Nama Lampung berada di periferi saat kita membicarakan sepak bola nasional. Pamor mereka belum bisa menyaingi ketenaran PSMS Medan, Semen Padang, serta tentu saja Sriwijaya FC. Kota yang terletak di wilayah paling selatan pulau Sumatra ini seakan hanya bisa menjadi penyimak kegemilangan serta euforia kota-kota lain di Sumatera.
Di era Perserikatan serta Galatama, Anda bisa melihat bahwa tim-tim yang ada merupakan tim yang berasal dari kota besar. Lampung adalah gerbang utama untuk memasuki Sumatera jika kita berangkat dari Jawa. Fakta tersebut membuat kotanya menjadi kota perlintasan yang kosmopolitan, selain juga diberkahi hasil bumi yang meruah.
Tidak seperti 757 Kepri FC, Lampung bukan wilayah yang berdiri oleh hasil pemekaran wilayah. Jejak Lampung di era kolonial pun begitu nyata lewat kepahlawanan Radin Inten. Meski awalnya berada satu wilayah dengan Sumatera Selatan, Lampung menjadi provinsi sendiri sejak 18 Meret 1964.
Nyatanya fakta tersebut tak membuat sepak bola Lampung dapat berbicara banyak. Nama Lampung paling-paling bisa dikaitkan saat kita menyebut nama pelatih berpengalaman Rahmad Darmawan atau bek yang pernah membela panji Arema dan Persib Bandung, Purwaka Yudhi. Keduanya lahir di provinsi yang identik dengan gajah tersebut.
Lampung pernah menorehkan prestasi di kompetisi Galatama pada 1983/1984 lewat klub bernama Yanita Utama, setelah berhasil mengalahkan Mercu Buana dengan skor 1-0. Yanita Utama tampil bak burung phoenix yang bangkit dari kematian, setelah sebelumnya bernama Jaka Utama. Jaka Utama bangkrut akibat praktik suap. Tiga tahun sebelumnya di ajang PON 1981, provinsi Lampung berhasil menjuarai cabor sepak bola lewat skuat yang didominasi pemain-pemain dari Jaka Utama.
Lampung sempat sedikit mewarnai kancah sepak bola lewat nama Lampung FC. Klub ini merupakan peralihan dari PSBL Bandar Lampung. Nahas, meski berhasil menjadi finalis LPI pada 2013, status mereka yang berpihak ke kompetisi tandingan membuat Lampung FC tidak bisa promosi ke Indonesia Super League. Oleh karena hal ini, pihak manajemen pun memutuskan untuk membubarkan klub.
***
Masyarakat Lampung dapat kembali mengharapkan kebangkitan sepak bola kota mereka setelah pada Februari 2017 berdiri sebuah klub bernama Lampung Sakti.
Seperti halnya 757 Kepri Jaya FC, Lampung Sakti pun menjadi klub yang berdiri akibat proses akuisisi. Sebelumnya klub ini bernama Persires Rengat dan telah empat kali berganti nama dan lokasi. Berdiri pada tahun 2011, Persires sempat menjadi Bali Devata FC, Persires Cirebon FC, Persires Kuningan, Persires Sukoharjo, kembali lagi menjadi Persires Rengat, lantas berubah menjadi Lampung Sakti. Transisi yang cukup membuat pusing, ya?
Melihat kenyataan di atas, kita tentu tidak menghendaki jika Lampung Sakti hanya menjadi sekadar catatan kaki sejarah sepak bola nusantara, lalu berganti nama dan lokasi. Tetapi, publik Lampung bisa sedikit bernapas lega karena yang membiayai proses akuisisi ini adalah sebuah perusahaan swasta yang bergerak di sektor agrikultur, PT. Great Giant Pineapple (GGP). GGP adalah perusahaan yang memroduksi nanas kalengan dan berdiri sejak 1979. Di situsweb resmi, mereka bahkan berani menobatkan diri sebagai perusahaan yang mengoperasikan kawasan terintegrasi pengalengan nanas terbesar di dunia (integrated canned pineapple facility).
