Nasional Suara Pembaca

Romantisme Persija Jakarta dan The Jakmania

Melahirkan nama besar seperti Sinyo Aliandoe, Sutjipto Soentoro, Iswadi Idris hingga legenda hidup sepak bola Indonesia, Bambang Pamungkas, menjadikan Persija Jakarta sebagai salah satu klub pencetak bakat sepak bola terbaik negeri ini.

Belum lagi , tim ini dulunya selalu diisi nama-nama pemain berlabel timnas seperti Budi Sudarsono, Hamka Hamzah, Ponaryo Astaman dan Firman Utina yang saling bahu membahu bersama bintang bintang asing semacam Luciano Leandro, Emanuel De Porras, hingga Greg Nwokolo.

Lebih jauh dari itu, klub yang didirikan dengan nama Voetbalbond Indonesische Jacatra ini menjadi salah satu tim tersukses dalam sejarah sepak bola Indonesia dengan pencapaian 10 gelar juara kompetisi tertinggi di liga yang dinaungi PSSI, mulai dari era Perserikatan hingga Indonesia Super League.

Membaca paragraf di atas, secara jujur dan tanpa perlu berpikir panjang, kita dapat mengatakan bahwa tim yang berjuluk Macan Kemayoran ini layak dikatakan sebagai tim besar yang layak disegani karena memiliki sejarah panjang yang kaya akan prestasi.

Hal itu pula yang menjadikan tim kebanggaan kota Jakarta ini memiliki basis suporter yang cukup besar dan dikenal dengan nama The Jakmania. Suporter militan yang selalu setia mendukung Persija dimanapun dan kapanpun Persija berlaga.

Musim terus berlalu, namun sejak terakhir menjadi juara pada tahun 2001, tim yang saat ini tergabung dalam Grup B Piala Presiden ini terhitung minim gelar. Tidak ada lagi gelar juara yang diraih Persija di kompetisi tertinggi Liga Indonesia meski telah beberapa kali berubah format serta nama.

Hal ini diperparah dengan kondisi finansial yang semakin hari semakin memburuk membuat ”sang macan” menjadi ompong karena ditinggalkan pemain-pemain bintangnya karena isu-isu negatif soal keterlambatan pembayaran gaji.

Apabila melihat mundur ke belakang, terakhir kali Persija Jakarta layak dikatakan tim bertabur bintang adalah barisan skuat pada ISL musim 2011/2012 saat masih ada nama-nama besar seperti Fabiano Beltrame, Precious Emuejeraye, yang ditopang oleh Robertino Pugliara di lini tengah serta duet ujung tombak, Bambang Pamungkas dan Pedro Javier.

Selepas itu, kesulitan finansial yang semakin menggerogoti tubuh Macan Kemayoran menyebabkan Persija Jakarta terkesan mengarungi kompetisi dengan kekuatan seadanya. Hal ini diperparah dengan biaya sewa stadion Gelora Bung Karno yang begitu tinggi. Ditambah lagi dengan partai-partai usiran yang dijalani Persija Jakarta diluar kota Jakarta yang menambah beban finansial tim menjadi semakin carut-marut.

Dengan skuat seadanya, menjadikan Persija Jakarta sulit berjuang di papan atas, bahkan catatan buruk sempat terjadi pada tahun 2009 dan 2013 saat secara mengejutkan, Persija Jakarta sebagai tim yang tidak pernah terdegradasi malah berada dalam zona degradasi.

Kondisi ini  membuat tim yang memiliki lambang Monas di dada kesulitan dalam mencari sponsor. Hal ini berlangsung cukup lama hingga pada QNB League 2015 lalu, para pecinta Persija bisa sedikit menyimpan harapan karena pada musim tersebut, Persija kembali diisi oleh pemain bintang semacam Stefano Lilipaly, Martin Vunk, serta Evgeny Kabaev dan tentu saja sang ikon, Bambang Pamungkas.

Sialnya, skuat Persija saat itu tidak mampu menunjukan taringnya karena dibekukannya aktivitas sepak bola Indonesia oleh FIFA karena kisruh sepak bola dalam negeri.

Tahun 2016, setelah sangsi FIFA dicabut, diadakan kompetisi jangka panjang bertajuk pengisi kekosongan liga resmi bernama Torabika Soccer Championship yang juga kembali diikuti oleh Persija. Namun, masalah itu belum juga pergi dari tubuh Persija karena kembali dipaksa mengarungi kompetisi dengan masalah finansial dan partai usiran. Status dan beban yang makin membuat citra Persija terasa medioker di mata pengamat sepak bola. Ironis, karena dulunya, rival Persib Bandung ini adalah salah satu kekuatan klasik di sepak bola Indonesia

Hal ini agaknya akan kembali terulang pada musim kompetisi 2017, karena saat tim-tim lain menunjukan persiapan matangnya, Persija Jakarta masih berkutat dengan masalah klasik finansial, dan stadion sebagai homebase.

Selama menjalani partai di Piala Presiden 2017 yang merupakan kompetisi pemanasan bagi peserta Liga 1, Persija kembali ditinggalkan bintang-bintangnya mulai dari Andik Rendika Rama, Emmanuel ‘Pacho’ Kenmogne, hingga pemain kesayangan Jakmania, Greg Nwokolo.

Diisi nama-nama baru semacam Sandi Sute, Jefri Kurniawan serta buruknya performa striker asing yang tidak kunjung menunjukan kelasnya, sulit rasanya berbicara banyak pada Liga 1 nanti atau pada Piala Presiden 2017 ini.

Terlepas dari segudang masalah yang menggerogoti tubuh Macan Kemayoran, ada satu hal yang tidak pernah berubah sejak masa kejayaan Persija. Satu yang selalu setia menanti sepanjang masa puasa sang Macan Kemayoran. Satu yang selalu menyerukan nada-nada optimis di tengah pesimisme yang ada. Satu yang dengan rela mengorbankan harta, waktu bahkan jiwanya, mendukung Persija dengan sepenuhnya. Satu yang selalu mencintai tim ini sedalam-dalamnya dan setulus hati.

Satu yang tak akan pernah berubah: Jakmania selalu ada.

#ForzaPersija

 Author: Reza Fauzi (@rezauzi)
Mahasiswa rantau yang antusias mengamati sepak bola.