Jumat (4/5) Mei lalu, sebuah gebrakan inovatif nan unik terjadi di Sleman. Inovasi ini didalangi oleh Curva Sud Shop (CSS), sebuah toko merchandise resmi PSS Sleman yang memberikan bantuan untuk klub kesayangannya dalam bentuk alat fitness dan fisioterapi.
Royalti penjualan merchandise original BCS musim ini kami wujudkan dalam bentuk alat fitness&alat fisioterapi untuk kebutuhan tim. pic.twitter.com/BM5y5oUNLF
— Curva Sud Shop (@CS_SHOP1976) May 4, 2017
Sebuah terobosan baru di sepak bola nasional, bukan? Betul, jika kita lihat dari kacamata sepak bola pada umumnya, namun sebenarnya ini bukanlah hal baru bagi PSS Sleman.
Dilansir dari situsweb Sleman Football, dalam beberapa tahun ke belakang jika kalian mengunjungi laman resmi PSS Sleman di internet, di bagian paling bawah terdapat deretan logo-logo sponsor Elang Jawa. Baik itu sponsor yang nampang di jersey maupun yang tampil di adboard sisi lapangan. Jika ditilik lebih lanjut, slot iklan yang berjejer di adboard tersebut dibeli oleh kelompok suporter PSS sendiri.
Baik kelompok suporter Slemania maupun Brigata Curva Sud (BCS) memang rutin menggalang dana untuk membantu kelangsungan hidup kesebelasan favorit mereka, agar dapat melanjutkan kiprahnya selama satu musim penuh. Dana yang terkumpul biasanya diberikan ke pihak manajemen berupa uang tunai.
CSS sendiri mendapat dana untuk membeli alat-alat fitness tersebut dari royalti penjualan merchandise asli mereka. Melalui penuturannya di akun Twitter resmi CSS, mereka memang sengaja “menghadiahkan” alat penjaga kebugaran bagi para penggawa Elang Jawa karena benda itulah yang tengah dibutuhkan Mahadirga Lasut dan kawan-kawan.
Di tahun ke-5 berdirinya CSS, mereka memang berniat untuk berhenti memberikan dana segar bagi manajemen PSS dan memilih untuk memberikan barang yang berguna bagi kebutuhan tim. Keputusan yang masuk akal, mengingat bantuan berupa uang rawan disalahgunakan oleh oknum-oknum tertentu.
Setelah berkonsultasi dengan Mas Sigid, fisioterapis PSS, mereka pun memutuskan untuk membeli alat fitness dan fisioterapi guna membantu menjaga kebugaran pemain.
Perlukah dilanjutkan?
Meskipun inovasi CSS ini banyak mendapat dukungan karena terhitung unik, cerdas, dan jarang sekali terpikir oleh insan sepak bola nasional, tetapi tindakan CSS tersebut tetap mengundang perdebatan.
Kekhawatiran muncul apabila manajemen PSS terus-terusan dimanja oleh kelompok suporternya, ada kecenderungan manajemen menjadi malas mencari sponsor dan terus menerus berharap bantuan dari Slemania, BCS, maupun CSS.
PSS memang sempat kesulitan mendapat sponsor ketika berlaga di Divisi Utama 2014 lalu. Saat itu, manajemen PSS hanya menggantungkan diri pada penjualan tiket untuk mendanai biaya operasional tim. Dan ketika Divisi Utama diliburkan pada Juni 2014, otomatis PSS tidak memiliki dana untuk menggaji para pemainnya. Para anggota komisaris pun kabarnya patungan untuk melunasi kewajibannya itu.
Pada saat itu pengurus PT Putra Sleman Sembada (PSS) berdalih bahwa tidak adanya siaran langsung dari televisi membuat sponsor sulit mendekat ke klub yang terletak di kabupaten terluas di Daerah Istimewa Yogyakarta itu. Namun jika dinalar, pendapat itu sangat diragukan karena PSS memiliki basis massa yang besar, modal berharga untuk menggaet sponsor.
Sukoco selaku manajer PSS mengatakan bahwa sumber daya klub untuk menggaet sponsor kurang maksimal, seperti dikutip dari Elja Update.
Kalau sudah begini, tindakan CSS yang awalnya bertujuan mulia menjelma jadi dua sisi mata uang. Satu sisi dapat berimbas baik karena inisiatif mereka dapat memenuhi salah satu kebutuhan tim, di satu sisi dapat membuat manajemen terlalu menggantungkan diri pada kelompok suporternya.
Terlepas dari pro dan kontra, tindakan inovatif dari Curva Sud Shop adalah sesuatu yang luar biasa hebat di sepak bola Indonesia.
Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.