Nasional Bola

Sepak Bola Rasa Tarkam di Liga 2

Pekan kedua Liga 2 telah dimulai, dan seperti biasa selalu ada kontroversi yang mengiringi jalannya kompetisi sepak bola Indonesia.

Kontroversi kali ini datang dari wasit yang memimpin pertandingan Persibangga Purbalingga kontra PSS Sleman. Banyak sekali keputusan sang pengadil lapangan yang terlalu lunak, tidak memberi kartu pada pemain yang melakukan pelanggaran. Alhasil, tekel-tekel keras banyak bertebaran di pertandingan yang berakhir 2-0 untuk kemenangan PSS Sleman itu.

Kinerja buruk wasit dimulai pada menit ke-18 ketika Bagus Nirwanto melanggar keras pemain Persibangga. Beruntung ia hanya “diomeli” oleh wasit, tidak ada kartu yang melayang. Empat menit kemudian giliran Tedi Berlian yang menerima tendangan kungfu ala Nigel de Jong dari pemain Persibangga. Lagi-lagi tidak ada kartu keluar dari kantong wasit.

Tak hanya sampai di situ, salah seorang pemain PSS sempat hendak merebut bola dari tangkapan penjaga gawang Syamsuriadi dengan mengarahkan kakinya ke badan sang penjaga gawang. Tindakan yang seharusnya berbuah kartu kuning namun sang wasit memilih untuk tetap melanjutkan permainan.

Buruknya kepemimpinan wasit membuat laga Persibangga kontra PSS yang merupakan pertandingan profesional di kasta kedua malah terlihat seperti laga tarkam. Tekel kasar dan benturan-benturan keras kerap tersaji namun wasit tidak tegas menghukum pemain yang melanggar. Ditambah dengan buruknya lapangan di Stadion Goentoer Darjono, praktis membuat pertandingan tersebut terkesan seperti level amatir.

Kontroversi juga mengiringi pertandingan PSCS Cilacap melawan PSGC Ciamis. Gol tunggal PSCS yang dicetak Andri Arianto di penghujung babak pertama berbau offside. Meskipun tak ada tayangan ulang yang jelas menunjukkan bahwa Andri berada dalam posisi offside, namun gol tersebut memang layak untuk diperdebatkan.

Merusak visi pemain

Kejadian-kejadian di atas tak hanya terjadi dalam dua laga tersebut melainkan juga jamak ditemui pada pertandingan-pertandingan Liga 2 lainnya. Ironisnya, “tradisi” permainan kasar seperti ini sudah turun-temurun terjadi sejak zaman Divisi Utama.

Kondisi ini tentu sangat berbahaya bagi perkembangan pemain muda. Tekel keras yang langsung menebas kaki pemain lawan memiliki potensi yang sangat besar untuk menimbulkan cedera parah pada sang korban. Cedera yang pernah dialami Julian Kusuma dan Emalue Serge adalah contohnya.

Julian Kusuma pernah dilabeli sebagai wonderkid PSIS Semarang pada musim 2005/2006. Sayang, baru melakoni beberapa laga ia langsung cedera parah kala Usep Munandar, bek Persib Bandung saat itu, menebas kaki Julian dari belakang dan membuat kaki pemain sayap tersebut patah. Cedera Julian kemudian tidak bisa sembuh total dan ia harus pensiun dini lalu beralih profesi menjadi penyanyi.

Setali tiga uang dengan Emalue Serge, cedera parah di usia muda menghambat perkembangannya. Ia kesulitan untuk kembali ke puncak performa setelah kakinya patah akibat dilanggar bek Persipura, Bio Paulin.

Mencari penyebab mengapa wasit di Indonesia terkadang tidak tegas amatlah sulit. Banyak faktor yang dapat memengaruhi keputusan sang pengadil lapangan, seperti intimidasi suporter tuan rumah, protes berlebihan sang pemain, dan area pandang yang terbatas.

Padahal, para wasit di Indonesia sebelumnya telah diberi materi FIFA Law of The Game oleh perwakilan AFC pada tanggal 7-9 April lalu di Hotel Acacia, Salemba, Jakarta Timur. Dikutip dari Tribunnews, acara yang bertajuk Refereeing Administration Project tersebut adalah yang pertama kali digelar di Indonesia.

Jika tidak segera dibenahi, “tradisi” permainan tarkam ini juga dapat berimbas buruk pada visi sang pemain. Alih-alih mencuri bola dengan cerdik, ia akan memilih melakukan pelanggaran keras. Toh, wasit tidak memberi kartu.

Ini yang membuat kita tak heran kenapa pemain kita seringkali protes dan mudah mendapatkan hukuman kartu di kancah sepak bola internasional. Mengingat ketika bermain di liga domestic, mereka tak pernah dibuat jera dengan kepimpinan yang tegas. Yang terbaru, masih ingat perilaku Abduh Lestaluhu di final leg kedua Piala AFF 2016 di kandang Thailand?

Jadi, bagaimana solusi selanjutnya, PSSI?

Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.