Indonesia menghadapi kualifikasi Piala Asia 1988 dengan optimisme tinggi. Skuat Garuda yang kala itu ditangani oleh Anatoli Polosin, memang punya banyak modal bagus untuk bisa lolos dan berlaga di babak utama yang akan digelar di Qatar. Karena setahun sebelumnya, Robby Darwis dan kawan-kawan berhasil merebut medali emas SEA Games yang digelar di rumah sendiri.
Tetapi ternyata, tim tersebut sudah tidak sama lagi. Beberapa pemain sudah mulai dimakan usia, terutama sang penyerang utama, Ricky Yacobi, yang sedang berada dalam senja kariernya. Ia memang berhasil menyarangkan gol di laga perdana melawan Yaman Selatan, tetapi fisik yang menua tidak bisa berbohong.
Ricky kepayahan di pertandingan-pertandingan selanjutnya, terutama ketika Indonesia dihantam 4-0 oleh Korea Selatan di pertandingan terakhir, yang kemudian memupuskan asa untuk berlaga di babak utama.
Hari tersebut selalu diingat sebagai waktu di mana penyerang Indonesia benar-benar tidak berdaya. Tetapi Tuhan memang adil, karena di tahun yang sama ketika para penyerang Indonesia kesulitan mencetak gol, di tahun 1988, lahir para penyerang hebat yang akan menjadi andalan timnas Indonesia di kemudian hari.
Muhammad Rahmat
Termasuk late bloomer di kancah sepak bola Indonesia. Namanya baru tersohor setelah usianya melewati 25 tahun. Muhammad Rachmat lahir di Takalar, sebelah selatan kota Makassar, pada 28 Mei 1988. Apa yang diraihnya bersama PSM Makasar saat ini adalah hasil dari loyalitasnya bertahan di sana selama lebih dari 10 tahun. Rahmat terkenal dengan sebagai salah satu penyerang cepat yang dimiliki oleh Indonesia.