Maxwell Scherrer Cabellino Andrade, lahir di Cachoeiro de Itepemirim, Brasil, adalah salah satu pemain yang baru saja memutuskan untuk pensiun di akhir musim lalu. Maxwell mengakhiri kariernya bersama salah satu klub besar di Eropa, Paris Saint-Germain (PSG). Karier Maxwell sebagai pesepak bola mungkin dapat dilihat dari berbagai persepsi.
Ia mampu bermain di tiga klub besar Eropa, PSG, Internazionale Milano, dan Barcelona. Ia juga tercatat sebagai pemain yang meraih trofi paling banyak di level klub, sebanyak 37 trofi! Namun, ia tak pernah benar-benar diingat sebagai pemain yang menjadi bagian penting dari klub-klubnya. Walaupun sebagai bek kiri, ia terhitung cukup solid, seringkali perannya tak lebih dari sekedar pemain pelapis. Oleh karena itu, rekor Maxwell yang terhitung luar biasa, mungkin tidak membuat ia lekas diingat oleh orang-orang sebagai pencetak sejarah.
Maxwell mengawali kariernya di klub Brasil, Cruzeiro. Ia hijrah dari kampung halamannya di usia muda untuk bergabung bersama akademi Cruzeiro. Di klub itulah, Maxwell muda mendapatkan trofi pertamanya, ketika Cruzeiro menjuarai Copa do Brasil di tahun 2000, meskipun Maxwell tidak turun sama sekali. Bersama Cruzeiro, Maxwell mendapatkan satu trofi lagi di tahun 2002 ketika Sao Paulo takluk di final Copa Libertadores oleh Cruzeiro.
Performa pemain kelahiran tahun 1981 ini membuatnya dilirik oleh klub raksasa Belanda, Ajax. Di tahun 2001, Ajax mengakuisisi Maxwell dengan mahar 3,5 juta euro. Maxwell mendapatkan peran yang dapat dikatakan cukup penting bersama Ajax, bahkan, di tahun 2004, ia berhasil memenangkan trofi pemain terbaik Liga Belanda.
Bersama Ajax, ia meraih empat gelar, di antaranya dua gelar juara Eredivisie di musim 2001/2002 dan 2003/2004. Sayangnya, di tahun 2005, Maxwell terkena cedera parah yang membuatnya melewatkan sebagian besar laga bersama Ajax.
Maxwell yang berstatus bebas transfer di tahun 2005, direkrut oleh Inter Milan, namun karena masalah registrasi, Maxwell terlebih dahulu dipinjamkan ke Empoli. Tahun 2006, Inter resmi mengumumkan bahwa mereka mengontrak bek kiri elegan itu selama 4 tahun.
Selama di Inter, Maxwell lebih sering berposisi sebagai gelandang sayap kiri, karena posisi aslinya di bek kiri ditempati oleh bek asal Rumania, Cristian Chivu. Sisi ofensif Maxwell semakin terasah karena posisi barunya tersebut. Maxwell memang memiliki kecepatan yang lumayan dan kemampuan crossing yang mumpuni, sehingga ia cocok bermain lebih ke depan. Bersama Inter, Maxwell meraih empat gelar, termasuk tiga gelar Scudetto berturut-turut dari musim 2006/2007 hingga 2008/2009.
Perjalanan Maxwell selanjutnya adalah di tim yang bisa dianggap terbaik di masa itu, Barcelona. Maxwell pindah ke Catalan di tahun 2009, dengan biaya sekitar 5 juta euro. Maxwell mengalami periode terbaiknya dari sudut pandang raihan trofi bersama Barcelona. Ia meraih total sembilan trofi bersama Barcelona, termasuk dua gelar Liga Spanyol, satu gelar Piala Dunia Antarklub, dan satu gelar Liga Champions, gelar paling bergengsi yang dapat diraih di level klub.
Walaupun begitu, banyak orang yang bilang bahwa kesuksesan Maxwell di Barcelona hanyalah karena ia berada di klub yang benar-benar bagus. Pernyataan itu tidak sepenuhnya benar, karena Maxwell walaupun lebih sering bermain sebagai cadangan, ia adalah cadangan yang cukup solid. Selain itu, tentu sulit untuk menggeser pemain sekelas Eric Abidal yang juga berposisi sama dengan Maxwell.
Maxwell hanya bertahan selama tiga tahun di Barcelona, PSG menebusnya di tahun 2012 dengan biaya sebesar 3,5 juta euro. Di awal waktunya bersama PSG, Maxwell mampu untuk menembus tim utama, namun seiring menua usianya, semakin lama ia semakin terpinggirkan. Bagaimana tidak, ia harus bersaing dengan sosok yang lebih muda seperti Layvin Kurzawa dan Lucas Digne.
Namun, Maxwell tetap bertahan hingga ia memutuskan untuk pensiun musim lalu. Bersama PSG, Maxwell mendapatkan 14 trofi, jumlah yang paling banyak ia dapatkan di satu klub.
Maxwell mungkin tidak memiliki kemampuan yang menonjol, seperti Roberto Carlos, misalnya. Kepribadiannya yang tenang dan tidak begitu menyukai sorotan juga menjadi faktor lain namanya tidak terkenal seperti pemain-pemain lain. Namun, seperti itulah Maxwell, yang lebih suka membuktikan diri melalui aksinya di lapangan. Zlatan Ibrahimovic yang menjadi kawan baiknya, mengatakan bahwa Maxwell adalah seorang gentleman sejati, laki-laki terbaik yang pernah Zlatan temui.
Pujian sebesar itu menunjukkan bahwa Maxwell memang seseorang dengan pribadi yang luar biasa, dan raihannya yang spektakuler itu menunjukkan bahwa kariernya sebenarnya pantas untuk dikenang.
Feliz aniversario, Maxwell!
Author: Ganesha Arif Lesmana (@ganesharif)
Penggemar sepak bola dan basket