Kolom

Widodo Cahyono Putro: Karier di Bali, Mimpi Besar dan Komentar tentang Djanur

Pada 25 April 2017, Widodo Cahyono Putro mengaku tidak masalah apabila ia menangani tim di level kompetisi Liga 2 setelah kontraknya habis di Sriwijaya FC. Pelatih asal Gresik itu mengaku karena melatih tim sepak bola adalah profesi yang ia jalani, maka tidak masalah di mana pun, dan tim apapun yang ia tangani. Tetapi sekitar dua minggu kemudian, atau tepatnya pada 11 Mei 2017, Widodo resmi ditunjuk sebagai pelatih baru Bali United.

Baca juga: Menanti Kejutan Widodo Cahyono Putro di Bali United

Di tempat baru yang ia tangani, coach Widodo dihadapkan dengan segala sesuatu yang baru. Klub baru, pemain baru dan tentunya kehidupan yang baru juga. Widodo mengaku tidak takut andai dipecat manajemen tim Serdadu Tridatu andai kinerjanya dinilai tidak maksimal. Widodo menatap babak baru dalam karier kepelatihannya dengan optimisme tinggi.

Ditemui oleh Football Tribe Indonesia di sela-sela kesibukannya menangani tim Bali United, mantan bintang tim nasional di era 1990-an ini membuka obrolan dengan cerita bagaimana kemudian ia dihubungi oleh manajemen tim Bali United, menerima tawaran pekerjaan di sana serta kehidupannya saat ini di Bali.

“Selepas dari SFC (Sriwijaya FC), saya kembali ke rumah saya di Gresik. Saya kembali ke kehidupan sehari-hari saya. Bersama keluarga dan kegiatan-kegiatan lain, termasuk mengurusi SSB saya (Wahana Cipta Pesepak Bola). Sampai akhirnya saya dihubungi oleh manajemen Bali United kalau katanya mereka membutuhkan pelatih baru.”

“Sebenarnya, sebelumnya saya sempat berdiskusi bersama keluarga. Saya sering sekali berdiskusi dengan istri saya dan dua anak saya tentang banyak hal. Kami sempat berdiskusi, kok kayaknya enak ya ngelatih di Bali. Tidak jauh dari Gresik dan kalau anak-anak mau, mereka bisa liburan ke sini. Mungkin memang sudah rezekinya saya. Sekarang saya melatih di sini (Bali United),” ungkap Widodo.

“Alasan saya menerima tawaran Bali United, ya karena profesi saya adalah pelatih. Pelatih tugasnya menangani tim. Maka, ketika ada tawaran, apalagi tawaran tersebut sesuai, ya tentu tidak akan ditolak. Soal tempatnya bagaimana, ya mesti diusahakan untuk betah juga. Karena kalau sudah profesi kan seperti apapun keadaanya mesti diterima”.

Widodo kemudian bercerita tentang apa yang ingin ia lakukan di tim barunya saat ini. Sebagai pelatih, Widodo terkenal sangat mumpuni mengorbitkan para pemain muda. Ia beranggapan bahwa target klub bukan hanya soal menjadi juara atau mendapatkan peringkat yang bagus di klasemen akhir kompetisi. Tetapi Bali United juga mempunyai target soal memproduksi bakat muda baru yang nantinya bisa digunakan oleh tim nasional.

“Saya merasakan sekali waktu bekerja di timnas dulu kalau kita kesulitan sekali menemukan pemain-pemain yang bagus, pemain-pemain yang tepat. Berangkat dari pengalaman tersebut, makanya saya sebagai pelatih kemudian tidak hanya berfokus kepada tim di pertandingan saja, tetapi juga soal menciptakan pemain bagus di masa mendatang.”

“Kebetulan Bali United ketika menawarkan pekerjaan tersebut kepada saya, mereka meminta saya untuk memaksimalkan pemain-pemain yang ada. Karena cukup banyak pemain muda di tim saya sekarang ini, jadi banyak yang bisa dimaksimalkan.”

“Kalau ditanya itu (soal pemain muda mana yang paling bagus), menurut saya semuanya punya kualitas. Yang membedakan paling kesempatan dipanggil tim nasional, sehingga nama pemain muda tersebut makin terangkat. Selain Yabes Roni, Miftahul Hamdi, dan Ricky Fajrin (yang dipanggil timnas), ada beberapa pemain lain yang juga punya kemampuan baik.” lanjut pemilik 55 caps dan 14 gol bersama timnas Indonesia ini.

Meraih beberapa hasil positif usai ditunjuk sebagai juru taktik anyar Bali United. Widodo mengaku hanya mencoba memaksimalkan kemampuan para pemainnya. Ia pun bercerita soal peran Irfan Bachdim yang berbeda ketika tim Bali United ditangani olehnya.

“Karena ketika ditawari pekerjaan ini saya diharapkan bisa memaksimalkan sumber daya yang ada, maka saya mencoba semaksimal mungkin melakukan penyesuaian. Saya menyesuaikan sistem yang nantinya akan diterapkan ke pemain saya yang sudah ada. Karena setiap tim punya punya perbedaan masing-masing. Misal Sriwijaya, mereka lebih senang kalau bola bisa dialirkan dengan cepat. Satu sentuhan langsung lepas. Kalo di tim saya sekarang, mungkin lebih banyak prosesnya. Bola diterima, diolah dulu, baru diberikan ke pemain lain.”

“Soal Irfan, kenapa saya tempatkan di sayap kanan, tidak di tengah seperti pelatih sebelumnya, menurut pengamatan saya, Irfan bukan tipe gelandang playmaker, dia bukan pembagi bola. Menurut pengamatan saya, Irfan ini sangat berbahaya dalam penyerangan. Ia cepat dan bisa balik badan (memutar badan dan langsung menembak bola). Makanya kemudian saya tempatkan Irfan di kanan ketimbang di tengah”.

Sudah lebih dari satu dekade menjalani dunia kepelatihan, Widodo memiliki tanggapan tersendiri soal kancah kepelatihan di Indonesia saat ini. Widodo berujar bahwa segala sesuatunya sudah lebih baik ketimbang dulu ketika ia masih bermain.

“Sebenarnya ilmunya sudah sama dengan pelatih-pelatih lain (di negara lain). Karena semuanya dapat ilmu dan pengalaman yang sama ketika kursus lisensi. Yang berbeda nantinya adalah hasil keluarannya. Tergantung dari bagaimana para pelatih tersebut menerjemahkan ilmu yang sudah didapatkan. Juga tergantung dari orientasi dari masing-masing pelatih. Karena seperti yang sudah saya bilang, sebagai pelatih saya tidak terpaku soal pertandingan dan klasemen saja, tetapi juga soal membentuk pemain.”

Menutup obrolan, Widodo pun tidak ketinggalan memberikan komentarnya terkait kondisi sepak bola terkini. Ada pandangan khusus soal kejadian yang dialami oleh Djadjang Nurdjaman di Persib Bandung dan juga tim yag sangat dekat dengannya, Persegres Gresik United.

“Saya baca beritanya soal itu (mundurnya Djanur). Kalau menurut saya pribadi, ini memang sering terjadi bias. Manajer dan pelatih itu bukan antara atasan dan bawahan, keduanya merupakan partner kerja. Posisinya setara.”

“Memang dalam hal tertentu, pelatih mesti lapor ke manajer karena mereka yang urus keuangan. Tapi soal taktikal dan pemain, urusannya ya pelatih. Siapapun akan sulit fokus bekerja kalau ada intervensi dari pihak lain. Djanur kolega saya. Satu profesi dengan saya. Saya respek kepada dia. Agak disayangkan saja keadaan yang terjadi sekarang.”

“Kalau soal Gresik. Sebenarnya bukan tempatnya saya untuk berkomentar, ya? Saya orang Gresik, saya pernah melatih di sana. Amat disayangkan saja kalau tim dari Gresik tidak bisa meningkatkan level dan prestasi mereka,” pungkas Widodo.

Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia