Eropa Inggris

Tangis Dirk Kuyt di De Kuip yang Mengakhiri Penantian 18 Tahun

Malam itu, di kota Rotterdam, kemeriahan terjadi di Stadion De Kuip. Seperti biasanya, kandang Feyenoord itu begitu ramai dijejali puluhan ribu manusia beratribut merah-putih, warna kebesaran Feyenoord. Riuh suara suporter sudah dimulai ketika pertandingan belum genap berjalan satu menit. Dua belas menit kemudian stadion kembali bergemuruh hingga peluit akhir pertandingan dibunyikan wasit.

Gegap gempita dan tangis haru merebak di segala penjuru stadion, termasuk tangis Dirk Kuyt yang tidak percaya bahwa ia telah membawa klub masa kecilnya menjadi kampiun Liga Belanda.

Feyenoord sebenarnya masih berpeluang disalip Ajax di pekan terakhir apabila mereka gagal meraih kemenangan melawan Heracles Almelo. Namun Dirk Kuyt seakan-akan menjadi announcer penyebar undangan pesta malam itu. Sepasang gol cepatnya dan satu gol tambahan untuk menggenapi hattrick-nya malam itu, telah membangkitkan De Kuip yang sekian lama tertidur melewatkan pesta gelar juara.

Maklum, sudah satu dekade lebih Feyenoord sang penghuni stadion tidak memberikan gelar prestisius. Hanya dua trofi KNVB Cup yang pernah mampir ke kota Rotterdam pada musim 2007/2008 dan 2015/2016. Dan kini, setelah 18 tahun lamanya, De Kuip kembali berpesta. Gelar juara Eredivisie kembali singgah di kota Rotterdam.

Spektakuler. Satu kata yang menurut saya paling pantas menggambarkan perjalanan tim asuhan Giovanni van Bronckhorst ini. Feyenoord mengawali Eredivisie 2016/2017 dengan fenomenal. Meraih sembilan kali kemenangan beruntun. Rentetan kemenangan mereka harus terhenti di pekan ke-10 kala Ajax datang bertamu ke De Kuip.

Sejak ditahan imbang Ajax itulah Feyenoord sempat kesulitan meraih kemenangan di empat laga berikutnya. Dirk Kuyt dan kawan-kawan hanya meraih satu kemenangan dari lima laga. Namun setelahnya, De Trots van Zuid tak terbendung. Sepuluh kemenangan beruntun diraih termasuk mengalahkan PSV Eindhoven yang menjadi pesaing juara.

DIrk Kuyt
Giovanni van Bronckhorst (kanan) dan Dirk Kuyt (kiri).

Tim dengan jagoan lokal

Keberhasilan Feyenoord menjadi kampiun Eredivisie musim ini tak lepas dari tangan dingin pelatih mereka, Giovanni van Bronckhorst. Uniknya, Gio merupakan putra daerah asli Rotterdam. Ia telah bergabung di akademi Feyenoord sejak usia enam tahun. Gio kemudian melakukan debut di tim senior sebelas tahun kemudian. Setelah berpetualang di dua klub besar Eropa, ia kembali ke Feyenoord pada tahun 2007 dan menyudahi karier profesionalnya di tahun 2010.

Pencetak gol indah ke gawang Uruguay di Piala Dunia 2010 ini ternyata tidak lupa balas budi. Setelah dibantu banyak oleh Feyenoord yang melejitkan kariernya sebagai pemain, kini giliran Gio yang membantu tim masa kecilnya meraih gelar juara liga setelah berpuasa gelar sejak musim 1998/1999.

Selain Gio, kesuksesan Feyenoord musim ini juga diraih berkat kinerja apik legenda hidup mereka, Dirk Kuyt.

Meskipun bukan putra daerah kebanggaan warga Rotterdam seperti Gio, Kuyt telah manjadi idola De Kuip sejak ia memperkuat klub ini di tahun 2003 lalu. Berkat Feyenoord pula nama Dirk Kuyt menjadi tenar di seantero dunia dengan keahliannya membobol gawang lawan.

Di Feyenoord, ia meraih dua Dutch Golden Shoe di tahun 2003 dan 2006, satu gelar top skor Eredivisie pada 2005, dan diganjar penghargaan Dutch Footballer of The Year pada 2006. Berkat ketajamannya di musim 2005/2006 itulah Liverpool tertarik menggunakan jasa Kuyt. Sang penyerang berstamina kuda kemudian kembali ke Feyenoord pada awal musim 2015/2016.

Previous
Page 1 / 2