Kompetisi Eredivisie 1998/1999 adalah salah satu musim paling membahagiakan bagi pendukung kesebelasan Feyenoord Rotterdam. Pasalnya, di akhir musim tersebut, tim yang berdiri pada tahun 1908 dengan nama Wilhelmina ini memperoleh titel juara liganya yang ke-14 sepanjang sejarah.
Saat itu, klub berjuluk De Trots Van Zuid alias Kebanggaan dari Selatan (kota pelabuhan Rotterdam terletak di wilayah selatan Belanda) ini berhasil mempecundangi Willem II Tilburg yang menguntit di posisi kedua serta dua rival abadinya di Eredivisie, Ajax Amsterdam dan PSV Eindhoven.
Eks pelatih Real Madrid di penghujung tahun 1980-an, Leo Beenhakker, menjadi otak kesuksesan yang dicapai Feyenoord. Pulang ke Rotterdam (pada musim 1976-1979, Beenhakker menjadi pelatih tim muda Feyenoord) per musim 1997/1998, Beenhakker berhasil membangun skuat yang tangguh untuk bersaing memperebutkan gelar juara liga.
Beberapa nama pemain yang saat itu menjadi andalan Beenhakker sudah pasti tidak asing di telinga Anda, penikmat Eredivisie medio 90-an seperti saya. Mereka adalah Paul Bosvelt, Julio Ricardo Cruz, Jerzy Dudek, Bonaventure Kalou, Patrick Paauwe dan tentu saja sang kapten, Jean-Paul Van Gastel.
Meski begitu, ada satu nama lain yang takkan mungkin lekang dari ingatan para fans Feyenoord atas keberhasilan waktu itu. Dialah penyerang muda asal Denmark, yang ketika itu baru berumur 22 tahun, Jon-Dahl Tomasson.
Beenhakker berhasil mendongkrak penampilan Tomasson yang kurang menggigit kala berkostum Newcastle United semusim sebelumnya. Dibawah bimbingan sang pelatih gaek, Tomasson menjadi duet sehati Cruz atau Robin Nelisse di lini depan. Di musim 1998/1999 itu, Tomasson sukses menggelontorkan 13 gol dari 33 penampilan. Berbanding amat jauh dengan catatan 3 gol dari 23 partai yang dibuatnya kala berkostum The Magpies.
Pencapaian tersebut akhirnya membuat satu dari sebelas pemain inti Feyenoord sudah pasti menjadi milik Tomasson. Bahkan hingga Beenhakker pergi dan digantikan Bert Van Marwijk, posisinya tak tergoyahkan. Bersama Van Marwik pula, Tomasson akhirnya menggondol titel Eropa pertamanya dalam wujud Piala UEFA di musim 2001/2002.
Feyenoord menjadi kawah candradimuka bagi Tomasson untuk mematri statusnya sebagai salah satu penyerang terbaik Denmark yang pernah eksis. Hingga kemudian raksasa Italia, AC Milan, datang mencomotnya di awal musim 2002/2003.
Berselang satu setengah dekade kemudian, tepatnya di musim 2016/2017, Feyenoord seakan ingin mengulang keberhasilan mereka berinvestasi terhadap talenta Denmark. Adalah penyerang asal klub F.C. Copenhagen, Nicolai Jorgensen, yang didaratkan ke stadion De Kuip lewat mahar 3.5 juta euro dengan kontrak berdurasi lima musim.
Di bawah asuhan legenda hidup Feyenoord dan juga eks pemain Barcelona, Giovanni Van Bronckhorst, Jorgensen menjadi salah satu kepingan penting kesebelasan Belanda pertama yang merengkuh trofi Piala/Liga Champions ini. Keberadaan Jorgensen di sektor depan De Trots Van Zuid benar-benar menjadi senjata ampuh buat mengobrak-abrik lini belakang tim lawan.
Bersama Eljero Elia dan Dirk Kuyt, Jorgensen membentuk trisula maut yang bisa menghunus mereka yang lemah dan tak mampu melindungi gawangnya dengan baik. Secara keseluruhan, kontribusi gol dari trio pemain di lini depan ini amat signifikan, berjumlah 28 butir, di mana itu separuh dari total gol Feyenoord hingga pekan ke-20 Eredivisie musim 2016/2017.
Dari 28 gol yang dibuat trio ini, Jorgensen sendiri punya tabungan terbanyak dengan jumlah 14 buah. Prestasi yang patut diapresiasi walau ini adalah musim debutnya di kasta tertinggi sepak bola Belanda.
Walhasil, mulai banyak pendukung Feyenoord yang membandingkan Jorgensen dengan perjalanan seniornya, Tomasson. Pemain bernomor punggung sembilan ini bak menapak tilas dongeng indah seniornya tersebut di musim perdananya di negeri Belanda. Apalagi, sumbangsih Jorgensen sejauh ini juga sukses menempatkan klub yang dibelanya bercokol di posisi teratas Eredivisie.
Di musim perdananya bertarung di jagad Eredivisie kali ini, persis seperti Tomasson lima belas tahun yang lalu, sanggupkah Jorgensen mengulangi pencapaian serupa?
Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional