Kolom

Mencicipi Skema 3-4-2-1 Racikan Arsene Wenger

Soal kemampuan Arsenal melakukan pressing, terutama dengan sistem 3-4-2-1 masih perlu dipertajam. Bergerak sebagai sebuah tim adalah keharusan. Karena bukan hanya soal menekan lawan saja, bergerak secara tim berkaitan dengan kemampuan tim melakukan banyak hal. Mulai dari bertahan, melakukan jebakan offside, hingga upaya membongkar pertahanan lawan yang bertahan cukup dalam. Perhatikan grafis di bawah:

Lima pemain Arsenal berupaya mencegah Spurs melakukan progresi dari tengah. Ketika Jan Vertonghen membawa bola, Giroud mendekat dan (berupaya) menutup jalur umpan kepada Eric Dier.

Sementara itu, Ramsey membayangi Victor Wanyama supaya Spurs tak memanfaatkan dirinya sebagai opsi. Di sisi kanan, Ozil menutup jalur umpan ke bek kiri yang ditempati Ben Davies. Bentuk ini sudah ideal untuk memaksa Vertonghen memainkan bola lambung ke depan atau ke sisi lapangan. Seharusnya begitu.

Namun perhatikan gerakan Ramsey yang berusaha “membaca” arah umpan Vertonghen. Bek asal Belgia tersebut memang bisa men-chip bola melewati kepala Ozil karena jarak keduanya cukup jauh. Gelagat ini yang memengaruhi Ramsey untuk bergerak sedikit ke kanan.

Gerakan tersebut tak disia-siakan Vertonghen untuk mengoper bola kepada Wanyama. Ketika sudah keluar dari posisinya, Ramsey kesulitan untuk kembali menekan Wanyama, yang dengan cerdik menggunakan badannya untuk menutup bola.

Mampu berprogresi dari tengah, Spurs mendapatkan banyak keuntungan sepanjang laga. Dua poros Arsenal dalam 3-4-2-1, Xhaka dan Ramsey, sering kesulitan mengamankan area tengah yang terlalu luas. Kedua bek sayap, Alex Oxlade-Chamberlain dan Kieran Gibbs tak selalu bisa bermain narrow untuk menambah jumlah pemain di tengah. Keduanya tampak selalu kerepotan meladeni Christian Eriksen di kiri dan Son Heung-min di kanan, ditambah dua bek sayap Spurs yang rajin membantu serangan.

Pemosisian diri Xhaka dan Ramsey juga tak selalu ideal. Ramsey sering melibatkan diri dalam usaha Arsenal menekan lawan di daerah sendiri. Tapi, jika lawan berhasil melewatkan bola dari pressing ini, Xhaka akan “sendirian” di area #8. Lawan, yang berhasil melewati keduanya, akan langsung berhadapan dengan bek (tengah) Arsenal. Sebuah situasi yang berbahaya.

Maka ketika dijamu Spurs, saya berseloroh bahwa jika lawan mampu mem-bypass usaha pressing Ramsey, Arsenal hanya bisa “bersandar” kepada Tuhan supaya tidak kebobolan.

Untuk alasan ini juga, Arsenal bisa bermain “cukup baik” ketika melawan Manchester City. Karena harus bertahan cukup dalam, jarak antarlini menjadi lebih dekat. Dua poros di tengah tidak mudah terbuka. Kasus serupa juga terjadi ketika menjamu Manchester United, di mana Arsenal bermain dengan garis pertahan yang cukup tinggi. kerapatan terjaga dan Arsenal tidak mudah ditembus dari tengah.

Jika lawan bermain seperti Tottenham, di mana tidak terlalu dalam ketika bertahan dan tidak terlalu tinggi ketika menyerang, Arsenal kesulitan menjaga jarak antarlini dalam rentang yang ideal. Padahal, banyak tim besar, terutama di Eropa, dengan sistem yang lebih matang, yang bermain seperti Spurs.

Selain soal pressing dan kerapatan antarlini, Arsenal juga kesulitan ketika progresi menyerang. Melawan Middlesbrough dan Stoke City, sistem ini masih belum berfungsi dengan sempurna. Mulai dari okupansi ruang, hingga eksekusi bola mati perlu perbaikan.