Nasional Bola

Target (Kian) Realistis PS TNI dan Segala Kontroversinya

Hari pertama Mei 2017 atau saat Go-Jek Traveloka Liga 1 baru melakoni pekan ketiga, kejutan besar terjadi di PS TNI. Pelatih Laurent Hatton didepak dari posisinya dan digantikan eks arsitek timnas Indonesia, Ivan Venkov Kolev. Sontak keputusan kontroversial manajemen klub berjuluk The Army itu memunculkan pertanyaan besar.

Apa yang sebenarnya terjadi? Pasalnya rapor Hatton tidak bisa dikategorikan buruk. Dalam tiga laga yang sudah dijalani, pelatih berkebangsaan Prancis itu membawa PS TNI meraih satu kemenangan dan dua hasil imbang. Saat ditinggal Hatton pun, Manahati Lestusen dan kawan-kawan berada di peringkat keenam klasemen sementara, atau di atas prediksi banyak pihak.

Sebagai tim yang mengakhiri kompetisi Torabika Soccer Championship (TSC) 2016 di urutan paling akhir, pencapaian PS TNI semasa dilatih Hatton merupakan peningkatan yang cukup drastis. Apalagi dengan skuat yang kalah mentereng dibanding tim-tim di bawahnya semisal Sriwijaya FC, Persipura Jayapura, hingga Madura United.

Akan tetapi, PS TNI bergeming. Menurut presiden klub, Brigjen A AB Maliogha, perubahan ini dimaksudkan untuk memantapkan target tim di Liga 1 musim ini, juara. Ya, juara. “Target kami sudah jelas, harus nomor satu,” ujarnya seperti dilansir Kompas. Pernyataan ini tak ubahnya penegasan kembali atas apa yang diucapkan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo pada launching tim di Padang, awal April lalu.

Sudah cukup realistiskah target yang kini sedang diupayakan The Army? Sudah cukup kompetitifkah Manahati dan kolega dibandingkan klub-klub lainnya? Pertanyaan yang sejauh ini dijawab cukup baik oleh Kolev dan anak asuhnya, dengan segala kontroversinya. Kolev kini jadi jawaban atas kedisiplinan tingkat tinggi yang dibutuhkan para pemain PS TNI.

Efek Kolev

Kehadiran Kolev juga ditandai dengan keputusan kontroversial lainnya yakni pencoretan dua legiun asing asal Afrika, Aboubacar Leo Camara dan Aboubacar Sylla. Mereka digantikan duo Argentina, Facundo Talin dan Leonel Jorge Nunez, melengkapi kuartet pemain asing, Soon-Hak dan sang marquee player, Elio Martins.

Pada laga debutnya saat PS TNI menjamu Persiba Balikpapan, Kolev tak langsung memberikan sentuhan magisnya. Terbukti The Army kesulitan menghadapi sang juru kunci dan hanya mampu bermain imbang 1-1. Namun laga setelahnya seakan jadi pembuktian sosok Kolev yang sudah amat familiar dengan atmosfer sepak bola lokal.

Pekan keempat kontra Barito Putera, PS TNI sukses memberikan kekalahan pertama di kandang bagi sang lawan. Permainan The Army yang cenderung keras dan tak jarang menjurus kasar, berhasil meredam serangan dari Laskar Antasari. Gol pemain sayap lincah, Erwin Ramdani, di menit-menit awal laga memastikan kemenangan tandang perdana untuk anak asuh Kolev.

Laju PS TNI yang belum kembali diperkuat kaptennya, Abduh Lestaluhu akibat hukuman larangan bertanding usai insiden pemukulan terhadap pemain Bhayangkara FC, diprediksi bakal terhenti di tangan pemuncak klasemen sementara, PSM Makassar, awal pekan ini. Namun, yang terjadi malah sebaliknya.

Lewat laga yang berjalan seru, PS TNI tampil digdaya dengan mencetak dua gol terlebih dahulu berkat skema bola mati dan serangan balik cepat. Gol Elio Martins dan Nunez hanya mampu dibalas lesakkan top skor Juku Eja, Reinaldo Elias, seperempat jam jelang bubaran.

Kemenangan didapat berikut rekor dobel: Pemberi kekalahan pertama PSM sekaligus jadi tim yang belum pernah terkalahkan di Liga 1 bersama Persib. Tripoin krusial di Stadion Pakansari ini juga mendongkrak posisi PS TNI ke urutan ketiga dan hanya berselisih satu poin dari PSM di puncak. Pada titik ini, tak salah jika suporter PS TNI mulai berharap timnya bisa berbicara banyak bahkan jadi pesaing juara, meski liga masih menyisakan 28 pertandingan lagi.

Ubah stigma

Akan tetapi, satu pekerjaan yang tak kalah krusial adalah mengubah stigma yang kadung mencuat di masyarakat luas. Jelang digulirkannya Liga 1 2017, PS TNI dianggap beberapa pihak sebagai salah satu anak emasnya PSSI. Anggapan ini tak lepas dari keberadaan Ketua Umum PSSI, Edy Rahmayadi, yang berasal dari lingkungan sama.

Letjen Edy yang juga berstatus sebagai Pangkostrad itu secara tak langsung sempat bereaksi dengan akan menghukum siapapun yang melakukan pelanggaran keras, tidak terkecuali. Ucapan ini lantas dibuktikan dengan skorsing lima laga untuk Abduh karena terbukti memukul pemain lawan.

Pelanggaran keras juga jadi sesuatu yang harus bisa diminimalisir The Army agar bisa menurunkan starting eleven andalannya pada setiap laga. Statistik mencatat masing-masing sebanyak tujuh pemain atau total 14 penggawa mendapat kartu kuning saat menang atas Barito dan PSM.

Ini belum lagi bayang-bayang hukuman untuk Manahati yang tertangkap kamera sedang akan mencekik leher pemain asing PSM, Marc Klok di Pakansari awal pekan ini. Berbicara soal pemain asing, ini merupakan stigma negatif ketiga yang harus dihadapi PS TNI.

Dimulai dari Soon-Hak yang merupakan pemain berusia di atas 35 tahun dan dilepas Persija Jakarta jelang musim bergulir. Sementara perekrutan Elio Martins sempat dilanda isu tak sedap mengingat status marquee player yang diragukan sehingga menimbulkan kabar PS TNI mencari celah aturan tersebut untuk sekadar menambah kuota pemain asing.

Belum lagi duet anyar, Talin dan Nunez yang didatangkan setelah pekan ketiga. Sempat diragukan, keempatnya malah menunjukkan performa stabil. Soon-Hak sukses cetak gol pertama saat imbang lawan Persiba, di mana Nunez dan Elio menyumbang lesakan pertamanya masing-masing ke gawang PSM. Sementara Talin jadi karang cukup kokoh di lini belakang bersama Manahati.

Jadi, bagaimana PS TNI? Kian optimistis untuk jadi juara?

Author: Perdana Nugroho
Penulis bisa ditemui di akun Twitter @harnugroho