Apa yang paling kita ingat dari Wesley Sneijder? Kegeniusannya yang memimpin Internazionale Milano meraih treble pada tahun 2010? Atau menginspirasi kesuksesan tim nasional Belanda melaju ke final Piala Dunia di tahun yang sama? Apa pun itu, karier pemain yang berulang tahun pada 9 Juni ini memang penuh warna.
Pada 9 Juni 2017, Sneijder sudah berusia 33 tahun. Kiprahnya sekarang memang agak jauh dari ingar-bingar sepak bola Eropa, karena sejak tahun 2013, ia setia membela klub Turki, Galatasaray. Pendukung Galatasaray mencintainya karena meskipun klub mereka sedang melalui masa sulit setelah disanksi tak boleh berkiprah di Eropa, Sneijder tetap bertahan.
Pemain kelahiran Utrecht ini telah diakui sebagai salah satu jenderal lapangan tengah yang genius oleh berbagai kalangan. Terbukti, ketika ia hanya menduduki posisi pemain terbaik dunia keempat di penghargaan Ballon d’Or tahun 2010, banyak yang memprotes.
Maklum, tahun 2010 adalah masa keemasan Sneijder. Ia meraih tiga gelar bergengsi bersama Inter Milan dan nyaris memenangi Piala Dunia andai saja tak ditaklukkan Spanyol di final.
Di Inter, ia dipercaya pelatih Jose Mourinho mengendalikan lapangan tengah dan memberi suplai bola ke Diego Milito, penyerang underrated yang jadi tajam berkat umpan-umpan matang Sneijder. Bukan hanya terkenal dengan umpan-umpannya yang sebagian besar tepat sasaran, pemain Belanda ini juga lihai mencetak gol dari tendangan jarak jauh. Berkat kelihaiannya itu, Sneijder dijuluki “The Sniper” (Si Penembak Jitu) oleh media.
Sang Sniper merupakan produk salah satu akademi terbaik di dunia, Ajax Amsterdam. Seperti layaknya bakat-bakat muda Belanda lain yang ingin mengembangkan sayap, Sneijder merintis mimpi indahnya ketika menerima pinangan Real Madrid pada tahun 2007.
Di klub raksasa Spanyol tersebut, Sneijder menggantikan posisi David Beckham yang pindah ke Los Angeles Galaxy. Ia juga mewarisi nomor punggung 23 sang megabintang Inggris tersebut. Pada musim pertamanya di Los Blancos, Sneijder menikmati gelar juara Liga Spanyol 2007/2008.
Namun, ia dan rekan-rekannya sesama warga Belanda, yaitu Royston Drenthe, Ruud van Nistelrooy, Arjen Robben dan Rafael van der Vaart, mengalami masa-masa sulit seiring dengan bangkitnya Barcelona sebagai kekuatan dominan di Spanyol.
Sneijder akhirnya menerima tawaran Inter Milan pada tahun 2009, dan musim itu menjadi puncak kariernya dengan segala kesuksesan di level klub dan tim nasional. Tim nasional Belanda tak akan pernah melupakan golnya ke gawang Uruguay di semifinal Piala Dunia 2010, yang cukup penting untuk membawa mereka menantang Spanyol di final.
Masa-masa indahnya di Inter berakhir seiring kepindahan pelatih Jose Mourinho ke Real Madrid. Pada musim 2012/2013, The Sniper hanya bermain sebanyak lima kali di paruh pertama musim, suatu kemunduran yang mendorongnya untuk pindah ke Liga Turki untuk bergabung dengan Galatasaray.
Di Istanbul, suami aktris Yolanthe Cabau van Kasbergen ini juga disambut hangat. Kemampuannya mencetak gol dari luar kotak penalti semakin menjadi-jadi di Liga Turki. Bersama pemain kelas dunia lainnya, Didier Drogba, Sneijder menjadi inspirator Galatasaray ketika mengalahkan mantan klubnya, Real Madrid, dengan skor 3-2 pada perempat-final Liga Champions 2012/2013. Meski harus tersingkir dengan selisih gol 3-5, itu merupakan salah satu pencapaian terbaik Galatasaray sepanjang sejarah di Liga Champions.
Setelah sukses mempersembahkan dua gelar juara Super Lig, Sneijder menegaskan niat untuk menutup kariernya di Turki dengan memperpanjang kontrak pada tahun 2015. Sang sniper tetap betah meskipun terkena sanksi tak boleh berlaga di kompetisi antarklub Eropa hingga 2018.
Nama Sneijder akan selalu harum di Ajax, Inter, Galatasaray serta tim nasional Belanda, di mana ia menjadi pemain aktif dengan jumlah penampilan terbanyak untuk tim Oranje hingga saat ini.
Fijne verjaardag, Sniper!
Author: Mahir Pradana (@maheeeR)
Mahir Pradana adalah pencinta sepak bola yang sedang bermukim di Spanyol. Penulis buku ‘Home & Away’.