Suporter Arsenal boleh saja menertawakan tawaran Sampdoria seharga enam juta paun untuk Jack Wilshere, gelandang binaan mereka yang baru saja pulang kampung setelah dipinjamkan ke Bournemouth musim lalu.
Sampdoria offering Arsenal £6m for Jack Wilshere – plus about £1.5m in add-ons
— Kaveh Solhekol (@SkyKaveh) July 17, 2017
Mudah sebenarnya melihat mengapa Arsenal dapat dengan cepat mementahkan tawaran tim Serie A ini. Di satu sisi, ia pemain termuda yang menjalani debut profesional untuk tim London Utara ini sepanjang sejarah klub. Gelandang dengan visi permainan kreatif dan insting mematikan di puncak performanya, dengan total 34 caps untuk tim nasional Inggris.
Melegonya ke tim asal Genoa ini seharga total tujuh setengah juta paun? Bila Anda bukan seorang pendukung mazhab trickle-down economics yang mengagung-agungkan austerity, pastilah Anda sinting karena baru kalah judi.
Namun bila melongok sisi lain, Wilshere adalah seorang pemain overrated yang digadang-gadang untuk hal-hal yang terlalu besar oleh pers dan dirinya sendiri. Ia tak pernah berhasil memacakkan dirinya sebagai gelandang kelas dunia setaraf Andres Iniesta atau Andre Pirlo.
Posisinya semakin tergusur oleh talenta-talenta muda lain, baik di Arsenal atau tim nasional Inggris. Fakta bahwa ia tak sekalipun bermain di tim utama Arsenal musim lalu tak banyak membantunya.
Jika Anda berusia dua puluh lima tahun dan menemukan diri Anda bermain bersama Bournemouth, mungkin Anda sebaiknya menerima tawaran Sampdoria itu atau angkat kaki bermain bisbol, macam yang dilakukan mantan bintang college football, Tim Tebow.
Ini seharusnya membuat kita berpikir: bila pemain mentah berusia bawah dua puluh tahun kini dihargai lebih dari pemain termahal dunia sepuluh tahun lalu, berapa harga yang harus dibanderol untuk bintang-bintang terlampau matang atau mantan (calon) pemain bintang yang gagal bersinar macam Wilshere?
Ambil contoh lain: Javier “Chicharito” Hernandez. Penyerang Meksiko ini tampak akan menjadi the next big thing kala berseragam Manchester United, namun sinarnya langsung terpendam ketika dipinjamkan ke Real Madrid. Ia terpaksa hijrah ke Bayer Leverkusen dan mengalami musim kedua yang sulit, terancam tergusur oleh talenta-talenta muda lain meski ia salah satu penyerang paling klinis sepanjang sejarah Liga Primer dan pencetak gol terbanyak tim nasional Meksiko.
Seperti Wilshere, Hernandez dapat dibilang sudah melewati masanya. Usianya malah 29 tahun, empat tahun lebih tua daripada Wilshere. Empat-lima musim masih dapat dijalaninya di liga Eropa sebelum mungkin gantung sepatu atau hijrah ke klub berkocek tebal di Amerika Serikat, Rusia atau Timur Tengah. Pun seperti Wilshere, ia mendapat banyak tawaran dari tim-tim Eropa lain yang ingin memanfaatkan jasanya selagi tersisa. West Ham United, salah satunya.
Berapakah harga yang pantas untuk seorang Wilshere atau Chicharito? Bila Wilshere dilego ketika pada puncak performanya, katakanlah tiga atau empat tahun lalu, mungkin dia yang akan memecahkan rekor transfer dunia, bukan remaja mentah macam Kylie Mbappe atau Anthony Martial. Bila Chicharito angkat kaki dari United tepat setelah Sir Alex Ferguson pergi, mungkin kini ia adalah penyerang utama sebuah tim menengah ke atas macam Everton atau Ajax Amsterdam.
Bursa transfer sepak bola internasional akhir-akhir ini semakin menunjukkan betapa kejamnya perputaran uang membasuh habis karier seorang pemain. Harga-harga transfer sensasional melampaui digit-digit yang pernah dianggap wajar dan normal masih akan terus berkembang, dengan tren membeli remaja-remaja dengan talenta ajaib dan membayarnya dengan kontrak besar kini makin populer.
Paul Pogba, pemuda penuh sensasi dan gemar menari, dibeli dengan harga 105 juta euro tahun lalu. Sepuluh tahun sebelumnya, pada 2006, Chelsea membayar 43 juta euro pada Milan untuk Andriy Shevchenko, kapten tim nasional Ukraina dengan pengalaman dua belas tahun sepak bola profesional dan itu adalah transfer termahal tahun itu.
Umur semakin nisbi dan pengalaman semakin tak berharga di mata para pelatih, pencari bakat dan manajer bisnis yang bekerja di bawah tekanan untuk menggali lebih dalam nilai komersial dari seorang remaja mentah 19 tahun. Dan mereka yang terlampau matang atau telah melewati masa kadaluarsa itu bakal makin semakin tergusur, sampai pada suatu hari nanti hidup tak lagi memberi kesempatan dan mulai menghitung-hitung peluang, makin lama makin sempit.
Barangkali Wilshere memang harus menerima saja tawaran Sampdoria itu. Hitung-hitung liburan gratis semusim di Itali, toh, dia bakal cedera juga, bukan?
Author: Ramzy Muliawan (@ramzymuliawan)
Penulis dan pembaca. Penikmat kopi hitam, punk rock dan Luca Toni.