Kolom

Julia Perez: Sosok Pencinta Sepak Bola itu Telah Tiada

Telah tiga tahun lamanya Julia Perez menderita kanker serviks. Dukungan doa, materi, serta harapan dari keluarga serta berbagai lapisan masyarakat tak sanggup menopangnya lebih lama. Ia berpulang kemarin, Sabtu, 10 Juni 2017.

Rekam jejak Jupe, panggilang akrabnya, di dunia hiburan begitu meriah. Mengawali karier sebagai model, Jupe lantas merambah profesi penyanyi dangdut, akting hingga komedi. Jupe begitu identik dengan sepak bola berkat hubungan asmaranya dengan Gaston Castano.

Sepak bola memang sangat lekat dengan dunia hiburan, karena memang industri ini telah berkembang sedemikian jauh. Sejak era George Best di Manchester sana, atlet sepak bola bisa bersanding dengan nama-nama beken dunia hiburan. Memasuki abad ke-21, kita mengenal Vinnie Jones, eks Wimbledon, yang selepas pensiun sering membintangi film-film blockbuster Inggris.

Antara pesepak bola dengan para artis kini hampir tiada berbeda. Keduanya sama-sama disanjung, dipuja, hingga harus rela menerima cacian dari penggemar yang kecewa. Tak aneh jika di Jepang, banyak klub sepak bola yang menggaet idol group guna melakukan promosi. Batas-batas budaya selebritas kini semakin cair.

Mengenang Jupe adalah mengenang tingkah lakunya yang renyah, ceplas-ceplos, menggugah tawa. Meski sering dikaitkan dengan istilah “artis panas”, berkat keseksian raganya, Jupe mendobrak batas sehingga di pengujung kariernya lebih nyaman menjadi pelawak (atau lebih tepat, host yang melawak).

Kontroversial, itu pasti. Perempuan bernama asli Yulia Rahmawati ini tak bisa mengelak dari tuntutan peran yang harus ia jalankan. Momentum adalah segalanya karena esok hari akan muncul pesaing-pesaing baru. Momentum perlu dimanfaatkan, karena ketika nama seseorang berkibar di dunia hiburan, hal itu bisa terjadi hanya dalam sekejap. Membintangi iklan, menghadiri acara talk show, atau membintangi film-film murahan akhirnya mengalahkan idealisme. Hey, Robert De Niro saja tak kuasa menahan godaan, hingga akhirnya banyak membintangi film-film sampah.

Jika dikaitkan dengan sepak bola, maka momentum turut menjadi kunci penting bagi karier seorang pemain. Momentum ada di atas lapangan, misalnya ketika tim yang ia bela kok ya bisa-bisanya bermain nyaman melawan tim raksasa. Ketika saat itu tiba, segalanya tampak berjalan sesuai skenario. Tidak ada operan yang meleset. Tidak ada bola yang tak terkejar. Gol pun tinggal menunggu waktu saja dan jika momentum beralih ke tangan lawan, klub yang tadinya di atas angin menjadi mati kutu.

Perlu bukti? Tidak usah jauh-jauh. Anda bisa melihat perbedaan permainan Juventus di final Liga Champions 2016/2017 melawan Real Madrid. Lewat tendangan spektakuler Casemiro di babak kedua, Juventus pun runtuh, padahal baru tertinggal satu gol.

Jupe tidak mau seperti Juve. Maka ketika bergala asmara dengan Gaston Castano, yang pemain bola, ia banyak mencurahkan waktu dan perhatian ke permainan si kulit bundar. Ia tidak hanya mencintai sang kekasih, tetapi juga dunianya. Dunia yang ia akui telah ia akrabi sejak dulu.

“Jangan heran jika saya kepincut dengan sepak bola karena memang sejak kecil saya sudah akrab dengan olahraga ini. Dari orangtua saya hingga kakak-kakak saya sering bermain sepak bola di dekat rumah tinggal kami di daerah Cijantung, Jakarta Timur,” tegas Jupe, seperti saya kutip dari Liputan6 (10/6).

Komentar tersebut meluncur dari bibir Jupe saat ia mendirikan akademi sepak bola bersama Gaston, yang mereka namakan Champions Soccer School. Kebaikan hati Jupe juga begitu menyentuh ketika ia membiayai Sergei Litvinov, pemain asing yang gajinya ditunggak PSLS Lhokseumawe. Litvinov bahkan harus terpaksa berjualan jus untuk menyambung hidup, sebelum akhirnya dideportasi Pihak Imigrasi Kelas I Solo.

127 juta gajinya tak dibayar pihak klub dan ia tak memiliki dana untuk pulang ke negaranya. Bukan PSSI, bukan pula pemerintah, tapi justru Jupe yang datang mengulurkan bantuan. Peristiwa tersebut terjadi di tahun 2014.

Secara pribadi, Jupe meninggalkan kesan yang mendalam, karena di balik keglamorannya, ia tampak jujur. Jupe tak malu untuk berkata nyablak, rela menjadi bulan-bulanan hinaan oleh lawan mainnya. Kejujuran Jupe tercermin pula pada kecintaannya terhadap sepak bola.

Di kala berjuang melawan kanker, Jupe menyempatkan diri untuk mengucapkan selamat ulang tahun kepada klub yang ia cintai, Persija Jakarta. Tampak kue berwarna oranye ia unggah di akun Instagram-nya. Di tengah-tengah derita, Jupe masih ingin berbahagia dengan sesama insan sepak bola.

https://www.instagram.com/p/BNVlqKWBvLC/

Artis pria penggila sepak bola dan juga berkecimpung di dalamnya sudah begitu banyak. Jupe mewakili figur publik perempuan. Mengesampingkan komentar miring seperti ‘aji mumpung’, Jupe ingin mendobrak batas-batas yang ada.

Selain mendirikan sekolah sepak bola, Jupe juga pernah mengikuti ujian untuk menjadi agen sepak bola. Sayang, usahanya tersebut gagal menemui hasil optimal. Ia dinyatakan tidak lulus oleh pihak penyelenggara.

Tapi seperti gayanya di layar televisi yang woles dan tidak jaim, ia tak ambil pusing. Kecintaan bisa ia buktikan lewat cara lain. Kecintaannya terhadap sepak bola akhirnya membuat Jupe sering mendampingi bintang-bintang sepak bola asing yang sedang melakoni tur ke Indonesia.

Sosok yang ditinggalkan kesan mendalam salah satunya Radja Nainggolan. Mendengar berita duka ini, gelandang tangguh AS Roma tersebut pun berbelasungkawa.

Bahkan ucapan duka turut diucapkan pihak klub Nainggolan, AS Roma, lewat akun Twitter berbahasa Indonesia mereka.

Jupe memang terlibat banyak kala klub kebanggaan ibu kota Italia itu berkunjung ke Indonesia pada 2015.

Julia Perez lahir di Jakarta, 15 Juli 1980. Ia meninggal di usia 36 tahun. Tak ada lagi banyolan-banyolan dan tingkah laku segar darinya. Selamat jalan, Jupe!

Author: Fajar Martha (@fjrmrt)
Esais dan narablog Arsenal FC di indocannon.wordpress.com