Akhir pekan lalu, para pemain yang dipanggil masuk timnas Inggris jelang laga kontra Skotlandia dan Prancis, Juni 2017 ini, seakan hilang ditelan bumi. Harry Kane dan kawan-kawan tiba-tiba tak bisa dihubungi lewat telepon genggam masing-masing. Tak disangka, skuat The Three Lions ‘diculik’ oleh sekelompok orang dengan atribut militer.
Beberapa hari kemudian muncul foto-foto timnas Inggris yang tak seperti biasanya mengenakan jersey dan sepatu bola, melainkan berseragam ala militer lengkap dari ujung kaki ke ujung kepala. Beberapa foto menggambarkan Raheem Sterling hingga pelatih Gareth Southgate tengah gelagapan saat diangkat personel militer dari sebuah kolam air.
Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah ini salah satu bagian dari kudeta? Jangan, jangan berpikir terlalu jauh dulu. Kehadiran skuat The Three Lions di Royal Marines Commando Training Centre atau pusat komando latihan angkatan laut Inggris merupakan bagian dari program Asosiasi Sepak Bola Inggris (FA) agar pemain merasakan atmosfer berbeda dalam sebuah latihan.
Informasi dadakan yang diterima pemain, komunikasi yang diputus, hingga hidup jauh dari kata glamor seperti yang biasa mereka jalani, jadi serangkaian hal yang ditemui di Devon, yang berada antara Exeter dan Exmouth itu. Belum lagi dengan agenda padat pelatihan ala militer yang keras dan benar-benar menguji kedisiplinan.
Bahkan untuk beristirahat saja, pemain sekelas Sterling yang punya gaji tertinggi di skuat The Three Lions saat ini dengan 180 ribu paun atau setara 3 miliar rupiah per pekan, hanya beralaskan kantong tidur di alam terbuka pada malam yang dingin. Nyaman? Boro-boro! Tapi itulah yang terjadi dan Southgate secara eksplisit menyatakan kegiatan ini guna memupuk jiwa patriotisme pemain yang biasanya menjalani hidup bergelimang harta.
“Orang-orang ini (militer) menjaga Ratu dan negara, kami melakukan hal yang sama. Namun, konsekuensi atas kegagalan Angkatan Bersenjata Kerajaan jauh lebih tinggi. Ini memberikan kami pelajaran dan perbandingan yang bagus,” bilang Southgate kepada situs resmi FA.
Dia melanjutkan, “Kami telah melihat standar dan kebanggaan yang sudah ada di dalam identitas diri serta baret hijau, yang jadi sebuah pesan kuat pada kaitannya kami di The Three Lions. Kami mesti lebih berani saat bermain dan mengambil keputusan.”
Kegagalan demi kegagalan timnas Inggris di berbagai turnamen internasional dalam beberapa dekade terakhir jelas membuat FA merasa perlu adanya inovasi, salah satunya diwujudkan dengan pelatihan militer yang tak hanya memupuk kembali rasa nasionalisme, tapi juga mempererat kerja sama tim baik di luar maupun dalam lapangan.
Didahului timnas Indonesia
Nasib dan kebijakan serupa kini juga terjadi di tim nasional Indonesia, bahkan jauh lebih dulu. Sebelum terbang ke Prancis untuk menjalani Toulon Tournament, timnas U-19 sempat digodok ala militer di Markas Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan Darat di Cijantung, Jakarta Timur, satu hingga dua bulan lalu.
Selain tentunya pelatihan fisik dan “Bela Negara”, Egy Maulana Vikri dan kawan-kawan juga dilatih kebersamaan lewat yel-yel penuh semangat. Dalam sebuah video yang diunggah akun Instagram resmi PSSI, @pssi__fai, para pemain timnas Indonesia U-19 bersemangat mengikuti arahan yel-tel seorang tentara di depannya. Serupa tapi tak sama dengan yang dilakukan timnas putri U-15 kala pemusatan latihan di Stadion Petanang, Kota Lubuk Linggau, April 2017.
https://www.instagram.com/p/BR76-jyBfsg/?taken-by=pssi__fai
https://www.instagram.com/p/BSdI5eZBhrD/?taken-by=pssi__fai
“Mereka pejuang-pejuang demi bangsa dan negara,” sebut pelatih timnas U-19, Indra Sjafri, kepada Tempo saat ditanya perihal nuansa militer di skuatnya. “Saya mendisiplinkan anak-anak untuk menumbuhkan semangat militansinya,” timpal asisten pelatih Garuda Jaya, Mayor CPM Miftahudin Mukson. Kendati demikian, keduanya menolak apabila hal tersebut ditujukan agar menanamkan militerisme di sepak bola.
Sejak terpilihnya Pangkostrad Edy Rahmayadi sebagai Ketua Umum PSSI periode 2016-2020, nuansa militer perlahan terasa. Mulai dari penjualan tiket timnas Indonesia di Piala AFF 2016 yang kala itu dihelat di markas TNI, hingga perpindahan pemusatan latihan. Perlukah para pemain mendapat pelatihan bela negara seperti itu?
Jawabannya mungkin beragam, tapi jika dilakukan pada koridor yang tepat tanpa menghadirkan militerisme dan tak mengesampingkan unsur yang harus ada dalam latihan sepak bola, kebijakan ini amat bermanfaat menumbuhkan rasa nasionalisme yang perlahan memudar.
“Adakah garuda di dadamu? Ada, ada, ada! Adakah Merah Putih di hatimu? Ada, ada, ada! Mana? Ini dia, ini dia, pam pam pam yes!”
Author: Perdana Nugroho
Penulis bisa ditemui di akun Twitter @harnugroho