Arsenal sedang berada di suatu konflik internal di mana lagi-lagi Alisher Usmanov menjadi pemicunya. Pria Uzbekistan ini kerap menganggap dirinya dipinggirkan rezim Stan Kroenke, pemilik saham mayoritas Arsenal saat ini, dan tidak pernah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan di klub London tersebut.
Usmanov meletakkan pundi-pundinya di Arsenal sejak tahun 2007 dengan pembelian 14,5 persen saham. Secara bertahap, saham Usmanov meningkat menjadi 27 persen dan menurut laporan sudah berada di angka 30 persen. Meski begitu, saham pria yang ditaksir memiliki total kekayaan sebesar 14,4 miliar dollar ini masih jauh dibanding Kroenke, yakni 66 persen.
Kroenke adalah sasaran kemarahan pendukung Meriam London. Ia dianggap sebagai pemilik yang semata-mata mementingkan bisnis ketimbang performa tim di atas lapangan. Selain jarang hadir di London, mulut Kroenke juga kerap membisu jika ditanyai soal Arsenal, sehingga Gooner menjulukinya “Silent Stan”.
Arsene Wenger, yang secara fantastis mampu membawa klub tetap tampil ‘kompetitif’, adalah berkah luar biasa bagi Kroenke. Arsenal memiliki reputasi mendunia dan Wenger mampu menjaganya, sehingga kondisi finansial klub perusahaan tetap sehat. Ya, Anda tidak salah baca. Arsenal yang dikuasai Kroenke ia jalankan dengan paradigma Arsenal PLC (Public Limited Company), bukan Arsenal FC.
Selain Wenger, Kroenke juga memercayai Ivan Gazidis sebagai CEO, yang jika kita melihat kiprahnya di Arsenal, memang hanya mengurus klub di aspek bisnis. Ia bukan direktur teknik. Yang ada di kepala Gazidis adalah bagaimana Arsenal bisa menjalin kerjasama dengan sponsor, negara-negara mana yang akan dikunjungi di musim panas, dan prospek finansial lainnya.
Usmanov gusar dengan cara mereka menjalankan klub dan kerap menyatakan sikapnya kepada media. Hal tersebut membuat Gooner terbelah dan memihak ke Usmanov. Mereka terbuai dengan kata-kata Usmanov, yang didukung dengan bungkamnya Kroenke. Walhasil, selain #WengerOut, suporter juga menulis #KroenkeOut.
Dalam sebuah jajak pendapat, para pembaca situs The Short Fuse (situs Arsenal dalam jaringan SB Nation) bertanya kepada pembaca tentang pada siapa mereka memihak, di antara Usmanov atau Kroenke. Di polling yang melibatkan 1.009 pemilih ini, 76 persen (768 suara) memilih Usmanov ketimbang Kroenke.
Wenger sedang benar-benar terjepit. Musim ini namanya semakin melambung sebagai bulan-bulanan suporter Arsenal. Tuntutan mundur didengungkan tak hanya di stadion, tetapi juga di luar, lewat pesawat, sampai di konser Coldplay. Namanya viral secara ironis, akibat keengganannya menyudahi masa bakti di klub.
Namun pria Prancis tersebut adalah jaminan mutu. Kroenke menjadikannya tameng dari serangan suporter karena memang Wenger-lah yang pertama kali menjawab segala yang terjadi di Arsenal. Dia pelatih kepala dan orang paling pertama yang patut diminta pertanggungjawaban terkait bobroknya permainan Arsenal.
***
Dalam sebuah bab tentang Moldova di The Geography of Bliss (2011), Eric Weiner menulis begini, “Di negara-negara bekas republik Soviet, ada tiga makanan pokok dalam hidup: vodka, cokelat, dan korupsi. Saya kenal seseorang yang bertahan hidup di Uzbekistan selama dua minggu hanya dengan tiga hal ini.”