Dari sisi manajemen, klub memercayakan nama Mahfud Santoso untuk menjadi manajer tim yang berada di Lampung Tengah ini. Di suatu kesempatan wawancara pada Januari lalu, ia berharap agar imbuhan kata “sakti” turut menjadi tuah bagi klub ini.
Selain itu, ada kesamaan lain dengan 757 Kepri Jaya FC. Terdapat warna Persib di tataran manajemen klubnya masing-masing. Bila di Kepri FC warna tersebut diwakili pelatihnya, Jaino Matos, di Lampung Sakti bahkan disisipi tiga nama eks Persib, yakni Nova Arianto (yang sebelumnya menjadi pelatih Madiun Putra), Tema Mursadat, dan Sonny Kurniawan.
https://www.instagram.com/p/BQb6mypDeMP/
Dengan mengakuisisi klub Liga 2, maka di kompetisi inilah yang menjadi ajang untuk Lampung Sakti berkiprah. Mahfud pun langsung menargetkan promosi ke Liga 1 sebagai target utama. Selain itu, masih lewat penuturan Mahfud, Lampung Sakti juga memberi prioritas tinggi bagi pemain-pemain asli Lampung. Hal itu akan diwujudkan pelan-pelan melalui pembentukan tim-tim berbagai usia, serta pembangunan sarana-sarana utama seperti sasana berlatih.
Dari pemantauan saya, klub ini belum memiliki situs resmi yang bisa dijadikan wadah pertukaran informasi. Meski begitu, mereka memanfaatkan medium Twitter dan Instagram untuk berbagi kisah kepada khalayak. Sebagai klub baru, mereka mencoba memikat partisipasi ‘calon’ penggemar lewat kompetisi memberi nama julukan klub. Kompetisi tersebut mereka umumkan di kedua media sosial tersebut.
***
Selain beberapa nama yang telah saya sebut di bagian awal tulisan, sepak bola Lampung juga pernah menggebrak saat kotanya kedatangan dua nama besar sepak bola tanah air: Paul Cumming dan Elie Aiboy.
Paul, yang kini hidup sederhana di Batu, Malang, pernah membuat PSBL Bandar Lampung berbicara banyak. Paul pernah cukup sukses membawa salah satu klub dari tanah Papua, yaitu Perseman Manokwari.
Sementara Elie, mantan pemain andalan timnas, direkrut klub Lampung lainnya, SS (Sakai Sambayan) Lampung FC. Klub ini adalah jelmaan dari Lampung FC yang membubarkan diri pasca-final Divisi 1 LPI 2013 melawan PSS Sleman. Elie, yang pernah mempersembahkan treble bagi klub Malaysia Selangor FC, kini menjadi pelatih SS Lampung FC, yang akan mengarungi kompetisi kasta ketiga, Liga Nusantara atau Liga 3.
Kehadiran Lampung Sakti setidaknya telah menjadi pilihan baru bagi pencinta sepak bola provinsi tersebut. Meski masih diselimuti kesimpangsiuran, Liga 2 tentu memiliki gengsi dan kemeriahan yang lebih tinggi ketimbang Liga Nusantara.
Agenda selanjutnya, Lampung Sakti menetapkan tanggal 2 April 2017 nanti sebagai momen untuk memperkenalkan klubnya kepada publik sepak bola tanah air. Hari itu mereka akan menghadapai sang rival yang sejak dekade 2000-an mereka cemburui, Sriwijaya FC.
Mampukah Mahfud, Nova, dan segenap penggawa Lampung Sakti merebut perhatian publik Lampung? Jawaban yang masih kita tunggu lama. Seiring prestasi yang mereka raih di atas lapangan, suporter akan berkerumun dan menjadi loyal. Hal itu juga akan membentuk budaya sepak bola yang positif, sebagaimana yang telah ditunjukkan Laskar Wong Kito.
Author: Fajar Martha
Esais dan narablog Arsenal FC di indocannon.wordpress.com