Kolom Eropa

Kilau Kasper Dolberg

Usai terakhir Feyenoord Rotterdam menjuarai Piala UEFA di musim 2001/2002 silam, penampilan klub-klub Belanda di kompetisi antarklub Eropa memang merosot drastis. Bahkan, menurut koefisien UEFA per Maret 2017, posisi Belanda bahkan sudah terlempar dari 10 besar. Negeri kincir angin bahkan ada di bawah Rusia, Swiss dan Ukraina, negara-negara yang secara historis tak memiliki tradisi ciamik di kompetisi antarklub benua biru.

Lebih jauh, kondisi ini dapat disimpulkan bila tim-tim asal Belanda mengalami penurunan kualitas dalam satu setengah dekade terakhir. Jika dahulu Ajax Amsterdam, Feyenoord, PSV Eindhoven atau bahkan Vitesse Arnhem punya taring tajam saat mentas di kompetisi regional, maka hal serupa tak terjadi lagi saat ini.

Di periode yang sama pula, liga sepak bola di Belanda, Eredivisie, juga mengalami penurun gengsi. Kini, Eredivisie justru lebih dikenal sebagai liga feeder yang menyediakan dan menghasilkan pemain-pemain bertalenta yang kemudian siap diekspor ke Bundesliga Jerman, La Liga Spanyol, Liga Primer Inggris maupun Serie A Italia.

Maka tak perlu terkejut apabila Eredivisie saat ini lebih banyak diisi pemain-pemain belia. Berdasarkan data yang dihimpun dari transfermarkt.co.uk., rataan usia pemain dari 18 tim yang mentas di Eredivisie musim 2016/2017 pun tak ada yang melebihi 26 tahun. Roda JC Kerkade yang punya Nicolas Anelka sebagai konsultan akademi jadi tim dengan rataan usia tertua, 25,9 tahun. Sementara klub yang memegang rekor juara Eredivisie terbanyak, Ajax, menjadi klub dengan rataan usia termuda, 22,6 tahun.

Situasi macam ini tentu memberi dampak tersendiri bagi Eredivisie. Di satu sisi, kompetisi yang sudah eksis sejak musim 1955/1956 ini menunjukkan bahwa mereka sangat ramah bagi pemain muda untuk mengembangkan diri. Di sisi lain, ketiadaan pemain-pemain dengan usia matang, di mana level kebintangan seorang pemain biasanya ada di titik ini, membuat Eredivisie kehilangan gengsi terbaiknya.

Kembali ke urusan pemain muda, selama musim 2016/2017 kali ini, ada satu sosok yang amat mencuri perhatian banyak kalangan berkat serangkaian penampilan meyakinkan yang berhasil ditunjukkannya. Figur belia yang saya maksud adalah penyerang kepunyaan Ajax bernama Kasper Dolberg.

Bocah berambut pirang ini secara resmi diangkut Ajax pada musim dingin 2015 silam dari IF Silkeborg, kesebelasan asal Denmark. Kala itu dirinya bahkan baru mencapai usia cukup belia, 17 tahun. Namun Dolberg sendiri baru benar-benar pindah ke Belanda pada musim panas tahun yang sama.

Di usianya yang masih sangat muda itu, Dolberg memang tak langsung berlaga di tim utama Ajax. Dirinya mesti “sekolah” terlebih dahulu di tim junior De Godenzonen, Jong Ajax. Bersama tim yang mentas di Eerste Divisie tersebut, pelan-pelan Dolberg bisa menampilkan potensi luar biasa yang dimilikinya. Kenyataan tersebut membuat manajemen Ajax menepuk dada, dana yang mereka investasikan untuk Dolberg berbuah manis.

Kedatangan Peter Bosz sebagai hoofdtrainer Ajax yang baru menggantikan Frank De Boer di awal musim 2016/2017 juga memengaruhi perkembangan Dolberg secara signifikan. Pelatih berumur 53 tahun itu tanpa disangka-sangka justru menjadikan Dolberg sebagai penyerang utama De Godenzonen.

Di mata pelatih yang juga pernah menukangi De Graafschap dan Heracles Almelo tersebut, Dolberg memang punya sesuatu yang lebih dibanding striker-striker Ajax yang lain. Skill penyerang belia asal Denmark ini dirasa mumpuni untuk menunjang pola permainan kesukaannya.

Kepercayaan sang pelatih nyatanya juga sukses dibalas dengan cara yang brilian oleh Dolberg. Sejauh ini, pemain bernomor punggung 25 ini sanggup menjebol gawang lawan sebanyak 15 kali di seluruh ajang yang pernah dan masih diikuti Ajax. 11 gol diantaranya sukses dibuat Dolberg di Eredivisie, setidaknya sampai pekan ke-25.

Walau koleksi tersebut masih tertinggal dari penyerang Feyenoord yang juga berasal dari Denmark dan duduk sebagai pencetak gol terbanyak sementara, Nicolai Jorgensen, setidaknya Dolberg telah menunjukkan kapabilitas apiknya.

Adanya Dolberg di sektor depan Ajax musim ini sangat membantu usaha mereka untuk terus bersaing memperebutkan gelar juara Eredivisie. Hingga tulisan ini dibuat, Ajax masih nangkring di peringkat dua klasemen sementara, berselisih empat poin dari Feyenoord yang nyaman duduk di puncak.

Berkat Dolberg pula, kans De Godenzonen untuk terus melaju atau bahkan meraih gelar juara di ajang Liga Europa musim 2016/2017 tetap terbuka. Satu gol yang dibuatnya kala Ajax tumbang 1-2 pada laga tandang melawan F.C. Kobenhavn (9/3) di leg pertama babak 16 besar merupakan modal berharga sebelum minggu ini menjamu tim asal Denmark tersebut di leg kedua yang akan dimainkan pada (16/3) mendatang.

Penggemar game terkenal buatan Sports Interactive, Football Manager, saya rasa juga pasti mengenal sosok yang satu ini. Talenta berbakat yang dipunyai Dolberg sudah pasti terendus oleh game yang database-nya konon juga digunakan beberapa klub sepak bola profesional untuk memantau pemain-pemain muda berbakat di penjuru dunia.

Performa gemilang yang ditampilkan Dolberg selama berseragam Ajax hingga detik ini pada akhirnya memunculkan ketertarikan dari banyak klub raksasa Eropa yang lain. Kabarnya, tiga klub asal Inggris yaitu Chelsea dan duo Manchester, serta Borussia Dortmund dari Jerman siap menebus Dolberg sesuai dengan banderol yang diinginkan manajemen De Godenzonen.

Lebih dari itu, munculnya kilau Dolberg di musim ini tentu menyiratkan sebuah kebangkitan dari dunia sepak bola Denmark yang dalam beberapa terakhir tampak inferior. Bersama Christian Eriksen, Pierre-Emile Hojbjerg, Jorgensen dan Lasse Schone, Dolberg bisa menjadi pilar-pilar utama tim nasional yang pernah menggenggam trofi Piala Eropa 1992 itu di masa yang akan datang.

Masyarakat Denmark pantas berharap jika Dolberg bisa mereplikasi penampilan kakak beradik Laudrup, Michael dan Brian, yang jadi legenda bagi timnas berjuluk Tim Dinamit tersebut. Dan sebisa mungkin tidak berupaya menyerupai karier seniornya yang kini “mengasingkan diri” di Norwegia bersama Rosenborg, Nicklas Bendtner.

Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional