Siamo tornati in Europa! We are back in Europe!
Itulah kicauan akun Twitter resmi AC Milan kala Rossoneri membungkam Bologna tiga gol tanpa balas di San Siro. Kemenangan itu memastikan Milan kembali ke pentas Eropa setelah absen selama tiga musim. Terakhir kali Milan mentas di Eropa adalah ketika dibekuk Atletico Madrid dengan agregat 1-5. Sad ending.
Melihat perjalanan Milan yang penuh drama menuju pentas Eropa, saya yang di hidup sehari-hari kebetulan adalah seorang Milanisti paruh waktu teringat pada sebuah film prekuel berjudul Rogue One: A Star Wars Story.
Bagi kamu yang belum pernah menonton filmnya atau bukan penggemar film perang luar angkasa ini, saya akan sedikit menceritakan sinopsisnya. Film itu mengisahkan sekelompok pemberontak yang berusaha mencuri desain rancangan Death Star dengan menyusup ke dalamnya. Apa itu Death Star? Benda tersebut merupakan planet penghancur yang menjadi salah satu senjata utama Darth Vader, musuh utama di Star Wars.
Alur cerita Rogue One diawali dengan perkenalan Jyn Erso yang menjadi pemimpin kaum pemberontak. Awalnya banyak yang meragukan rencana Jyn meyusup ke Death Star karena terlihat mustahil. Namun dengan semangat juang dan rencana matang yang ia beberkan, akhirnya ia mendapatkan sekelompok orang yang bersedia berjuang bersama demi keselamatan galaksi, di antaranya Chirrut Imwe, Baze Malbus, dan Cassian Andor. Kelompok tersebut dinamakan Rogue One.
Cerita semakin kompleks kala Jyn mengetahui bahwa Death Star dirancang oleh ayahnya sendiri, Galen Erso. Singkat cerita, file rancangan Death Star memang berhasil didapatkan untuk mengetahui titik lemah senjata mematikan itu. Namun perjuangan itu harus dibayar mahal. Ketiga tokoh pejuang yang saya sebutkan di atas harus gugur, tak terkecuali Jyn Erso.
Sebuah kisah dramatis demi mencapai tujuan. Uniknya, perjalanan Milan musim ini mirip dengan alur cerita film yang dirilis Desember tahun lalu itu.
AC Milan story
Saya sengaja membuat sub-judul seperti ini karena Serie A musim ini memiliki satu cerita menarik yang melibatkan kesebelasan bernama resmi Associazione Calcio Milan. Tanpa bermaksud mengesampingkan kehebatan Juventus yang kembali menggondol gelar juara sekaligus menembus final Liga Champions, atau Atalanta yang tampil mengejutkan serta Inter Milan yang menjadi lumbung hujatan, musim ini Milan memang memiliki alur cerita tersendiri.
Cerita diawali kala seorang pria bernama Vincenzo Montella diperkenalkan sebagai pelatih baru Milan pada Juni 2016. Publik San Siro awalnya sangsi dengan kemampuan Montella karena selain minim pengalaman menangani tim besar, Milanisti juga masih trauma dengan pelatih-pelatih medioker sebelumnya seperti Clarence Seedorf dan Filippo Inzaghi.
Meskipun Montella termasuk sukses kala menangani Fiorentina, tetap saja keraguan banyak beredar di kalangan Milanisti. Tapi apa boleh buat, show must go on. Montella kemudian merekrut beberapa pemain yang sesuai dengan rancangan misi serta semangat juangnya.
Keraguan kembali berlanjut. Tak ada satupun pemain bintang yang datang musim ini. Jika di musim sebelumnya Milan menganut paham hedonisme dengan mendatangkan Carlos Bacca, Alessio Romagnoli, dan Andrea Bertolacci, musim ini penyakit hemat Rossoneri kumat.
Deretan pemain paket hemat itu di antaranya adalah Gianluca Lapadula yang berstatus top skor Serie B, remaja Paraguay bernama Gustavo Gomez, Jose Sosa yang hobi berganti klub, kiper gaek Marco Storari, serta trio pemain pinjaman yakni Mario Pasalic, Matias Fernandez, dan Gerard Deulofeu.
Berhematnya Milan di bursa transfer turut dipengaruhi proses akuisisi yang tak kunjung usai. Situasi diperparah dengan dua kekalahan beruntun di awal musim dan tiga kekalahan berturut-turut di giornata 21-23 yang membuat posisi Milan merosot dari peringkat tiga ke lima. Tiket Liga Champions semakin jauh dari angan.
Namun Montella bertindak layaknya Jyn Erso. Dengan perencanaan matang serta semangat juang untuk kembali mentas di Eropa, legenda AS Roma tersebut berhasil meracik tim dengan pemain seadanya menjadi sekumpulan pemain muda berbahaya. Dari lima penampil terbanyak musim ini, tiga di antaranya berusia tak lebih dari 23 tahun. Mereka adalah Gianluigi Donnarumma, Alessio Romagnoli, dan Suso Fernandez. Nama terakhir bahkan menjadi pencetak asis terbanyak dengan 9 asis. Target pun dialihkan ke Liga Europa.
Ending
Rogue One diakhiri dengan sad ending. Seluruh tokoh protagonis utama tewas namun hasil perjuangan mereka menjadi pijakan selanjutnya bagi para ksatria Jedi untuk menggulingkan rezim kekuasaan Darth Vader.
Situasi tak jauh berbeda di Milan. Penampilan ciamik para youngster membuat beberapa pemain rawan dibajak klub lain. Salah satunya Gianluigi Donnarumma yang santer dikaitkan dengan Manchester United. Pun dengan Suso yang gemar dikaitkan dengan beberapa klub teras Spanyol. Jangan lupa pula dengan sang top skor, Carlos Bacca, yang diisukan akan hengkang, mengingat konon ada kabar tawaran dari klub Cina untuk Bacca. Hal ini makin pelik mengingat beberapa pemain pinjaman, salah satunya Deulofeu, besar kemungkinan tidak diikat permanen oleh Il Diavolo Rosso.
Namun begitu, kisah Milan musim ini sangat layak mendapat apresiasi. Dengan segala pengorbanan yang dilakukannya, sang allenatore sukses membawa pasukan Rogue One ala Milan kembali tampil di Eropa, sesuai dengan DNA klub. Secara dramatis, Montella telah sukses mengakhiri kekacauan yang dibuat oleh “bapak kandung” Milan sendiri, Silvio Berlusconi.
In Italia, Milan! In Europe, Milan! Ovunque Milan! Per sempre Rossoneri!
Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.