Turun Minum Serba-Serbi

Perbandingan Gaji Pesepak Bola dan Pembalap Formula 1

Sebagai cabang olahraga yang digandrungi umat manusia di muka bumi, perkembangan sepak bola dari waktu ke waktu memang sangat mengesankan. Salah satunya tentu perubahan status dari sekadar permainan sebelas melawan sebelas menjadi sebuah industri yang bisa memutar uang dalam jumlah raksasa.

Hal ini juga yang membuat pelaku sepak bola masa kini, khususnya para sugar daddy, sehingga tak merasa takut buat menginvestasikan fulusnya. Pengecualian mungkin terjadi di Indonesia yang tata kelola sepak bolanya masih serba misterius dan rumit.

Dengan menjadi sebuah industri yang makin menguntungkan, tak perlu heran juga bila upah yang diterima para pelakunya terbilang cukup fantastis. Utamanya para pemain yang jadi kunci utama eksisnya permainan yang satu ini.

Dahulu, gaji pesepak bola mungkin tak seberapa namun kini, upah tahunan para pesepak bola kelas dunia bahkan bisa digunakan untuk membeli dua puluh unit rumah KPR yang tengah gencar diprogramkan pemerintah Indonesia.

Kita pun boleh merasa iri kepada para pesepak bola masa kini yang gajinya setinggi langit. Sehingga mereka acapkali menampilkan kemewahan yang dimiliki melalui akun media sosial pribadinya. Tapi jangan pernah lupa bahwa hakikatnya, para pesepak bola juga bekerja amat keras untuk bisa mendapatkan kemewahan macam itu.

Dari lima pemain teratas bergaji tinggi di sepak bola, ada Carlos Tevez hingga duo pemain Real Madrid, Cristiano Ronaldo dan Gareth Bale di daftar teratas. Dua nama lain yang ada di lima pemain sepak bola bergaji tinggi ditempati oleh Lionel Messi, dan eks pemain Chelsea yang hijrah ke Cina, Oscar.

Pendapatan yang diterima lima pemain bergaji teratas di sepak bola memang sungguh luar biasa nominalnya. Saya pun tak bisa membayangkan apa yang bakal saya perbuat jika punya gaji setinggi itu. Besaran gaji mereka bahkan jauh melampaui gaji tahunan yang diterima oleh Perdana Menteri Inggris yang kabarnya “cuma” ratusan ribu paun.

Dan dari daftar tersebut, kemunculan Carlos Tevez dan Oscar mungkin bisa dikatakan amat mengejutkan. Pasalnya, dua sosok yang berasal dari kawasan Amerika Latin ini tidak bermain untuk klub-klub top Eropa yang selama ini jadi kiblat industri sepak bola. Keduanya justru sedang bermain untuk kesebelasan asal Cina yang memang tengah menggeliat sepak bolanya.

Kepindahan dua pemain tersebut ke negeri tirai bambu ditengarai sebagai akibat godaan upah menjulang yang bisa mereka kantongi daripada saat masih membela klub lamanya. Bagaimanapun juga, kondisi perekonomian Cina yang sedang berada di level tertinggi memang berhasil membuat klub-klub sepak bola di sana berani menggelontorkan dana gemuk hanya untuk membayar gaji pemain asing.

Akan tetapi, bila ditelisik lebih jauh, gaji yang diterima Tevez bukanlah yang tertinggi untuk ukuran seorang atlet. Nominal yang diterima Tevez masih tertinggal oleh para atlet yang setiap tahun melanglangbuana dari satu benua ke benua lainnya sembari bertaruh nyawa di atas mobil tercepat di kolong langit. Atlet-atlet yang saya maksud di sini tak lain tak bukan adalah para pembalap Formula 1 (F1).

Meski hanya berada di balik kemudi mobil, seorang pembalap F1 tetap dikategorikan sebagai seorang atlet. Hal ini didasari pada fakta bahwa mereka pun harus menjalani banyak latihan fisik guna mempersiapkan diri menjalani musim balap. Lebih jauh, para pembalap juga harus mengatur asupan gizinya agar kondisi tubuhnya juga selalu prima.

Dan seperti yang sama-sama kita ketahui pula, F1 memang sudah amat kondang sebagai ajang olahraga paling mahal sejagad raya. Biaya operasional tim-tim F1 dalam semusim bisa menembus angka triliunan rupiah dengan riset mesin jadi elemen yang paling menyedot dana.

Maka jangan heran juga bila sponsor kelas kakap saja yang dapat ambil bagian guna berebut jatah kue (baca : keuntungan) dari ajang yang satu ini. Di era 1980-an dan 1990-an, produsen-produsen rokok merupakan penguasa balap F1.

Berbagai merek rokok kelas dunia seperti Benson & Hedges, Gauloises, Lucky Strike, Marlboro, Mild Seven hingga Rothmans muncul sebagai sponsor utama beberapa tim. Sampai akhirnya di pertengahan 2000-an, iklan rokok dilarang muncul lagi di ajang olahraga.

Suka tidak suka, semua pihak harus mengakui jika bisnis di balapan F1 memang telah lebih dulu menggeliat ketimbang sepak bola. Gelontoran uang di kompetisi yang satu ini sungguh kelewat masif, termasuk soal gaji pembalapnya. Sudah jadi rahasia umum bila gaji tahunan pembalap F1 nilainya amat luar biasa. Apalagi untuk pembalap-pembalap yang telah punya nama, populer dan pernah jadi juara dunia.

Berikut adalah gaji tertinggi yang diterima pembalap di balap F1 dan disajikan juga perbandingannya dengan nominal gaji yang diterima pemain sepak bola:

Walau perbedaannya tak terlalu signifikan, para pesepak bola masa kini masih harus menunduk takzim kepada para pembalap F1 yang gajinya begitu besar. Gengsi dan popularitas yang sangat tinggi di dunia F1 pada akhirnya mengantar para pelakunya, dalam hal ini pembalap, untuk memperoleh pundi-pundi yang jumlahnya masif setiap tahun.

Dan seperti yang tampak di atas, pembalap asal Spanyol yang juga juara dunia dua kali,  Fernando Alonso, masih duduk sebagai pembalap dengan gaji terbesar. Dirinya diikuti juara dunia tiga kali asal Inggris, Lewis Hamilton, dan kampiun dunia empat kali asal Jerman, Sebastian Vettel.

Namun tak seperti sepak bola, perbedaan gaji para pembalap di F1 juga cukup njomplang antara satu pembalap dengan pembalap lainnya, bahkan untuk rekan setim sekalipun. Sebagai contoh duo Mercedes yang masing-masing gajinya bersilih 19 juta paun. Sementara duo Ferrari punya selisih gaji sebesar 18,5 juta paun.

Walau selisih gaji dari nilai yang saya sebutkan tampak begitu ekstrem, namun seperti itulah bunyi hukum rimba F1. Para pembalap utama akan selalu dapat bayaran tertinggi sementara pembalap kedua memperoleh sisa dari bujet gaji pembalap. Akan tetapi hal tersebut tak sepatutnya membuat kondisi internal suatu tim terpecah belah, bukan?

Perkembangan sepak bola dan balap F1 menjadi sebuah industri yang harus dihitung untung dan ruginya adalah keharusan mengingat zaman kini telah berubah dengan memudahkan banyak pihak untuk menyaksikan sesuatu. Lebih lanjut, menarik sekali untuk ditunggu apakah suatu saat gaji pesepak bola akan melampaui bayaran para pembalap F1 atau tidak, mengingat geliat sepak bola sebagai industri bergelimang uang masih akan tumbuh dalam beberapa tahun mendatang.

Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional