Suara Pembaca

Peran Psikologi dalam Pemulihan Cedera Pemain

Berkarier sebagai pemain sepak bola tentunya memiliki resiko yang besar untuk mendapatkan cedera. Cedera fisik yang dialami pemain tentu saja akan mempengaruhi psikis mereka. Efek traumatis yang ditimbulkan dari cedera yang pernah dialami pemain dapat membuat penampilan mereka berubah dan mungkin tidak dapat semaksimal sebelum mereka cedera.

Belum lagi waktu istirahat yang harus dijalani oleh pemain untuk memulihkan kondisi. Mungkin untuk cedera ringan seperti keseleo akibat salah jatuh masih bisa diatasi dalam jangka 2-3 hari saja. Namun, apabila cedera lutut atau engkel yang parah dan diharuskan operasi, tentu saja dapat memakan waktu berbulan-bulan. Cedera yang sama bukan tak mungkin dapat terulang ketika mereka kembali bermain mengingat sepak bola merupakan olahraga yang mengutamakan fisik.

Luke Shaw yang pernah mengalami patah kaki ketika memperkuat Manchester United melawan PSV Eindhoven pada 2015 lalu terpaksa menepi dari lapangan karena harus melakukan operasi. Hal ini tentunya tak mudah bagi Shaw mengingat usianya yang masih muda saat itu dan ternyata pihak MU sendiri telah menyiapkan psikolog untuk membantu pemulihan mental Shaw pasca-cedera parah.

Dikutip dari Juara.net, seorang sumber dari MU mengatakan bahwa bagian dari proses penyembuhan akan melibatkan pemain untuk menghadapi masalah mental dan memori buruk tentang apa yang terjadi malam dimana ia mengalami cedera. Pemulihan secara psikis diharapkan mampu mengembalikan kesiapan pemain untuk kembali bermain.

Hendro Siswanto yang merupakan pemain Arema FC, juga sempat mengaku masih memiliki rasa takut akan cedera yang pernah dialaminya beberapa waktu lalu. Dia masih bermain sangat hati-hati dan takut terlibat duel berbahaya. “Saya masih takut kalau terjadi masalah lagi pada lutut saya. Masih kurang lepas,” tuturnya dikutip dari Malang Post setelah final Piala Presiden 2017 lalu.

Trauma akibat cedera membuat pemain kurang maksimal ketika kembali ke lapangan. Bayangan ketika mengalami cedera menjadi momok tersendiri bagi pemain. Apalagi untuk mereka yang mengalami cedera parah atau ketika pemain merasa berada di puncak performanya.

Hal ini seharusnya menjadi perhatian tersendiri, baik bagi para pelaku olahraga, maupun manajemen tim yang menaungi pemain. Memberikan dukungan dan semangat akan membuat pemain dapat memulihkan cederanya bahkan sebelum jangka waktu yang ditentukan oleh dokter atau ahli medis.

Lalu bagaimana mengatasi trauma pasca-cedera? Ada banyak intervensi atau metode psikologi yang dapat digunakan untuk membantu proses pemulihan pemain. Berikut cara-caranya:

Edukasi

Dalam fase ini, penting untuk ahli medis memberikan deskripsi anatomi cedera dan jadwal pemulihan. Pemain juga perlu tahu bagaimana proses pemulihan melibatkan nyeri otot dan stasis. Mereka bahkan harus menyadari bahwa cedera tidak hanya menghasilkan rasa sakit.

Pemain harus belajar untuk tidak menggunakan obat penghilang rasa sakit yang berlebihan dan mengenali nyeri cedera yang merupakan gejala negatif dan nyeri rehabilitasi yang akan mereka rasakan. Visi yang jelas dari program pemulihan akan mengurangi kecemasan pemain dan membuat mereka lebih realistis melihat situasi.

Menetapkan tujuan (goal-setting)

Menetapkan tujuan menentukan peningkatan motivasi dan komitmen, serta akan memberikan arahan untuk mengoptimalkan pemulihan. Menetapkan tujuan yang jelas dan realistis akan merangsang motivasi pemain baik jangka pendek dan jangka panjang. Penetapan tujuan yang efektif memungkinkan pemain untuk memantau sampai di mana progress pemulihan cedera mereka. Selain itu, hal ini akan mengurangi kecemasan dan meningkatkan kepercayaan diri pemain untuk kembali bermain dan bersaing di lapangan.

Visualisasi (imagery)

Teknik visualisasi atau imagery biasa digunakan untuk memperbaiki kepercayaan diri pemain dengan membayangkan situasi yang mereka alami, mulai dari gambaran apa yang mereka lakukan, mereka lihat, dan suara apa saja yang mereka dengar. Teknik ini dapat membantu untuk mendapatkan relaksasi otot dan memiliki efek fisiologis dalam mengurangi stres.

Selain itu, ketika atlet kembali ke kompetisi, memvisualisasikan adegan cedera dapat mereproduksi kecemasan dan emosi negatif pada pemain. Kemampuan menggunakan relaksasi juga meningkatkan kapasitas mereka untuk mengatasi rasa sakit dan mengontrol kecemasan.

Self-talk

Self-talk dapat diartikan sebagai metode bicara pada diri sendiri untuk berpikir positif dan lebih mengenali diri sendiri. Pemain dapat diminta untuk mengenali dan mengekspresikan rasa sakit mereka ketika mengalami cedera dan bagaimana dampaknya ketika berpikiran negatif. Kemudian pemain diminta mencari sisi positif dari cedera yang mereka alami misalnya dengan menjelaskan adanya dukungan sosial dari orang-orang sekitar dan kemajuan selama pemulihan.

Pernyataan positif yang didapatkan pemain dapat dituliskan pada kertas dan mereka diminta mengulang pernyataan tersebut setiap hari, misalnya dengan berkata, “Aku bisa melakukannya” atau “Aku akan pulih lebih cepat dari yang dokter katakan.” Metode ini juga dapat digunakan untuk meningkatkan konsentrasi dan kepercayaan diri pemain.

Social support (dukungan sosial)

Psikolog, pelatih, dan fisioterapis memiliki kemungkinan untuk mendukung langsung dalam pemulihan cedera pemain. Tetapi mereka juga melibatkan rekan setim pemain tersebut. Fisioterapis yang dekat dengan pemain selama rehabilitasi memberikan dukungan emosional dan informasi yang signifikan.

Dukungan emosional yang diberikan orang-orang sekitar atau keluarga memiliki efek mengurangi depresi, mengurangi kecemasan, dan meningkatkan rasa percaya diri. Selain itu, dukungan yang diberikan oleh pemain lain yang cedera juga berpengaruh pada peningkatan strategi bertahan, motivasi melakukan pengobatan dan kepuasannya, serta mengurangi rasa takut yang dialami pemain tersebut.

Author: Dianita Iuschinta Sepda (@siiemak)
Mahasiswi program magister psikologi di Universitas Airlangga Surabaya. Pecinta kajian psikologi olahraga dan Juventus.