Eropa Inggris

Narasi Gelar Piala FA Arsenal

Menjelang laga final Piala FA menghadapi Chelsea, banyak masalah mendera Arsenal. Mulai dari absennya Laurent Koscielny dan Shkodran Mustafi, hingga pos wingback kiri yang terancam tanpa pelapis. Keraguan pun menular, termasuk menjangkiti saya, yang mewanti-wanti bahwa perlunya Arsene Wenger memutar otak lebih kencang untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.

Keraguan tersebut menyebar dengan cepat bukan tanpa sebab. Sejak pertengahan musim, Chelsea berevolusi menjadi sebuah sistem yang mampu beradaptasi dengan kesalahan. Kemampuan tersebut mengantarkan skuat asuhan Antonio Conte menjadi kampiun Liga Primer Inggris 2016/2017.

Sementara itu, di sisi lain kota London, Wenger tengah menghadapi situasi yang tak nyaman setelah protes bertubi-tubi untuk memintanya mundur dilakukan sebagian suporter Arsenal. Rentetan hasil buruk menjadi pemicu utama. Manajer asal Prancis tersebut dirasa sudah kepayahan mengikuti lari kencang perkembangan sepak bola modern.

Di tengah suasana tersebut, Wenger melakukan sebuah langkah drastis dengan bermain menggunakan skema tiga bek. Sebelumnya perlu pembaca ketahui bahwa, mengubah skema permainan pun sudah dianggap sebagai sebuah kejutan. Sebuah gambaran betapa rumitnya usaha memahami isi kepala mantan pelatih Nagoya Grampus Eight tersebut.

Menunjukkan niat memperbaiki pun sudah disambut secara positif oleh banyak suporter Arsenal. Sebuah penegasan idiom tak mengapa terlambat, ketimbang tidak sama sekali. The Gunners memang memerlukan perubahan dan Wenger akhirnya melakukannya. Perubahan dalam diri Wenger inilah yang membuat Arsenal punya peluang menjuarai Piala FA.

Perubahan dan beradaptasi adalah pemaknaan paling sederhana dari laju Arsenal musim ini. Bagaimana nasib Arsenal apabila Wenger tak mengubah skema menjadi tiga bek? Mampukah mereka mengalahkan Manchester City dan Chelsea di semifinal dan final hingga akhirnya menjadi juara? Mampukah mereka duduk di posisi lima dan mengamankan satu tiket ke kompetisi Eropa?

Ada satu lagi pertanyaan yang akan selalu direproduksi. Begini bunyinya, “Mengapa sepanjang musim ini, Arsenal tak bisa bermain sebaik di babak pertama final Piala FA?” Pertanyaan ini akan menjadi fondasi Arsenal musim depan.

Selepas mengalahkan The Blues di final Piala FA, Wenger mengungkapkan bahwa masa depannya akan diungkap di hari Rabu atau Kamis mendatang. Sejauh ini, narasi yang paling kuat terasa adalah Wenger akan mendapatkan perpanjang kontrak untuk durasi satu atau dua tahun.

Pun, peluangnya untuk tak lagi melatih Arsenal tetap terbuka. Mundur di tengah euoria kemenangan di Piala FA tentu menjadi kado perpisahan yang lebih manis, ketimbang pergi di kala terpuruk.

Jika memang mendapatkan kontrak baru, pertanyaan “Mengapa sepanjang musim ini, Arsenal tak bisa bermain sebaik di babak pertama final Piala FA?” harus terus ia imani. Di balik pertanyaan tersebut, ada sebuah tuntutan hakiki bagi sebuah klub apabila yang punya cita-cita untuk menjadi juara, yaitu menemukan konsistensi dan keharusan mengasah kemampuan beradaptasi dengan segala kondisi.

Perubahan skema memungkinkan seorang Rob Holding menunjukkan kualitasnya. Perubahan skema juga yang membuat Per Mertesacker seperti mematahkan mitos bahwa match fitness adalah hukum pasti. Lewat skema tiga bek, Mertesacker menemukan rasa aman yang lebih tebal. Tiga bek pula yang membantunya tak bermain di luar kemampuannya.

Tiga bek membantu Alex Oxlade-Chamberlain bermain lebih matang sebagai wingback kanan. Dan tiga bek pula yang membuat Arsenal bisa meladeni Chelsea yang semakin tangguh di paruh akhir musim ini. Skema 3-4-2-1 pula yang membuat lini tengah Arsenal bisa mendominasi lini tengah Chelsea yang kalah jumlah pemain.

Kenyataan tersebut, setidaknya sudah menampar pipi Wenger secara telak. Perubahan, yang seperti jauh dari citranya untuk beberapa tahun terakhir, justru membantu Wenger menyelamatkan musim Arsenal. Untuk musim depan, apabila Wenger mendapatkan kontrak baru, harus dilandasi sikap terbuka dengan perubahan.

Untuk musim depan pula, lawan-lawan Arsenal akan semakin tangguh. Pep Guardiola akan mendapatkan ruang lebih lega untuk bermanuver dan membangun skuat Manchester City. Conte bersama Chelsea sudah mempunyai kerangka tim yang kokoh. Manchester United, Liverpool, dan Tottenham Hotspur, yang notabene selalu menyulitkan Arsenal, juga melakukan perubahan, lebih tepatnya, perbaikan skuat.

Oleh sebab itu, proses menjuarai Piala FA adalah kunci pintu masa depan Arsenal. Perubahan adalah keniscayaan, bukan hantu yang dirasa mengganggu. Jika kembali gagal beradaptasi dengan perubahan di Liga Primer Inggris musim 2017/2018, pertanyaan di atas akan terus diproduksi, lagi dan lagi.

“Mengapa sepanjang musim ini (2017/2018), Arsenal tak bisa bermain sebaik di babak pertama final Piala FA (2016/2017)?”

Author: Yamadipati Seno
Koki @arsenalskitchen