Eropa Lainnya

Siklus Ketidakberuntungan Joey Suk di Eredivisie

Akhir pekan lalu, Eredivisie 2016/2017 mementaskan laga terakhir. Sorotan tertuju pada Feyenoord Rotterdam yang menyegel gelar juara. Sebaliknya, kesedihan mendalam terasa di De Adelaarshorst, markas Go Ahead Eagles. Pada laga terakhir yang sudah tak lagi menentukan, klub asal Deventer itu malah dibungkam tamunya yang juga berasal dari kota sang juara, Sparta Rotterdam.

Di antara raut muram itu, ada satu sosok cukup familiar untuk pencinta sepak bola Indonesia, Joey Suk. Pemain berusia 27 tahun itu harus menerima fakta Eagles turun kasta ke Eerste Divisie musim depan. Lebih jauh, hasil buruk ini merupakan kedua beruntun pada musim pertama Suk di klub barunya.

Jelas sebuah ironi mengingat dirinya baru saja kembali diperbincangkan media-media Indonesia setelah masuk dalam daftar pemain potensial keturunan Indonesia yang berlaga di Eropa, seperti diumumkan Kemenpora. Dari 24 nama yang didata Kemenlu dan diserahkan ke Kemenpora kemudian, nama Suk termasuk di dalamnya, bersama Stefano Lilipaly dan Ezra Walian.

Terdegradasinya Eagles membuka memori Suk saat kali pertama memperkuat NAC Breda di Eredivisie 2014/2015. Memulai musim dengan baik saat diturunkan sebagai pemain inti, pemain berposisi sebagai gelandang ini gagal membawa timnya mengalahkan Excelsior. Selanjutnya Suk akrab dengan bangku cadangan dan hanya tampil delapan kali selama semusim usai derita cedera paha.

Di akhir musim, NAC harus terdegradasi dan membuat Suk tampil di kasta kedua. Di Eerste Divisie, performanya meningkat. Dia total mencatatkan 43 laga dengan mencetak delapan gol dan satu asis di semua kompetisi. Prestasi ini yang membuatnya kembali tampil di Eredivisie bersama klub profesional pertamanya, Eagles.

Kalah bersaing

Sayangnya ketidakberuntungan kembali menghampiri Suk di Eredivisie. Pemain yang nyaris berganti kewarganegaraan Indonesia pada 2011 lalu itu tak hanya akhirnya terdegradasi lagi, tapi juga kehilangan tempat inti akibat kalah bersaing dengan pemain pinjaman asal Liverpool, Pedro Chirivella.

Meski unggul postur dan terkenal jago dalam hal duel, Suk sejauh ini hanya mencatatkan 70 persen akurasi umpan, berbanding dengan 87 persen milik Chirivella yang masih berusia 19 tahun itu. Satu yang membedakan keduanya adalah Suk sering melakukan tembakan ke gawang, sementara Chirivella lebih fokus pada bertahan. Pemain asal Spanyol itu jadi poros lini tengah Eagles bersama Marcel Ritzmaier dan Sander Duits.

Alhasil, Suk kembali hanya tampil sebanyak 16 laga di Eredivisie. Itupun dengan perincian hanya sembilan kali turun sebagai pemain inti. Namun bukan berarti tak ada yang bisa dibanggakan dari performa teman akrab Diego Michiels ini. Dari enam kemenangan Eagles yang didapat musim ini, empat di antaranya melibatkan Suk, termasuk saat secara mengejutkan mengalahkan sang juara Feyenoord pada speelronde ke-12.

Musim depan, Suk yang masih menanti panggilan masuk timnas Indonesia dari PSSI, bersiap bangkit di Eerste Divisie andai masih berada di Eagles. Bagi pencinta sepak bola nasional, salah satu perwakilan di kasta tertinggi liga Eropa bakal berkurang satu meski bisa jadi tetap ada seiring play-off promosi yang tengah diperjuangkan Lilipaly bersama SC Cambuur.

Jangan menyerah, Suk!

Author: Perdana Nugroho
Penulis bisa ditemui di akun Twitter @harnugroho