Liga Italia tak diragukan lagi adalah liga yang identik dengan tipu muslihat atau yang dikenal dengan istilah furbizia dalam bahasa Italia. Mulai dari provokasi pada pemain lawan, tactical fouls, hingga aksi diving untuk menipu wasit dan merugikan lawan. Dari ketiga contoh furbizia tersebut, diving adalah contoh yang paling sering menjadi topik bahasan publik sepak bola.
Diving (menyelam) sebenarnya adalah salah satu cabang olahraga yang turut dipertandingkan di Olimpiade. Karena gerakan atlet diving yang melompat jatuh ke bawah air, istilah diving kemudian juga digunakan di sepak bola untuk menyebut gerakan pemain yang pura-pura jatuh atau pura-pura dilanggar lawan agar mendapat hadiah penalti atau membuat pemain lawan diberi kartu kuning atau merah.
Meskipun curang, ilegal, dan tidak sportif, namun aksi diving seorang pemain dapat menjadi penentu kemenangan timnya. Masih ingat dengan kemenangan Italia di babak 16 besar Piala Dunia 2006 melawan Australia? Pertandingan tersebut dimenangkan oleh Italia dengan skor 1-0 lewat penalti Fransesco Totti di detik-detik terakhir jelang babak kedua usai.
Proses terjadinya penalti yang kemudian menjadi perdebatan karena Fabio Grosso sebenarnya tidak dilanggar oleh Lucas Neill, namun dirinya sengaja menjatuhkan diri (diving). Grosso kemudian mengakui “dosa” yang dilakukannya, namun ia berdalih bahwa itu perlu dilakukannya agar Italia melaju ke babak selanjutnya.
Tuntutan agar timnya memenangkan pertandingan membuat beberapa pemain melakukan segala hal untuk menunaikan tugasnya meskipun dengan cara ilegal sekalipun, seperti diving. Namun melakukan diving bukanlah perkara mudah. Diperlukan timing yang tepat serta gerakan yang meyakinkan seolah-olah ia memang dilanggar. Jika salah perhitungan dan terlihat oleh wasit, maka sang pemain akan langsung diberi kartu kuning. Sebuah usaha yang sia-sia dan memalukan.
Berikut ini adalah daftar lima divers terburuk yang dirilis oleh Squawka. Mereka gagal memperlihatkan akting yang menawan sehingga harus dikartu kuning wasit karena aksi diving-nya. Data diambil sejak musim 2014/2015 di liga-liga top Eropa.
Nama Pemain | Klub | Jumlah diving |
Dries Mertens | Napoli | 6 |
Domenico Berardi | Sassuolo | 4 |
Alvaro Morata | Real Madrid | 4 |
Balde Keita | Lazio | 4 |
Alejandro Gomez | Atalanta | 4 |
Dari tabel di atas, dapat kita lihat bahwa empat dari lima pemain yang paling sering tertangkap diving bermain di Liga Italia. Namun dari empat pemain Liga Italia tersebut, hanya satu yang merupakan pemain asli Italia, Domenico Berardi.
Franz Beckenbauer pernah berkata bahwa sepak bola adalah cerminan sebuah bangsa. Budaya Italia yang identik dengan negara yang licik tercermin dari ulah para pemainnya di lapangan hijau. Ajaibnya, budaya furbizia kini sudah mulai menular ke pemain asing, atau yang biasa disebut stranieri.
Jika dari tabel tersebut kita fokuskan ke dua nama saja, Dries Mertens dan Balde Keita, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa rekor buruk yang mereka raih mungkin karena belum lama berkarier di Serie-A, sehingga belum memiliki pengalaman yang cukup untuk melakukan diving. Baik Mertens maupun Keita baru memulai kiprahnya di Liga Italia sejak musim 2013/2014.
Akan tetapi, apabila kita menyimak buku The Italian Job karangan Gianluca Vialli, diving di sepak bola Italia wajar terjadi karena di Italia, sepak bola adalah sebuah pekerjaan, bukan sebuah permainan. Kemenangan wajib dicapai entah bagaimanapun caranya. Hal ini berbeda dengan Inggris yang menganggap sepak bola adalah permainan. Gianluca Vialli sendiri sempat bermain di Liga Italia bersama Cremonese, Sampdoria, dan Juventus, serta di Liga Primer Inggris bersama Chelsea.
Meskipun diving di sepak bola dianggap curang, namun hal itu tidak akan lepas dari sepak bola Italia. Karena selain sepak bola yang merupakan sebuah pekerjaan, furbizia (dalam hal diving khususnya) adalah sebuah seni bagi Italia, yakni seni tipu muslihat.
Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.