Kolom

Sayonara Blackburn Rovers, Sang Mantan Jawara EPL

Blackburn Rovers telah tujuh tahun melaju seperti kapal yang dinakhodai orang yang pertama kali melaut. Mereka telah lama limbung dan kita tahu mereka akan karam. Saat klub itu diakuisisi Venky pada 2010, yang berbisnis pengolahan ayam dan farmasi, mereka masih bercokol di papan tengah klasemen Liga Primer Inggris. Tujuh tahun berselang, mereka harus bermain di kasta ketiga sepak bola Inggris, League One, per musim 2017/2018.

Hanya ada enam klub yang sejauh ini telah menjuarai Liga Primer Inggris sejak kemunculannya di tahun 1992. Mereka adalah Arsenal, Chelsea, Manchester United, Manchester City, Leicester City, dan Blackburn Rovers. The Rovers menjuarainya di tahun 1995, dengan tim yang saat itu dihuni nama-nama beken seperti Alan Shearer, Chris Sutton, Tim Sherwood, dan Graeme Le Saux.

Seperti logo klubnya, saat itu segalanya tampak menyenangkan. Everthing seems rosy. Sebagai penggambaran bagaimana berbedanya peta Liga Primer waktu itu, klasemen akhir musim 1994/1995 menempatkan Chelsea di posisi ke-11, Arsenal di nonor 12, dan Manchester City di posisi ke-17. Bersama Kenny Dalglish yang sebelumnya telah membawa Liverpool tiga kali juara liga, Blackburn menatap masa depan dengan cerah.

Lagipula, mereka berbeda dengan Manchester City yang mendadak tajir setelah diakuisisi Sheikh Mansour. Blackburn adalah klub tradisi, yang terlibat dalam pembentukan Liga Sepak Bola (football league) dan Liga Primer Inggris pada 1888 dan 1992. Dari sekian banyak klub di negeri Kate Middleton, hanya ada dua klub lain yang sama-sama terlibat di dua pembentukan kompetisi tersebut: Aston Villa dan Everton.

Lemari trofi mereka cukup semarak, meski sebagian besarnya mereka raih sebelum Perang Dunia ke-II. Blackburn pula yang menjadi satu-satunya tim yang mampu meraih Piala FA selama tiga kali berturut-turut.

Selain itu, semangat baru globalisasi yang kemudian melecut orang-orang untuk mengubah format liga menjadi Premier League, terjadi bersamaan dengan pengakuisisian Blackburn oleh juragan baja, Jack Walker. Dialah yang menunjuk nama Dalglish untuk menjadi juru taktik tim yang berdomisili di Lancashire tersebut.

Romantisme turut menentukan proses pembelian tersebut. Walker adalah pemuda setempat yang di dekade 1950-an berdiri di tribun guna mendukung tim pujaannya itu. Mewarisi bisnis keluarga, kerja kerasnya di usia muda berbuah hasil manis.

Ia bahkan sempat disebut sebagai orang terkaya nomor 21 se-Inggris Raya. Di masa sekarang sulit sekali kita temukan kisah seperti ini. Kisah di mana suatu klub dibeli oleh seseorang yang memiliki ikatan sejarah dan emosi dengan klub yang bersangkutan.

Tetapi bulan madunya bersama Blackburn tak berlangsung lama. Walker mangkat di tahun 2000, sembilan tahun sejak mengakuisisinya pada 1991. Meski jor-joran, ia cukup bijak dalam melakukan transaksi pemain. Dibeli dari Southampton dengan harga miring, Alan Shearer dilepas ke Newcastle dengan banderol 15 juta paun. Nilai itu mungkin tak akan mampu berbicara banyak di bursa transfer era kini, tetapi jumlah sekian cukup untuk memecahkan rekor transfer dunia.

Sebagai orang yang beruntung menyaksikan Liga Primer Inggris saat umurnya masih merangkak, saya tentu takkan lupa pada bagaimana mautnya duet Shearer dan Sutton. Duet yang kerap disebut duet SAS (Shearer and Sutton; merujuk ke pasukan khusus angkatan udara Inggris) ini menyumbang 49 gol di musim yang membuat Blackburn menjadi kampiun Liga Primer ke-3.