Penjabaran Weiner tentang Moldova juga meliputi negara-negara di sana selepas runtuhnya komunisme Uni Soviet. Raja-raja kecil bermunculan berkat koneksi yang mereka miliki dengan penguasa negara usai keruntuhannya. Mereka mungkin mengawalinya sebagai juragan tanah yang kebetulan mengandung minyak dan gas, lalu berkongsi dengan pemerintah dan mengembangkan bisnis ke berbagai sektor.
Hal yang sama juga berlaku bagi Alisher Usmanov. Pria Muslim yang menikahi perempuan Yahudi ini bukanlah siapa-siapa saat Uni Soviet masih berkuasa. Dengan kekayaannya saat ini, ia bahkan disebut sebagai orang terkaya nomor dua seantero Inggris.
Saking banyaknya harta yang ia miliki, Usmanov pernah memenangkan lelang sebuah medali emas penghargaan Nobel senilai lebih dari 4,8 juta dollar AS. Apa yang ia lakukan dengan medali tersebut? Memulangkannya ke James Watson, ilmuwan periset DNA sang pemilik medali tersebut. Karena persoalan ekonomi, Watson memang terpaksa menjual medali tersebut dulu.
Usmanov adalah taipan yang memulai bisnis dengan sederhana. Ia mengawalinya dengan berbisnis tas plastik, karena benda tersebut adalah barang langka di era Soviet. Seiring dengan jatuhnya rezim tirai besi, Usmanov merentangkan bisnis ke sektor baja dan teknologi informasi.
Meskipun ideologi telah berganti, Rusia dan Cina memiliki cara kerja pembangunan ekonomi yang sama: kapitalisme negara atau “state capitalism”. Negara tidak bisa membangun ekonomi sendirian, sehingga mereka akhirnya merangkul ‘raja-raja kecil’ yang menjelma menjadi oligarki baru.
Sama-sama memiliki wilayah yang luas, Beijing dan Moskow mengandalkan mereka sebagai kelas perantara yang mengetahui dengan dalam struktur kekuasaan di wilayah mereka masing-masing. Di Uzbekistan ada Usmanov. Di Georgia, ada nama Merab Jordania yang membeli klub Belanda, Vitesse Arnhem. Suleyman Kerimov mewakili Dagestan, dan ia membawa hancur Anzhi Makhachkala.
Ketiga nama di atas mewakili kelas perantara yang saya jabarkan, dan kebetulan menganggap sepak bola sebagai salah satu sarana bisnis mereka. Benang merah lain yang mengikat mereka: Gazprom, Vladimir Putin, dan Roman Abramovich. Tentang ini akan saya bahas lain kali, karena fokus kita adalah Usmanov. Singkatnya, ketiga nama di atas pasti berhubungan dengan ketiga atau salah satu unsur tadi.
Untuk Usmanov sendiri, dia dekat dengan ketiganya. Ia pernah berinvestasi untuk Gazprom dan menyogok putri Presiden Uzbekistan saat itu, Gulnara Kerimova, agar Gazprom bisa mengambilalih kekayaan migas Uzbekistan. Tangan Usmanov semakin berlumur dosa karena Gazprom adalah alat Putin untuk membungkam demokrasi di Rusia dan negara-negara bekas Soviet. Kekayaan yang Gazprom miliki mereka investasikan untuk membeli media-media yang dikenal kritis.
Selain pernah tertangkap kamera sedang menonton pertandingan bersama Abramovich, bisa dipastikan hubungan keduanya juga dekat. Mungkin, keberuntungan Abramovich semakin membuat jengkel Usmanov karena selama sepuluh tahun terakhir Kroenke masih enggan melepas saham mayoritasnya di Arsenal. Apalagi, kalau soal harta, Usmanov berada di atas koleganya itu.
***
Sepak bola modern memaksa kita turut memperhatikan aspek kepemilikan klub. Klub-klub yang bermain di kasta tertinggi adalah investasi menggiurkan meski banyak juga yang akhirnya kebablasan seperti Blackburn Rovers.
