Kolom Nasional

Siapakah Pemegang Hak Siar Liga 1?

Usai mengumumkan jadwal kick-off perdana kompetisi Liga 1 yang dimulai tanggal 17 April mendatang, baru-baru ini federasi sepak bola Indonesia (PSSI) juga telah mengumumkan sponsor utama kompetisi yang kali ini dipegang oleh perusahaan jasa transportasi online yang cukup populer, GO-JEK.

Meski ada sinisme yang merebak terkait molornya jadwal dan keputusan PSSI menyepakati kerjasama dengan GO-JEK, sejatinya khalayak pencinta sepak bola nasional tetap antusias dengan berita tersebut. Sebab dua berita itu semakin menunjukkan titik terang perihal kepastian diselenggarakannya kompetisi Liga 1 yang begitu lama dinantikan.

Setelah waktu penyelenggaraan dan sponsor kompetisi didapatkan kepastiannya, maka ada satu pertanyaan lain yang pasti menyeruak di kepala para pencinta sepak bola nasional: stasiun televisi mana yang bakal menyiarkan pertandingan-pertandingan di Liga 1 atau bahkan juga Liga 2?

Sudah sejak lama, masyarakat Indonesia dikenal sebagai penggila sepak bola, khususnya menonton pertandingan. Bahkan dahulu Indonesia sempat disebut-sebut sebagai surganya tontonan liga-liga mancanegara, utamanya Eropa, lantaran banyak sekali stasiun televisi tanah air yang menjadi pemegang hak siar dan menayangkannya secara gratis.

Tercatat ada kompetisi Bundesliga Jerman, Eredivisie Belanda, La Liga Spanyol, Liga Primer Inggris dan Serie A Italia yang pernah menghiasi layar kaca. Tiga kompetisi terakhir bahkan masih wara-wiri sampai hari ini di beberapa kanal televisi.

Walau kerap diberondong aksi-aksi ciamik dari para pemain kelas dunia yang merumput di liga-liga top Eropa, nyatanya masyarakat Indonesia juga sama antusiasnya ketika menonton pertandingan yang melibatkan klub-klub lokal di televisi.

Atmosfer yang tercipta kala menyaksikan tim-tim dengan nama besar dan punya basis suporter kuat macam Arema Malang, Persib Bandung, Persija Jakarta, Persebaya Surabaya atau bahkan PSS Sleman justru lebih ekstrem ketimbang saat melihat klub-klub ngetop macam Barcelona, Manchester United atau Real Madrid berlaga. Satu bukti nyata jika masyarakat Indonesia masih tetap mencintai kompetisi lokalnya.

Dan selayaknya kompetisi-kompetisi liga papan atas Eropa yang jadi rebutan banyak kanal televisi, situasi serupa juga menjangkiti kompetisi nasional garapan PSSI. Ada banyak stasiun televisi yang sempat jadi pemegang hak siar.

Kalau saya tidak salah ingat, setidaknya Liga Indonesia pernah ditayangkan secara eksklusif oleh ANTV dan RCTI saat bernama Djarum Indonesian Super League (ISL) dan Liga Indonesia Bank Mandiri (LIBM) dahulu.

Antusiasme masyarakat terhadap sepak bola menjadi salah satu alasan mengapa banyak sekali stasiun televisi berlomba-lomba menjadi pemegang hak siar. Sayangnya, publik seringkali tak mengetahui berapa besaran kontrak yang disepakati oleh stasiun televisi dan PSSI. Padahal bila publik mengetahuinya, cita-cita akan tata kelola sepak bola nasional yang transparan bisa ikut digapai. Namun kabarnya, profit yang bisa diraup televisi dari menayangkan kompetisi lokal cukup besar.

Selama beberapa waktu terakhir, khususnya usai PSSI mengumumkan jadwal kick-off Liga 1 dan Liga 2, kabarnya ada beberapa perwakilan televisi yang telah mendekati pihak PSSI guna melakukan penawaran. Nama-nama tradisional seperti Emtek Group (Indosiar dan SCTV), MNC Group (Global TV, MNC TV dan RCTI), Netmedia dan Vivagroup (ANTV dan TVOne) jadi kubu yang paling gencar melobi PSSI.

Dari info terbaru yang beredar di dunia maya (namun masih perlu ditunggu rilis resminya), hak siar Liga 1 musim 2017 nanti bakal dipegang oleh kelompok yang disebut paling akhir. Apabila benar, dengan memiliki lebih dari satu saluran televisi, maka opsi laga yang bakal disiarkan secara langsung pun lebih beragam. Tentu saja hal ini dapat membuat publik merasa lebih senang dan puas.

Lebih jauh, setelah carut-marutnya kondisi persepak bolaan nasional akibat terkena sanksi yang dijatuhkan oleh induk organisasi sepak bola dunia (FIFA), bergulirnya kompetisi resmi nanti harus bisa jadi titik awal perubahan menuju ke arah yang lebih positif. Jangan sampai kebusukan yang sudah lama membelenggu sepak bola nasional kita justru tetap dilestarikan. Pihak televisi, dalam hal ini para pemegang hak siar, juga harus turut serta demi tercapainya hal tersebut.

Apalagi selama tak ada liga resmi garapan PSSI, sejumlah turnamen ‘pengisi waktu luang’ macam Piala Bhayangkara, Piala Jenderal Sudirman dan Piala Presiden juga tetap diminati masyarakat dan jadi rebutan pihak televisi. Artinya, laga sepak bola tetap menjadi magnet yang tinggi untuk disiarkan ke penjuru negeri.

Tapi patut diingat juga selama penyelenggaraan turnamen-turnamen itu ada cukup banyak permasalahan yang terjadi. Baik dari kualitas tayangan yang kurang maksimal, rasa kesal para penonton terhadap komentator, sampai banyaknya aturan-aturan resmi FIFA yang ditabrak seenaknya demi uang (baca: pendapatan dari iklan). Tentunya hal tersebut menjadi pekerjaan rumah bagi PSSI dan pemegang hak siar Liga 1 dan Liga 2 (jika ada) kelak. Jangan sampai permasalahan serupa muncul kembali dan justru membuat masyarakat merasa antipati.

PSSI dan pemegang hak siar juga harus membuat kesepakatan mengenai jadwal pertandingan yang telah disusun sedemikian rupa demi mengakomodasi klub-klub yang berlaga. Akan menjadi sebuah aib jika peristiwa diubahnya jadwal pertandingan secara mendadak dan seenaknya karena tekanan pihak televisi demi menyesuaikan dengan program acara garapan mereka kembali terulang. Sikap ala Firaun tersebut harus dibuang jauh-jauh bila PSSI dan pemegang hak siar liga nanti benar-benar menyasar profesionalisme.

Sungguh menarik untuk mengetahui gebrakan macam apa yang bakal disuguhkan pemegang hak siar kompetisi kali ini. Namun yang pasti, jangan sampai hal tersebut malah menodai regulasi resmi yang sudah ditetapkan oleh FIFA agar tata kelola sepak bola nasional benar-benar semakin profesional.

Author: Budi Windekind
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional