Dengan berposisi lebih rendah, Pjanic mendapatkan dua keuntungan. Pertama, ia mendapatkan lebih banyak waktu untuk memilih sasaran umpan. Kedua, ketika Leonardo Bonucci atau bek tengah lainnya ditekan pemain lawan, Juventus tetap mampu menghindari pressing lawan lewat Pjanic. Perhatikan grafis di bawah:
Juventus melawan FC Porto kala itu dan Gianluigi Buffon berusaha mengawali serangan dari bawah. Jalur di depannya, ke arah Pjanic, ditutup oleh pemain Porto. Jadi, kiper yang dijuluki Superman tersebut memberikan bola kepada Bonucci. Ketika pemain lawan yang sebelumnya menutup jalur Buffon-Pjanic mencoba menekan Bonucci, Pjanic tinggal bergeser sedikit ke depan dan masuk dalam pandangan Bonucci.
Jadi, Bonucci, yang ditekan dua pemain Porto, mendapatkan opsi untuk mengalirkan bola ke depan dan terbebas dari pressing lawan. Ruang di depan Pjanic sendiri cukup lebar dan memudahkan dirinya untuk membalikkan badan dan menginisiasi serangan Juventus. Perannya yang leluasa berubah dari posisi #8 (gelandang tengah) menjadi #6 (gelandang bertahan) memberikan Juventus banyak opsi.
Perubahan ini mengingatkan Juventus akan pentingnya keberadaan Andrea Pirlo, terutama ketika progresi menyerang. Pun, teknik umpan Pjanic tak jauh berbeda dengan gelandang asal Italia tersebut. Kelebihan Pjanic ini juga membantu Khedira untuk menempati ruang yang lebih tinggi (sekitar lingkaran tengah) ketika Juventus memulai serangan dari bawah.
Lantas, bagaimana dengan kerja bertahan Pjanic? Begini, pola pikir gelandang bertahan yang gahar dan hobi mengembat kaki lawan harus Anda singkirkan. Menjadi gelandang bertahan modern di depan bek adalah juga soal kepandaian menempati ruang tertentu. Bukan hanya untuk merebut bola, tapi yang jauh lebih penting, mencegah lawan memasuki daerah berbahaya di depan kotak penalti, atau disebut sebagai zona 5.
Louis van Gaal membagi lapangan sepak bola menjadi 18 zona. Zona 1 hingga 9 adalah daerah bertahan, dan zona 5 merupakan zona yang berbahaya jika sampai “dikuasai” lawan. Pjanic bertahan dengan mengokupansi zona ini dan membuat lawan kesulitan menemukan ruang tembak.
Ditambah, bek tengah Juventus tak harus kerepotan berhadapan satu lawan satu dengan penyerang lawan. Mudahnya, Pjanic membuat lapis pertahanan Juventus “terlihat tebal” dan secara psikologis terlihat sulit ditembus.
Selain penempatan diri yang baik, Pjanic juga diberkahi kemampuan membaca pertandingan. Ketika melawan Barcelona, keberadaan Pjanic sangat merepotkan bagi Andres Iniesta. Gelandang Spanyol tersebut kesulitan menemukan ruang yang cukup ideal untuk menerima umpan dari bawah. Pun jika Iniesta mampu menerima bola, Pjanic tidak akan jauh dari dirinya untuk membayangi atau melakukan pressing dengan cepat.
Lewat grafis yang saya peroleh dari @ryantank100 di atas, kita bisa melihat antisipasi Pjanic untuk merespons umpan yang dilepaskan Sergi Roberto dan ditujukan kepada Iniesta. Sesaat ketika Sergi mengoper, Pjanci melakukan onward press atau menekan lawan yang berada di depannya. Tujuannya adalah ketika menerima umpan, Iniesta tidak akan mampu menemukan jalur umpan, baik kepada Ivan Rakitic atau Luis Suarez.
Hanya dengan mendekati lawan, Pjanci sudah melakukan kerja bertahan yang kompleks. Mulai dari mencegah progresi positif lawan, menutup akses umpan, dan memaksa lawan mengembalikan bola ke belakang. Juventus tak akan kebobolan apabila lawan tak bisa mencapai daerah berbahaya, bukan?
Melihat Pjanic bekerja adalah usaha Allegri yang patut diapresiasi. Ia, dengan jeli melihat potensi Pjanic, terutama dalam aspek membaca jalannya pertandingan. Jika pemain berusia 27 tahun tersebut bisa konsisten mempertahankan levelnya, atau bahkan semakin meningkat, bukan tak mungkin, Juventus akan mendapatkan nuovo Andrea Pirlo.
Author: Yamadipati Seno
Koki @arsenalskitchen