Narablog kenamaan Arsenal, Andrew Mangan (Arseblog.com), sering pula memberikan pandangannya terkait konflik Kroenke-Usmanov ini. Meski sering mengritik Kroenke dan berpendapat dialah penyebab segala bencana, Mangan sebetulnya masih meragu pada sosok Usmanov.
Persoalannya bukan sekadar trofi. Ya, ketimbang Kroenke, Usmanov memang lebih perhatian dengan klub. Di masa mudanya pun ia merupakan seorang atlet. Saat membeli saham Arsenal, ia dengan mudah menyebut nama-nama pemain The Gunners dan mengatakan bahwa Wenger adalah alasan utama mengapa ia mau berinvestasi di klub.
Tetapi apa semua ini semata trofi? Yang tidak boleh penggemar Arsenal lupakan, kalau pun Kroenke menerima tawaran Usmanov ini, 1,3 milyar dollar AS seperti yang dilaporkan Financial Times akan jatuh ke tangan Kroenke.
Apalagi kini klub tidak bisa sembarangan membeli pemain dari kucuran dana sang juragan. Klub hanya boleh membeli pemain dari keuntungan yang mereka peroleh di aspek lapangan (bonus kemenangan, hadiah juara, dan lain-lain) dan luar lapangan (sponsorship, hasil hak siar TV).
Secara moral, sebagai penggemar paradigma meritokrasi, saya akan sengit jika Arsenal dimiliki Usmanov. Ia akan memupus segala falsafah yang selama ini dibangun klub, The Arsenal Way.
Sebagaimana yang dikhawatirkan Mangan, musim panas ini akan menjadi musim panas yang pelik. Mesut Ozil dan Alexis Sanchez tak kunjung memperpanjang kontrak. Wenger pun kemungkinan besar akan bertahan, bahkan dianggap sudah menandatangani kontrak tapi belum diumumkan. Langkah Usmanov konon juga ditiru dua taipan lain, yang tidak disebutkan namanya. Tentu musim panas 2017 akan menjadi musim panas yang panjang di London Utara.
Selain kolusi dan nepotisme, catatan hitam Usmanov tidak berhenti di situ. Menurut laporan Craig Murray, bekas duta besar Inggris untuk Uzbekistan, Usmanov pernah melakukan jual-beli heroin, didakwa sebagai pemerkosa, juga mendekam di penjara selama enam tahun. Selepas Soviet runtuh, rezim Kerimov menghapus catatan kelam tersebut karena kedekatan sang presiden dengan mentor Usmanov, Gafur Rakimov.
Arsenal adalah klub tradisi yang memungkinkan Fiszman sebagai salah satu pemilik. Fiszman adalah pengusaha berlian yang tidak memiliki catatan kotor. Begitu pula Ken Friar, yang namanya diabadikan sebagai jembatan di dekat Stadion Emirates. Jika Anda belum tahu, Friar memulai kariernya di Arsenal sebagai pengantar surat! Saya pernah sedikit mengupas aspek tradisi di Arsenal di Indocannon.
Penilaian saya tentu masih mengawang karena bisa saja Usmanov menjadi pemilik klub yang baik. Tetapi saya tidak rela tangan sekotor Usmanov mencampuri urusan di klub yang menjunjung tinggi tradisi seperti Arsenal. Untungnya, tawaran Usmanov tersebut telah ditolak Kroenke.
Segala persoalan ini akan sedikit berkurang lewat satu hal. Wenger ikhlas dan mengakui kekalahan, sehingga Kroenke beserta board Arsenal tersentil lalu mencari pengganti Wenger. Ketimbang berharap pada Usmanov, yang kemungkinan besar akan tetap mempertahankan Wenger sebagai pelatih.
Victoria concordia crescit.
Author: Fajar Martha (@fjrmrt)
Esais dan narablog Arsenal FC di indocannon.wordpress.com