Bagi sebagian orang, nama Jupiler League Eerste Divisie sudah pasti kurang familiar. Tapi saya maklum karena liga yang biasa disebut Eerste Divisie saja ini memang hanya kompetisi kasta kedua di kancah sepak bola Belanda. Kemewahan dan gengsinya sudah pasti jauh tertinggal dari liga tertinggi di negeri kincir angin tersebut, Eredivisie.
Namun setidaknya dalam kurun dua musim terakhir, pencinta sepak bola Indonesia semakin menaruh perhatian terhadap liga yang satu ini. Penyebabnya tak lain tak bukan adalah keberadaan pemain naturalisasi tim nasional Indonesia, Stefano Lilipaly, yang tengah mengadu nasib di kompetisi yang eksis sejak tahun 1955 ini.
Saat ini, Lilipaly yang sempat dielu-elukan suporter timnas Indonesia selama pagelaran Piala AFF 2016 kemarin, sedang membela kesebelasan asal kota Leeuwarden, SC Cambuur. Dirinya direkrut Cambuur pada jendela transfer musim dingin Januari yang lalu dari penghuni Eerste Divisie yang lain, SC Telstar.
Hebatnya, di masing-masing tim tersebut, pemain yang akrab disapa Fano ini kerap dijadikan pemain inti. Realita ini seolah menunjukkan bahwa pemain berusia 27 tahun ini memiliki kualitas yang cukup baik untuk bersaing di Eerste Divisie, bahkan mungkin Eredivisie.
Terlebih, Fano, sapaan akrabnya, memiliki kemampuan versatile yang lumayan mumpuni sehingga dirinya bisa dimainkan di beberapa posisi. Berdasarkan data yang dihimpun dari transfermarkt.com., Fano bahkan pernah diturunkan hampir di seluruh posisi yang ada, kecuali penjaga gawang.
Di musim 2015/2016 kemarin, Fano yang masih membela Telstar bahkan mendapat kesempatan bermain yang cukup banyak. Dia turun di 30 pertandingan dari total 36 pertandingan Eerste Divisie yang dijalani Telstar.
Fantastisnya, kepercayaan yang diberikan padanya itu sukses dijawab dengan aksi gemilang. Fano berhasil menyumbang tujuh gol dan empat asis bagi Telstar. Tapi nahas, klub yang berdiri pada 17 Juli 1963 itu tercecer di peringkat ke-12 klasemen akhir Eerste Divisie sehingga gagal memperjuangkan tiket promosi.
Status Fano sebagai pemain inti di Telstar tak tergoyahkan di musim 2016/2017 kali ini. Dan seperti musim sebelumnya, Fano pun kerap dimainkan di beraneka posisi oleh pelatih Telstar, Michael Vonk. Dari 14 laga yang dijalaninya bersama klub yang bermarkas di stadion Rabobank IJmond tersebut pada awal musim ini, Lilipaly turun di pos bek kanan dalam 9 pertandingan.
Meski bermain cukup jauh dari area pertahanan lawan, nyatanya tak mengebiri kemampuan ofensif Fano yang memang cukup ciamik. Secara keseluruhan dirinya berhasil menyumbang empat gol dan tiga asis. Uniknya, gol-gol dan asis yang berhasil diciptakan Fano selalu menghadirkan kemenangan bagi Telstar.
Bahkan Telstar sendiri tampak kehilangan arah saat ditinggal Fano mudik ke Indonesia demi bermain di Piala AFF 2016 kemarin. Bertanding tanpa diperkuat sosok yang sempat membela Persija Jakarta ini di enam laga Eerste Divisie, Telstar tak pernah sekalipun meraup hasil positif. Tercatat mereka hanya sanggup mendulang dua poin hasil dari dua kali seri dan empat kali kalah.
Walau kehadirannya cukup sentral bagi tim, nyatanya saat Cambuur melayangkan tawaran untuk Fano, kubu Telstar juga tak sanggup menolak. Perekrutan Fano sendiri ditempuh Cambuur guna memperbaiki performa mereka yang di paruh pertama musim ini berjalan kurang apik. Apalagi mereka kembali memasang target untuk naik kasta ke Eredivisie secepat mungkin usai terdegradasi musim lalu.
Penampilan Fano berseragam kuning biru khas Cambuur pun terbilang cukup bagus. Sejak menjalani debut pada 25 Januari kemarin di ajang Piala Belanda, perlahan-lahan dirinya berhasil merebut satu tempat utama di tim asuhan Sipke Hulshoff. Namun tak seperti di Telstar, bersama Cambuur, Fano lebih banyak beroperasi sebagai gelandang serang.
Sejauh ini dirinya sudah turun sebanyak tujuh kali di semua ajang bersama Cambuur. Khusus di ajang Eerste Divisie, dirinya bahkan sudah menyumbang dua gol, salah satunya diciptakan akhir pekan ini (25/2) saat berjumpa MVV Maastricht, dan juga tambahan dua asis.
Torehan ini untuk sementara menggenapi jumlah gol dan asisnya di Eerste Divisie musim 2016/2017 masing-masing menjadi enam dan lima buah. Sebuah pencapaian yang cukup berkelas, bukan?
Setelah berkutat di posisi belasan pada paruh musim pertama Eerste Divisie musim ini, pelan tapi pasti Cambuur mulai merangkak naik dan hingga pekan ke-27 bertengger di posisi keenam. Kans menjadi kampiun Eerste Divisie memang cukup kecil akibat sudah tertinggal cukup jauh, 16 angka, dari pemuncak klasemen sementara, VVV Venlo. Perlu diketahui jika promosi otomatis ke Eredivisie hanya bisa diperoleh kesebelasan yang menjadi kampiun Eerste Divisie.
Meski begitu kesempatan bagi Cambuur untuk naik kasta masih terbuka lebar via babak playoff promosi/degradasi yang melibatkan delapan tim dari Eerste Divisie dan dua klub Eredivisie.
Tak sampai disitu, kesempatan bagi Fano untuk semakin mekar dan mengukir prestasi di Belanda pun hadir di ajang Piala Belanda. Partai debut Fano bersama Cambuur di Piala Belanda yang saya sebutkan sebelumnya merupakan laga babak perempatfinal.
Kala itu, Cambuur berhasil memecundangi klub Eredivisie yang juga mantan tim Fano, F.C. Utrecht, dengan skor 6-7 via adu penalti usai bermain sama kuat 2-2 selama 120 menit. Satu dari tujuh gol adu penalti yang didapat Cambuur tersebut berasal dari sumbangsih Fano.
Dan pada babak semifinal nanti, yang masing-masing digelar pada 1 dan 2 Maret 2017, Cambuur harus bertandang ke markas tim yang juga kampiun Eredivisie 2008/2009 silam, AZ Alkmaar.
Fano dan kawan-kawan sendiri jadi satu-satunya tim Eerste Divisie yang tersisa di babak semifinal. Meski berat, bukan tidak mungkin anak asuh Hulshoff bisa menghadirkan kejutan dan melaju ke babak final.
Sedikit membanggakan tentunya melihat pemain timnas kita mekar di Eropa, bukan?
Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional