Eropa Inggris

Simpati untuk The Chosen One  

Sebelas musim adalah durasi yang dihabiskan seorang manajer asal Skotlandia bernama David Moyes untuk membesut kesebelasan asal kota Liverpool yang bermain di Liga Primer Inggris, Everton. Sebelas musim adalah fakta sahih bahwa pria Skotlandia ini masuk ke dalam jajaran manajer dengan pengalaman yang banyak di Liga Inggris.

Bersama tim berjuluk The Toffees itu pula, Moyes mulai menancapkan kukunya sebagai salah satu manajer yang patut dihormati. Walau tak menyumbang satu piala pun bagi klub yang bermarkas di stadion Goodison Park tersebut, sepak terjang Moyes dipuji banyak pihak lantaran dianggap mampu mengangkat martabat Everton.

Di tangannya, Everton bisa tampil konsisten dan stabil berada di papan atas klasemen (setidaknya di delapan besar). Bahkan, Moyes sempat menghadiahi kubu The Toffees dengan tiket berlaga di Liga Champions Eropa musim 2005/2006 setelah membawa anak asuhnya finis di peringkat keempat Liga Primer Inggris musim 2004/2005.

Keberhasilan Moyes mengubah status semenjana The Toffees itulah yang memikat perhatian pelatih Manchester United di era 2000-an, Sir Alex Ferguson, yang juga sudah berkuasa lama di stadion Old Trafford. Sir Alex merasa bahwa Moyes adalah sosok yang pantas menggantikan dirinya apabila pensiun.

Benar saja, saat Sir Alex resmi berpisah dengan klub yang dibawanya merengkuh puluhan trofi itu, Moyes ditunjuk sebagai pelatih anyar. Suporter The Red Devils bahkan menyebutnya sebagai The Chosen One. Sebuah gelar yang cukup megah untuk pelatih sekelas Moyes.

Namun kepergiannya dari Everton rupanya justru membawa kariernya ke titik nadir. Belum sampai satu musim menjabat sebagai manajer Manchester United, dirinya langsung dipecat akibat serangkaian hasil-hasil buruk.

Upaya Moyes membenahi nama baiknya pun gagal ketika hijrah ke Real Sociedad yang mentas di La Liga Spanyol. Karier Moyes bersama klub asal San Sebastian tersebut hanya seumur jagung, cuma satu tahun. Ketidakmampuannya mengangkat performa kubu Txuriurdin kembali jadi alasan pemecatan.

Menganggur sekitar setengah tahun, Moyes akhirnya kembali ke Liga Primer Inggris. Kebetulan, Sunderland meminangnya sebagai pelatih anyar menggantikan posisi yang lowong usai ditinggal Sam Allardyce yang ditunjuk menjadi manajer tim nasional Inggris pada musim panas 2016 kemarin.

Moyes tentu berharap, dengan statusnya sebagai juru strategi Sunderland di musim 2016/2017, dirinya bisa kembali merasakan atmosfer Liga Primer Inggris yang mungkin lebih pas dengan ide dan metode kepelatihannya yang kental dengan gaya Britania tulen.

Dan selayaknya membesut Everton dahulu, Sunderland di bawah asuhan Moyes pun tampil konsisten dan stabil. Sayangnya, konsistensi dan kestabilan yang ditunjukkan Jermain Defoe dan kawan-kawan hanyalah awet di papan bawah. Sampai pekan ke-27, Sunderland tak pernah sekalipun berada lebih tinggi dari posisi ke-16.

Bahkan dalam sepuluh partai terakhir, The Black Cats hanya bisa menang satu kali dan imbang dua kali sementara delapan partai tersisa selalu diakhiri dengan kekalahan. Sunderland pun kini terjerembab di posisi ke-20 hanya dengan koleksi 19 poin.

Permintaan suporter Sunderland agar Moyes dipecat pun mulai santer terdengar, terlebih saat Jermain Defoe dan kawan-kawan bertanding di kandang sendiri. Walau masih menyisakan sebelas pekan, sintas dari jeratan degradasi tentu bukan pekerjaan ringan.

Dari The Chosen One dan berada di kursi panas Manchester United, hingga akhirnya mendekam di posisi juru kunci bersama Sunderland, sah sudah untuk menyebut Moyes kini sebagai pecundang sejati di kancah sepak bola Inggris. Sebuah rekam jejak karier yang betul-betul menukik tajam, bukan?

Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional