Turun Minum Serba-Serbi

Suka Duka VAR

Perkembangan teknologi memang tidak terelakkan dalam kehidupan sehari-hari. Teknologi mengubah cara kita bekerja, berkomunikasi, dan menjalani hidup. Sepak bola juga tidak lepas dari perkembangan teknologi. Tapi, apakah teknologi akan memengaruhi keseruan permainan di lapangan hijau?

Saat pertandingan persahabatan antara Prancis melawan Spanyol di Stade De France, Paris (28/3), gol tandukan Antoine Griezmann dianulir wasit karena posisi penyerang Atletico Madrid ini saat menerima umpan sundulan Layvin Kurzawa, berada di posisi offside. Dalam laga ini, Spanyol menang 2-0.

Wasit sendiri tidak langsung menganulir gol striker Atletico Madrid tersebut. Sebelum memutuskan mensahkan atau menganulir, wasit melihat video terlebih dulu untuk memastikan terjadinya gol itu. Sistem video itu dinamakan video assistant referee (VAR).

VAR juga berperan dalam mengesahkan gol Spanyol yang dicetak oleh Gerard Deulofeu pada menit ke-77, meneruskan umpan Jordi Alba. Anehnya, sebelumnya hakim garis sudah mengangkat bendera offside. Namun, saat menerima umpan, posisi Deulofeu tidak dalam posisi offside setelah menyaksikan rekaman VAR sehingga wasit mensahkan gol tersebut.

Apa itu VAR?

Video assistant referee (VAR) adalah sistem yang membantu wasit memutuskan sesuatu lewat tayangan video. Bagaimanapun, wasit adalah manusia biasa, bukan? Mengawasi 22 pemain di lapangan hijau berlarian mengejar bola, bisa saja ada hal yang luput dari perhatian. VAR membantu wasit dalam:

  • Memutuskan memberikan tendangan penalti
  • Memutuskan untuk mengesahkan atau menganulir gol
  • Memastikan apakah seorang pemain melakukan pelanggaran (sebelum memberikan kartu merah/kuning)

Sistem VAR ini diterapkan pertama kali (untuk pertandingan resmi internasional) saat Piala Dunia Antarklub 2016 di Jepang. Tetapi saat laga persahabatan antara Perancis melawan Italia (di mana Perancis menang 3-1) September 2016, penggunaan tayangan ulang video ini sudah diterapkan. Rencananya di Piala Dunia 2018, sistem ini akan digunakan.

Kontroversi VAR

FIFA sebagai organisasi sepak bola dunia jelas bertujuan penggunaan teknologi bisa mengurangi masalah di lapangan hijau. Namun dalam penerapannya tidak semudah itu. Contohnya saat Piala Dunia Antarklub 2016 tahun lalu.

Klub Kolombia, Atletico Nacional, berhadapan dengan klub tuan rumah Kashima Antlers di semifinal. Kashima unggul 3-0 dan melaju ke final berhadapan dengan Real Madrid. Gol pertama Kashima yang berawal di titik penalti disinyalir berkat bantuan teknologi video pembantu wasit.

Laga Real Madrid melawan wakil Amerika Tengah, Club America (Meksiko), juga tidak jauh dari kontroversi. Cristiano Ronaldo memang memecahkan rekor gol ke-500, tapi bukan berarti tanpa kritikan.

Saat penyerang asal Portugal tersebut membobol gawang Club America di akhir laga (peluit sudah berbunyi), posisinya sudah offside. Hal ini memunculkan tudingan bahwa FIFA dan wasit sengaja menguntungkan klub kaya Spanyol tersebut. Bahkan, pelatih Club America La Volpe sempat emosi dengan memberi sindiran bahwa butuh lebih dari permainan bagus untuk mengalahkan klub sekelas Real Madrid.

Sekalipun Madrid dianggap diuntungkan, beberapa punggawa Madrid justru mengkritik teknologi ini. Luka Modric, misalnya. Gelandang Kroasia yang pernah merumput bersama Tottenham Hotspurs ini beranggapan penggunaan VAR justru merusak permainan itu sendiri. Ya, beberapa kali permainan harus terhenti karena wasit harus melihat VAR sebelum membuat keputusan.

Pelatih Madrid Zinedine Zidane juga tidak menyetujui penggunaan VAR karena membingungkan. Tetapi tetap semua harus tunduk dan terima aturan FIFA.

Kembali ke laga Perancis melawan Spanyol Selasa lalu. Dalam judul berita di beberapa media olah raga, terkesan Spanyol diuntungkan dengan adanya tayangan ulang video tersebut. Bahkan ESPN menulis bahwa tanpa VAR, harusnya laga berakhir 1-1. Wah!

Akankah kompetisi liga menggunakan VAR?

Sekalipun menuai protes, nyatanya beberapa liga dunia berencana akan menguji coba sistem ini. Liga Jerman (Bundesliga), misalnya. Untuk musim mendatang, Bundesliga akan menggunakan sistem VAR ini.

Bahkan para wasit yang memimpin Bundesliga sudah menyelesaikan dua fase pelatihan dan akan menjalani sesi pelatihan ketiga. Sejauh ini, penggunaan sistem VAR masih dalam taraf uji coba.

Sementara liga sepak bola Amerika Serikat (MLS) justru sudah membuat sejarah dengan menjadi liga pertama yang menggunakan bantuan video wasit untuk pertandingan. Penggunaan sistem ini diharapkan bisa mencegah insiden gol ”Tangan Tuhan” seperti saat Diego Maradona mencetak gol dengan tangannya saat melawan Inggris di Piala Dunia 1986 Meksiko.

Liga Inggris sendiri belum ada rencana menggunakan VAR sampai IFAB (badan menetapkan aturan permainan) menyelesaikan uji coba selama dua tahun (sejauh ini penggunaannya di Liga Inggris masih dalam taraf uji coba alias tidak melibatkan kontak dengan para wasit dan hakim garis). Berarti, kemungkinan sistem ini resmi diterapkan di Liga Inggris adalah pada musim 2018/2019.

Walau begitu, musim depan teknologi ini bisa diterapkan di Piala FA, setidaknya mulai pada putaran ketiga. Pihak FA sudah menyatakan ketertarikannya menggunakan tayangan ulang video ini.

Penggunaan teknologi memang tidak bisa dihindari. Tujuannya juga baik, bukan? Namun kesiapan para wasit dan hakim garis juga perlu (lewat sejumlah pelatihan) dan tentunya para pencinta sepak bola berharap penggunaan teknologi tidak mengganggu jalannya pertandingan. Dan manusia (dalam hal ini wasit dan hakim garis) tetaplah sebagai pengambil keputusan tertinggi di lapangan.

Author: Yasmeen Rasidi (@melatee2512)