“When everything is lost, sometimes you are more dangerous”, kiranya begitu ucap Andres Iniesta beberapa saat sebelum laga kedua babak 16 besar yang mempertemukan tuan rumah Barcelona dan tamunya, Paris Saint-Germain (PSG) dimulai dini hari tadi.
Saya tidak malu memberitahumu kalau sebelum laga, saya mengharapkan tim kaya raya dari Prancis ini yang akan melenggang mulus ke babak perempatfinal. Keunggulan empat gol adalah harta berharga. Tidak ada sejarahnya dalam Liga Champions selama ini, ada sebuah tim yang mampu membalikkan defisit empat gol dan berhasil lolos.
Dan kamu tahu, sejarah memang harus mengingat jelas bahwa Barcelona nyatanya menjadi tim pertama yang melakukan kemustahilan itu. Melakukan hal-hal surealis yang melawan nalar dan logika manusia normal. Dan, ya, memang begitulah Barcelona. Di urat nadi sepak bola mereka, mengalir semangat revivalis khas Catalan yang kalau saja kamu peka, itu tampak jelas di pertandingan semalam.
Bermain dengan tiga bek, memasang garis pertahanan tinggi, mampu mencetak tiga gol krusial saat laga memasuki menit-menit akhir. Dan kamu tahu yang Barcelona hasilkan? Membalikkan prediksi orang, menjawab keraguan serta sinisme dan menyempurnakan remontada terbaik yang pernah saya tonton sejak malam aneh di Istanbul 2005 lalu.
Orang-orang Catalan mengajarkan bahwa sepak bola bukan hanya perihal memainkan umpan pendek dari kaki ke kaki serta memanfaatkan ruang belaka. Mereka memainkan sepak bola sebagai propaganda. Mereka juga memainkan sepak bola sebagai manifesto perlawanan sosial politik yang dibalut kemegahan dan kebanggaan untuk menjadi suatu entitas yang besar.
Saya rasa itulah alasan mutlak kenapa melatih Barcelona sangat amat melelahkan dan Pep Guardiola serta Luis Enrique tahu benar beban itu. Kamu tidak hanya dituntut memenangkan trofi belaka di tim ini, tapi juga menaikkan derajat Catalan agar lebih tinggi dari Madrid, si kaya brengsek yang dicintai penguasa. Dan bagaimana cara menaikkan derajat itu? Dengan memainkan dan memenangi pertandingan sepak bola dengan cara yang megah.
Orang percaya Barcelona hanya punya peluang tipis untuk mengejar empat gol PSG. Orang bilang, Enrique bukan pelatih yang baik karena ia beruntung memiliki tiga penyerang terbaik dunia dalam timnya. Tapi kamu tahu, tepat ketika kamu meremehkan Barcelona, kamu lupa, tim ini memang terbiasa melawan ketakutan sekaligus menantang harapan.
FC Barcelona memang didirikan dengan semangat itu. Semangat perlawanan atas rezim diktator Jenderal Franco yang fasis. Barcelona juga mewarisi semangat untuk menantang harapan, karena mereka mewakili kaum marjinal Catalan untuk melawan supremasi kaum aristokrat ibu kota. Ketika harapan sewajarnya ada untuk diidamkan, Barcelona memilih untuk menantang hidup agar tunduk dan memberinya harapan. Barcelona tak meminta diberi harapan, ia berjuang merebut harapan! Dan saya rasa, itulah pengejawantahan terbaik dari filosofi mereka: mes que un club.
Kaki-kaki mereka tak terasa berat menekan pasukan Eropa daratan dari Prancis yang berbadan tegap dan kekar lewat fisik kokoh Blaise Matuidi. Insting tajam khas penyerang Amerika Latin milik Edinson Cavani, sukses mereka imbangi dengan kejeniusan dan kegigihan seorang pemuja sejati Yesus, Neymar da Silva Santos Junior.
Dua gol dan satu asis Neymar di penghujung laga adalah bentuk analogi terbaik dari mukjizat Yesus tatkala Ia mengubah dua roti dan lima ikan hingga mampu menjadi makanan yang cukup bagi lima ribu orang. Yang Neymar lakukan pun sama, ia membahagiakan hampir 90.000 lebih Cules yang memadati Camp Nou malam tadi hanya lewat dua gol satu asis di penghujung laga yang surealis dan ajaib itu.
Itulah kenapa Barcelona memang tidak benar-benar menjadi sebuah klub sepak bola semata. Ia adalah entitas yang bukan hanya sekadar klub sepak bola, tapi kamu bisa merasakan semangat Independencia yang dipekikkan warga Catalan untuk menuntut kemerdekaan lewat cara bermain FC Barcelona di lapangan hijau. Ada semangat di situ. Ada gairah membara persis seperti yang dibilang Iniesta sebelum laga: Gairah yang membuat Barcelona sangat berbahaya justru ketika harapan itu hampir hilang.
Secara objektif, saya berani bilang penalti kedua Barcelona ada berkat campur tangan diving Luis Suarez. Tapi memang begitulah sepak bola. Ia memberi kemenangan kepada siapapun yang memiliki hasrat untuk menang paling tinggi, walau terkadang dengan cara paling culas sekalipun. Toh, Diego Maradona menjadi tuhan karena ia meninju bola ke gawang Peter Shilton dengan tangan kiri kecilnya, lalu kenapa kita perlu memperdebatkan diving Suarez kemudian? Sepak bola memang kejam dan begitulah adanya.
Bersyukurlah kalian yang terlahir ke dunia ini dan memilih FC Barcelona sebagai tim pujaan untuk didukung dan dibela. Tim ini adalah contoh terbaik untuk kalian agar mampu dan berani hidup dengan idealisme kuat yang bakal kalian pegang sebagai prinsip hidup. Barcelona bukan didukung hanya karena mereka sering menang dan mengoleksi banyak trofi. Terlepas dari semua polemik itu, Barcelona memang layak didukung karena lewat identitas dan semangat revivalis tim ini, kamu akan tahu bahwa hidup memang harus benar-benar diperjuangkan, agar kemudian kamu paham, nikmatnya memenangkan pertarungan dalam hidup.
Dan ketika kamu nanti bosan dengan Barcelona yang kerapkali menang dan terbiasa merayakan trofi, kamu perlu mengambil nafas sebentar dan rehat sejenak sebagai suporter Blaugrana. Untuk kemudian mulai belajar cara menikmati menyiksa diri sendiri dan berbahagia dengan penderitaan lewat upaya menjadi seorang suporter Arsenal FC.