Uncategorized

Mengapa PSSI Menghapus Liga U-21?

Dalam wawancaranya bersama Football Tribe, pelatih U-21 PBFC Borneo FC, Ricky Nelson mengaku akan kecewa bila kompetisi usia muda tidak terselenggara secara reguler dalam format liga. Ricky menyebutkan bahwa AFC mensyaratkan tiap klub yang berlaga di Piala Champions Asia untuk memiliki skuat U-21.

U-21 adalah jenjang terakhir sebelum nantinya para pemain belia menapaki jenjang karier profesional. Bila bakat mereka begitu memikat, nama mereka tetap bisa mengisi skuat senior. Pengelompokan usia ini dibentuk guna mempersiapkan dan menggembleng para pesepakbola.

Ricky mengaku bahwa ia dan klubnya akan mengisi kekosongan dengan membuat dan mengikutsertakan diri ke kompetisi berformat turnamen. Meski demikian, ia tetap berharap format liga tetap ada karena turnamen tentu berbeda dengan konsep liga yang mengikuti format tim utama.

Dengan format liga, para pemain muda dapat merasakan bagaimana rasanya bertandang ke kandang lawan. Mereka juga akan tahu rasanya mengikuti latihan-latihan persiapan, tergantung siapa lawan yang akana mereka hadapi. Dengan begitu, mereka diharapkan tidak kaget saat dipercaya pelatih untuk mengisi skuat utama.

Sayangnya, harapan Ricky tersebut tidak sejalan dengan kehendak induk organisasi sepak bola nasional, PSSI. Pada 17 Maret 2017, tersiar kabar bahwa PSSI memutuskan untuk meniadakan kompetisi berformat liga U-21, dan menggantinya dengan U-19. Masalahnya, sudah banyak klub yang mengadakan seleksi pemain U-21.

Salah satu pihak yang geleng-geleng kepala terhadap keputusan PSSI ini adalah Sriwijaya FC. Pasalnya klub kebanggaan masyarakat Palembang itu telah melakukan seleksi pemain U-21 yang diikuti oleh 542 pemain.

Proses seleksi yang bekerjasama dengan Asosiasi Provinsi (Asprov) tersebut tak pelak menjadi sia-sia. Kabid Pembinaan Asprov PSSI Bambang Supriyanto menyebut keputusan tersebut sebagai hal yang tragis. Seperti yang diberitakan Liputan 6 (18/3), Bambang berkata,

“Ini benar-benar sangat tragis. Karena kami juga bingung mau bilang apa kepada anak-anak yang sudah kami seleksi. Padahal seleksi itu sudah kami rancang dan siapkan sejak jauh hari, tapi hancur dalam keputusan rapat satu hari. Kalau untuk kami pilih atau fokus ke U-19 tidak bisa. Sebab rentang umurnya sangat berbeda.”

Sama dengan langkah nyeleneh kebijakan pergantian maksimal 5 pemain dalam satu laga, keputusan ini juga dibuat tanpa pemberian kejelasan dari pihak PSSI. Kedua peraturan baru pun sedikit berbeda dengan apa yang telah menjadi konvensi sepak bola secara umum.

Joko Driyono, wakil ketua umum PSSI berkilah bahwa klub-klub yang ada telah menyetujui keputusan tersebut. Tetapi mengapa ada klub-klub lain yang mempertanyakan regulasi ini? Lagi dan lagi, keputusan ekstrem dibuat PSSI, di saat kompetisi sudah di ambang mata. Tidak mereka sosialisasikan dan umumkan jauh-jauh hari.

Dengarlah apa yang dikeluhkan Robert Rene Alberts, pelatih PSM Makassar sebagai berikut, “Bukan kabar baik, semua negara berkembang, kuat terutama karena pembinaan pemain muda. Jika bukan U-21, maka mereka dapat menyebutnya tim kedua.

“Banyak pemain di negara Asia tidak siap dengan pemain U-19 untuk tingkat profesional. Karena itu mengapa kita butuh pemain kompetisi level U-21,” ujar pelatih yang pernah membawa Arema juara liga ini.

Suara prihatin juga terdengar dari kubu Barito Putera. Skuat U-21 Laskar Antasari terpaksa dibubarkan demi mematuhi peraturan tersebut. Seperti yang dilaporkan Inilah (21/3), lewat asisten manajernya Syarifuddin Ardasa, skuat U-21 mereka merupakan hasil seleksi dari sekitar 600-an pemain. Setelah dibubarkan, klub terpaksa melepas 13 pemain U-21.

“Cuma yang menjadi masalah, ada 13 pemain U-21 yang terpaksa harus dilepas karena secara usia tak bisa masuk tim U-19. Semoga mereka bisa ditampung oleh klub-klub yang bermain di Liga 3 atau Liga Nusantara ,” katanya berharap.

Pembinaan usia muda memang menjadi cara bagi klub untuk memoles bakat-bakat belia, sehingga nantinya bisa mengisi skuat senior. Selain itu, pengelompokan ini juga menjadi kawah candradimuka bagi para pemain. Jika mereka kalah bersaing, mereka akan mendapatkan perhatian dari para pencari bakat atau scout, sehingga kesempatan untuk bermain di klub lain menjadi terbuka.

Pembinaan pemain berusia muda, di level sepak bola antarnegara, turut mengantar sepak bola Spanyol dan Jerman ke derajat mulia. Selain prestasi yang ditorehkan klub-klub La Liga dan Bundesliga, timnas masing-masing negara juga menjadi kampiun di dua Piala Dunia terakhir.

Anehnya, berlainan dengan PSSI, sampai detik ini mereka masih memiliki skuat U-21 yang terdapat di level klub maupun timnas.

Author: Fajar Martha
Esais dan narablog Arsenal FC di indocannon.wordpress.com