Bersama Newcastle United, mereka juga terus merongrong Manchester United, yang waktu itu seperti sendirian mendominasi liga. Sebelum menjadi juara 1994/1995, dua musim sebelumnya mereka bercokol di posisi empat dan runner up. Mereka  dianggap pantas menjadi salah satu klub kuat di liga yang berformat baru tersebut.

Usai menjadi kampiun, mereka memang sempat terdegradasi di musim 1998/1999. Tak lama setelahnya, awan hitam menyelimuti dengan kepergian sang patron, Jack Walker, untuk selama-lamanya di tahun 2000. Namun mereka nyatanya bisa kembali ke Liga Primer di musim 2001/2002, yang juga diiringi dengan kemenangan atas Tottenham Hotspur di ajang Piala Liga. Kali ini sang pahlawan bernama Andy Cole, yang kebetulan mencetak gol kemenangan di partai final.

Sempat beberapa kalii hampir terdegradasi, Blackburn di era selepas wafatnya Walker, masih dapat berlaga di kancah tertinggi sepak bola Inggris. Mereka juga sempat wara-wiri di beberapa kejuaran minor antarklub Eropa seperti Piala UEFA atau Piala Intertoto.

Prahara datang di tahun 2010, saat perusahaan asal India, Venky’s (singkatan dari Venkateshwara), membeli saham mayoritas klub dengan nilai 23 juta paun. Seperti yang saya sebut di awal, mereka sama sekali buta soal sepak bola.

Belum lama bercokol sebagai penguasa klub, mereka menerapkan kebijakan aneh yaitu memecat Sam Allardyce yang musim sebelumnya sanggup membawa The Rovers berada di peringkat 10. Satu tahun baru juga lewat, klub mencatat kerugian (sebelum pajak) di angka 18,6 juta  paun.

Mereka ingin menaklukkan Inggris di kancah bisnis pangan dan masakan cepat saji, dan menganggap pembelian Blackburn bisa menjadi langkah instan untuk menuju ka arah itu. Tetapi bila nama Venky’s Anda pikir sudah terlalu ganjil, begitu pula dengan cara mereka memperlakukan Blackburn.

Hingga kini sudah tak terhitung berapa aksi massa yang dilakukan suporter demi mengenyahkan mereka dari klub yang mereka sayangi. Keluarga Rao (pemilik Venky’s) bahkan tidak tahu bahwa ada sistem degradasi bagi klub-klub yang berlaga. Alih-alih mengikuti kejayaan bisnis ayamnya, mereka justru seperti ayam yang lehernya baru digorok tetapi terus mencoba lari. Tabrak sana-sini.

Keluarga Rao, anehnya, seperti enggan untuk menjual Blackburn. Padahal selain tak mendapat untung, mereka juga menjadi sasaran kebencian banyak orang. Mereka lebih senang berada di Pune, India, ketimbang datang ke Inggris untuk mengurus klub. Mereka hanya berniat melego Blackburn kepada orang asing.

Upaya menyelamatkan kapal yang karam ini sepertinya akan semakin sulit karena Blackburn memiliki tanggungan utang di angka 100 juta paun. Dengan dungunya, mereka tak tahu bahwa gaji keseluruhan skuat Blackburn musim ini menjadi yang tertinggi kesembilan di antara klub-klub Championship.

Bekas klub Phil Jones ini juga sudah pasti akan kehilangan uang hak siar karena di League One yang mereka dapatkan hanya berada di kisaran 1 juta paun.

Nasib Blackburn berada di titik nadir, padahal pernah memiliki secercah harapan sebelum pergantian milenium. Mereka bisa bernasib seperti Parma atau Wilmbledon yang sempat memukau banyak orang namun kini diombang-ambing nasib. Sebuah pamflet dibentangkan suporter, yang bertuliskan, “Blackburn FC: Made in Blackburn, Destroyed in India.” Sungguh tragis!

#VenkysOut

Author: Fajar Martha (@fjrmrt)
Esais dan narablog Arsenal FC di indocannon.wordpress.com