Yaounde, Sable dan Coton Sport de Garoua. Menariknya, tak ada satu pun dari tim-tim asal Kamerun itu yang dibela Dzumafo lebih dari dua musim.

Setelah itu, Dzumafo memperoleh tawaran bermain di Liga Indonesia dan klub yang menjadi pelabuhan pertamanya di tanah air adalah PSPS. Kepindahan Dzumafo ke Indonesia nyatanya justru berbuah manis.

Bareng tim Askar Bertuah, Dzumafo berhasil mengukuhkan statusnya sebagai salah satu penyerang asing yang tajam. Dengan postur tegap, kemampuan olah bola prima dan naluri mencetak gol tinggi, Dzumafo bak seekor monster yang mengerikan bagi barisan pertahanan lawan.

Kemampuan mencetak golnya yang di atas rata-rata bahkan sempat membuahkan predikat top skor di kompetisi Divisi Utama musim 2008/2009. Saat itu, Dzumafo sukses menceploskan 17 gol bagi PSPS sekaligus mengantar tim yang dibelanya promosi ke Liga Super Indonesia 2009/2010.

Aksi-aksi ciamiknya kala berseragam PSPS membuat sejumlah klub tertarik dan menggodanya untuk hengkang. Seperti di Kamerun dahulu, karier Dzumafo setelah pergi dari Stadion Rumbai, kandang PSPS, justru kembali nomaden.

Secara berturut-turut Dzumafo mengenakan baju perang milik Arema Indonesia, Persib Bandung, Sriwijaya FC, Mitra Kutai Kartanegara, Persegres Gresik United dan Persela Lamongan. Sialnya, penampilan penyerang yang satu ini bersama enam klub berbeda itu tak pernah begitu cemerlang seperti saat bermain untuk PSPS.

Usai cukup lama menepi dari panggung sepak bola nasional akibat tidak memiliki klub, Dzumafo akhirnya bisa kembali menikmati permainan sepak bola dan memeras keringat saban pekan di atas lapangan hijau. Dan seperti yang telah saya paparkan di bagian awal artikel, PSPS menjadi klub ‘barunya’.

Dari sejumlah kabar yang beredar, selama tidak memiliki klub di putaran pertama kompetisi sepak bola nasional dan belum mengantongi status WNI, Dzumafo menjaga kebugarannya dengan ikut berlatih bareng skuat PSPS sejak beberapa bulan silam.

Perekrutan Dzumafo sendiri merupakan salah satu permintaan pelatih PSPS saat ini, Philep Hansen Maramis. Penyerang bertubuh kekar itu dianggap sang pelatih bisa membuat lini serang tim Askar Bertuah menjadi lebih tajam. Sejauh ini, di kompetisi Liga 2 Grup 1, PSPS memang masih bertengger di posisi dua klasemen sementara dan punya peluang besar untuk melaju ke fase selanjutnya demi memperebutkan tiket promosi ke Liga 1.

Akan tetapi, produktivitas tim Askar Bertuah sejauh ini tergolong sangat rendah dan bisa membahayakan peluang tersebut. Dari tujuh laga yang sudah dimainkan Ananias Fingkreuw dan kolega, mereka baru bisa mencetak 8 gol. Ini berarti rasio gol yang bisa dibukukan PSPS di setiap laga hanyalah 1 gol.

Sebagai perbandingan, PSMS Medan yang berada satu grup dengan anak asuh Philep Hansen Maramis sudah menciptakan 13 gol sejauh ini. Itupun dengan catatan jumlah pertandingan yang dilakoni tim Ayam Kinantan baru enam kali.

Kepulangan Dzumafo ke Pekanbaru tentu disambut antusias oleh pendukung setia PSPS. Mereka pun yakin apabila sosok legendaris yang satu ini dapat membantu perjuangan tim Askar Bertuah di kompetisi Liga 2 musim ini agar cita-cita naik kasta ke Liga 1 per musim depan terwujud.

Selamat berjuang, Super Dzuma!

Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional