Serie A 2016/2017 meninggalkan sepenggal kisah haru. Crotone yang semula diprediksi akan turun kasta, mendadak bangkit dan lolos dari jerat degradasi, padahal sisa lawan mereka tidak main-main. Juventus, Internazionale Milano, AC Milan, Lazio, Torino, dan Sampdoria adalah klub yang diprediksi akan semakin menenggelamkan Rossoblu.
Hal itu bukan tanpa sebab karena hingga giornata 29 di pertengahan Maret, klub yang bermarkas di Ezio Scida ini hanya memiliki 14 poin, terpaut delapan poin dari peringkat 17, zona aman degradasi. Selain itu, ini adalah pertama kalinya mereka mentas di kasta tertinggi sepak bola Italia. Tak ada yang berharap Crotone dapat bertahan (kecuali mereka sendiri tentunya) karena takdir mayoritas tim promosi memang hanya sekadar menumpang lewat.
Selain itu, Crotone juga melepas semua pemain inti yang membawa mereka promosi ke Serie A. Derita tim yang diperkuat mantan bek AC Milan, Djamel Mesbah, dan eks pemain muda Inter, Lorenzo Crisetig, kian bertambah karena harus menempuh perjalanan sejauh 1.000 kilometer untuk menggelar laga kandang di Stadio Adriatico milik Pescara pada dua bulan pertama musim ini karena stadion mereka belum siap.
Jarak seribu kilometer itu hampir sama dengan jarak dari Pelabuhan Merak ke Gunung Bromo. Bisa kamu bayangkan betapa melelahkan perjalanan mereka hanya demi menyumbang tiga poin untuk tim lawan? Delapan kekalahan dari sebelas laga awal musim bisa jadi disebabkan oleh jet lag yang mereka alami.
Dari sederet fakta di atas, apa yang bisa diharapkan dari Crotone agar lolos degradasi? Hampir tidak ada.
Namun, Crotone memang beda. Sang allenatore, Davide Nicola, tidak dipecat meski hampir sepanjang musim timnya terbenam di papan bawah. Crotone bahkan mengalami lima kekalahan beruntun sebanyak dua kali. Ini tentunya menjadi kejadian yang tak biasa di era sepak bola modern. Bayangkan, Inter Milan saja sampai mengganti pelatihnya lima kali musim ini (dua periode Stefano Vecchi sebagai caretaker dihitung dua kali).
Anugerah itu sangat disyukuri oleh Nicola. Di bulan April, eks pelatih Livorno dan Bari ini bernazar akan bersepeda dari Crotone yang terletak di Italia Selatan menuju Turin yang berlokasi di Italia Utara. Jarak tempuh rute ini lebih jauh dari jarak partai usiran Crotone di awal musim, yakni 1.300 kilometer. Wow!
Tuhan nampaknya tersentuh dengan nazar dan dedikasi yang ditunjukkan Nicola. Usai nazar yang diucapkannya, Crotone menjalani periode yang tak akan pernah dibayangkan sebelumnya. Dari sembilan laga sisa, hanya satu kekalahan yang mereka derita yaitu dari Juventus sang juara musim ini. Sisanya? Enam kemenangan dan dua hasil imbang.
Dari enam tim kuat yang disebutkan di awal artikel, hanya Juventus yang sanggup menumbangkan Crotone. Internazionale dan Sampdoria kalah 1-2, Torino dan AC Milan imbang 1-1, dan Lazio dihantam 3-1 di pekan pamungkas. Bahkan jika tabel klasemen dibuat dari giornata 30 hingga 38, Crotone berada di peringkat kedua dengan raihan 20 poin. Unggul dari AS Roma, Juventus, dan Atalanta.
Everything has mean to be. Terkadang jalan hidup seseorang sudah ditetapkan dan ia berada di jalur yang benar, sesuai dengan yang dikehendaki semesta.
Giornata 38, pekan pamungkas, di Ezio Scida. Crotone menjamu Lazio penghuni peringkat empat klasemen dan masih terpaut dua poin dari Empoli di zona aman. Empoli sendiri hanya akan menghadapi Palermo yang sudah terdegradasi.
Jalan terjal Crotone tak berhenti sampai disitu. Palermo kabarnya lebih menginginkan Crotone terdegradasi menemani mereka dan Pescara agar mendapat “pesangon turun kasta” dari Serie A sebesar 15 juta euro. Jadi, Palermo bisa disimpulkan tidak memiliki motivasi apapun untuk menang lawan Empoli.
Hasil akhirnya? Palermo ternyata menang 2-1 dan Crotone bertahan di Serie A!
Baca juga: Rekapitulasi Serie A 2016/2017
Nicola berkata bahwa ia akan tetap melakukan nazarnya dan segera memulainya akhir pekan ini dengan rute: Taranto, Bari, Pescara, Ancona, Livorno, Genova, Torino. Rute itu dipilih karena ketujuh kota tersebut merupakan tempat di mana Nicola berkarier sebagai pemain maupun pelatih. Di kota Turin nanti perjalanan Nicola akan berakhir di Vigone, lokasi tempat tinggalnya yang lama.
Namun ternyata bukan itu satu-satunya alasan mengapa Vigone menjadi destinasi terakhir Nicola. Di Vigone, tiga tahun yang lalu, ada seorang anak berusia 14 tahun yang sedang bersepeda tewas tertabrak bus. Ia adalah putra kandung Davide Nicola.
Davide Nicola telah memberikan petuah hidup yang sangat berharga bagi kita semua. Ia tetap bersyukur, walau dirundung duka yang sangat dalam, Kecintaan Nicola pada sang anak akhirnya didengar sang empunya takdir. Ia diizinkan untuk kembali ke Vigone, sebuah tempat di mana ia terakhir kali berjumpa dengan buah hatinya.
Musim ini bukan musim yang biasa bagi Crotone, dan akhir pekan ini bukan akhir pekan yang biasa untuk Davide Nicola.
La vita ѐ bella. Hidup itu indah, kawan.
Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.