PSSI memanggil satu lusin pemain berdarah Indonesia yang bermain di luar negeri untuk mengikuti seleksi timnas kelompok usia dibawah 19 tahun dan 22 tahun. Beberapa nama bahkan terdengar sangat asing dan baru pertama kali muncul di tengah ingar bingar sepak bola Indonesia.
Kinerja kepengurusan baru PSSI ini setidaknya mesti diapresiasi karena tentu mencari bakat-bakat Indonesia di luar tanah air membutuhkan waktu, tenaga, dan tentunya dana yang tidak sedikit.
Beberapa pemain tersebut rata-rata bermain di Eropa dan Timur Tengah. Pengalaman serta bekal teknik yang didapatkan dari negara yang memiliki level sepak bola lebih tinggi menjadi harapan untuk bisa membuat timnas Indonesia ke tahap yang lebih baik. Namun sebenarnya, kadang kita tidak perlu mencari jauh-jauh sampai belahan bumi bagian lain. Bisa jadi ada bakat yang sebenarnya ada di negara tetangga kita.
Masih segar dalam ingatan bagaimana pemilik gelar juara Indonesia Super League 2010 bersama Arema, Noh Alam Shah, ternyata memiliki leluhur asal Pulau Bawean. Legenda sepak bola Singapura dan pencetak gol terbanyak Piala AFF hingga saat ini tersebut ternyata memiliki darah Indonesia. Bahkan kabarnya, sang kakek sampai menyebut Alam Shah pengkhianat karena lebih memilih membela Singapura ketimbang Indonesia.
Selang beberapa tahun, ada kasus yang hampir serupa. Satu bakat lain asal negeri singa yang ternyata berdarah Indonesia. Sama-sama berposisi sebagai penyerang, sensasi terbaru Singapura ini ternyata memiliki bapak yang berasal dari Jawa. Ia merupakan hasil dari pernikahan campuran antara seorang pria Indonesia dengan perempuan asal Singapura. Namanya adalah Taufik Suparno.
Asisten pelatih timnas Singapura yang juga merupakan legenda sepak bola negara tersebut, Aleksander Duric menyebut Taufik adalah tipe penyerang Singapura yang jarang ada. Taufik punya kecepatan dan juga pandai melakukan tusukan-tusukan ke area pertahanan lawan. Duric juga menyebut bahwa Taufik adalah masa depan sepak bola Singapura.
Meskipun memiliki nama yang sangat Indonesia, atau sangat Jawa lebih tepatnya. Nyatanya Taufik tidak begitu mengetahui tentang negara asal sang ayah. Dihubungi oleh penulis lewat telepon, Taufik mengaku sang ayah tidak pernah menceritakan apapun tentang Indonesia. Kecuali sempat sekali bertutur bahwa ia berasal dari Jawa,
“Saya tidak tahu apapun soal Indonesia. Yang saya tahu ayah saya berasal dari sana. Pernah sekali saya tanya beliau soal Indonesia, dijawab hanya ia berasal dari Jawa. Begitu pula Atuk (kakek) saya. Keluarga kami sudah lama sekali menetap di Singapura. Selebihnya, saya tidak berani tanya lagi,” ujar pemuda berusia 21 tahun ini memulai obrolan.
“Bahkan Anda jangan tanya soal sepak bola Indonesia. Saya tidak tahu namanya satupun. Saya lebih hafal para pemain timnas Singapura dari generasi ke generasi.”
Taufik sendiri menyimpan rasa penasaran terhadap Indonesia. Ia mengaku suatu saat ingin bermain di luar negeri. Dan Indonesia adalah salah satu negara tujuan di mana ia ingin mengeksplorasi kariernya.
“Saya punya harapan suatu hari bisa bermain di luar Singapura. Tentu kesempatan tersebut akan membuat kemampuan saya meningkat. Indonesia juga jadi salah satu negara di mana saya tertarik untuk bermain. Selain karena penasaran, saya juga dengar antusiasme suporter di sana luar biasa.”
Taufik kemudian bercerita bagaimana perkenalannya dengan dunia sepak bola. Ia juga mengisahkan bagaimana cerita tentang perjalanan kariernya hingga saat ini. Selepas lulus dari National Football Academy, sekelas SSB di Singapura, pada usia 16 tahun Taufik kemudian bergabung ke tim peserta Liga Singapura, Tampines Rovers.
“Pertama kali main sepak bola itu usia lima tahun sama abang-abang yang lebih tua. Kemudian saya join National Football Academy. Usia 16 tahun saya memberanikan diri untuk ikut trial di Tampines. Alhamdulillah lolos.”
Ditanya mengapa ia memilih Tampines, Taufik menyebutkan karena ia terinspirasi oleh sang idola yang juga sempat bermain di Indonesia, Noh Alam Shah.
“Sebenarnya tidak ada alasan khusus saya kesana. Along (panggilan akrab Alam Shah) juga pernah main di sana dan meraih banyak prestasi. Dia adalah idola saya. Makanya waktu ikut trial di Tampines saya sebenarnya agak nekat dan memberanikan diri,” ungkap pemain yang juga mengidolakan bintang asal Brasil, Neymar.
Setelah dari Tampines, ia kemudian hijrah ke Court Young Lions. Di klub barunya Taufik mengawali dengan sangat baik. Dari enam laga ia berhasil menyarangkan dua gol. Sayang ketika kariernya sedang mulai bersinar, ia harus terkena cedera parah yang membuatnya mesti absen hampir satu tahun.
“Ya sayang sekali. Waktu itu saya baru memulai karier saya. Bermain reguler dan cetak beberapa gol. Tapi terkena cedera lutut. Saya tidak main hampir kurang lebih satu tahun. Sempat takut juga tidak bisa meneruskan karier.”
Bernama lengkap Muhammad Taufik Bin Suparno, Taufik yang merupakan kelahiran 31 Oktober 1995 ini sekarang tergabung ke dalam skuat muda Singapura yang akan berlaga di SEA Games 2017 nanti. Ia optimis mengenai peluangnya masuk ke timnas.
Karena memang Taufik ini merupakan langganan timnas sejak kelompok umur usia muda. Ia pun sudah mendapatkan panggilan ke timnas senior ketika Singapura berlaga di kualifikasi Piala Dunia 2018. Sayang, meskipun dipanggil ia tidak mendapatkan kesempatan untuk berlaga. Soal SEA Games nanti ia pun berharap bisa bertemu Indonesia.
“Saya sudah sembuh dari cedera, kondisi saya sudah lebih baik. Tentu saya ingin masuk tim yang akan berlaga di SEA Games nanti. Saya sendiri optimis dengan peluang yang saya punya. Rasanya saya ingin Singapura bertemu Indonesia. Saya ingin bertanding melawan negara leluhur saya, sembari mengenal tentang mereka.” pungkas Taufik mengakhir obrolan.
Setelah Along, kini Taufik. Bukankah ini mengindikasikan bahwa ada bakat-bakat lain Indonesia yang nyatanya ada di negara-negara tetangga. Soal mesti diamankan atau tidak tentu kembali lagi kepada PSSI selaku pemegang keputusan dalam lingkup sepak bola Indonesia. Asal nantinya jangan menyesal andai bakat tersebut ternyata sinarnya lebih terang benderang di negara lain.
NB: Percakapan antara Taufik Suparno dan penulis dilakukan dengan bahasa campuran Inggris dan Melayu. Untuk memudahkan pembaca, penulis terjemahkan dalam bahasa Indonesia tanpa mengurangi makna dan konteks percakapan.
Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia