Ketika mendapati berita bahwa Kylian Mbappe Lottin dibanderol 130 juta euro, satu pertanyaan langsung terbayang di kepala saya. Sumbangsih apa yang sudah diberikan Mbappe untuk AS Monaco hingga 130 juta layak disematkan untuk remaja 18 tahun tersebut? Menang Piala Dunia bersama Monaco?
Ya betul, Mbappe punya semua bahan untuk menjadi salah satu penyerang terbaik di dunia. Saya bahkan menuliskan alasan mengapa Mbappe harus ditakuti. Lewat tulisan yang berjudul “Mengapa Kylian Mbappe Harus Ditakuti?”, pembaca bisa menemukan alasan yang saya maksud. Ia cepat, tangguh ketika satu lawan satu dengan lawan, dan efisien di depan gawang.
Usianya yang masih 18 tahun memang menjadi daya tarik bagi klub-klub berkantong tebal di Eropa, dan juga mungkin, di Cina. Mengapa menjadi daya tarik? Karena pembaca seharusnya bisa membayangkan akan jadi seperti apa Mbappe nanti ketika berusia 27atau 28 tahun. Dengan kemampuannya sekarang, Mbappe bisa menjelma menjadi senjata mematikan di kotak penati lawan, seperti Cristiano Ronaldo saat ini.
Namun, bisa juga ia masuk kotak dengan label “Robinho 2.0”. Anda tahu Robinho, bukan? Anak ajaib dari Brasil, menyandang predikat “The Next Pele”, diboyong Real Madrid dari Santos dengan mahar 25 juta euro, untuk akhirnya bakatnya menguap karena tekanan label dan banderol tinggi. Melihat kemiripan cara bermain Mbappe dan Robinho, ketakutan saya harus pembaca maklumi.
Mbappe tak hanya “harus pindah” ke klub yang bisa membayar mahal. Remaja dengan senyum manis tersebut harus berada di lingkungan yang tepat, yang bisa melindunginya dari terkaman jurnalis yang seperti hiu mencium bau darah, terutama mereka yang bekerja di Inggris. Mbappe juga harus ditangani pelatih yang tepat. Yang mengerti arti proses dan tak “memeras” anak kecil untuk melakukan pekerjaan orang dewasa.
Maka masuk akal ketika Dimitar Berbatov menyarankan Mbappe untuk bertahan di Monaco, setidaknya untuk satu musim lagi. Mantan penyerang Manchester United tersebut resah apabila Mbappe tak mendapatkan menit bermain semewah ketika masih di bawah asuhan Jardim. Yang artinya perkembangan pemain asal Perancis tersebut akan terhambat.
Melihat segala variabel itu, yang artinya Mbappe belum matang sepenuhnya, apakah pantas ia dibanderol 130 juta euro? Astaga.
Lain Mbappe, lain Davinson Sanchez. Siapa? Pembaca akrab dengan nama tersebut? Bagaimana Dengan Vinicius Junior? Pemain 16 tahun dari Flamengo? Merasa tidak kenal?
Davinson Sanchez, bek Ajax asal Kolombia, berusia 20 tahun, tengah didekati Chelsea, dan dibanderol 40 juta euro. Sementara itu, Vinicius Junior, 16 tahun, konon sudah resmi dipinang Real Madrid, silakan pegangan sesuatu di dekat Anda, dengan harga 45 juta euro. Apakah mereka baru saja pulang dari Sokovia membantu Captain America memerangi Ultron? Astaga.
Keduanya memang punya bakat, dan masih muda. Davinson adalah tipikal bek tengah modern. Handal dengan bola dan dengan tinggi badan 187 sentimeter, Davinson cukup tangguh di udara. Berat badan 83 kilogram dengan bentuk tubuh yang kokoh menjadi modalnya berduel dengan penyerang lawan yang lebih besar.
Nah, bagaimana dengan Vinicius Junior? Anak muda 16 tahun dengan kawat gigi tersebut baru saja memenangi kejuaraan nasional U-17 di Amerika Selatan bersama Brasil. Vinicius menjadi pencetak gol terbanyak sekaligus menyabet gelar pemain terbaik. Berkat penampilan apiknya, oleh media, Vinicius diberi label “The Next Neymar”. Jujur, saya lelah dan mual dengan pelabelan seperti ini. Namun seperti itulah headline media masa lahir.
Oke, Vinicius punya kecepatan, kaki yang lincah, dan banyak tabungan trik untuk mematahkan engkel lawan, yang kesulitan mengejarnya. Tubuhnya yang terlihat lebih kokoh ketimbang remaja seusianya, membuat Vinicius sulit dihentikan ketika cutting inside dan masuk ke kotak penalti. Melihat kelebihannya, label “Neymar” tentu menjadi beralasan.Tapi apakah lantas ia layak dibanderol 45 juta euro?
Bagaimana cara memberi banderol kepada pemain bagus? Bila kita melihat ke belakang, tepatnya ketika Kaka dan Cristiano Ronaldo bergantian memecahkan rekor transfer dunia, ada satu benang merah yang menjadi alasan jelas. Mereka berprestasi bersama klub sebelumnya. Dan prestasi yang mereka sumbangkan adalah prestasi tertinggi, yang bisa diraih di kompetisi terbesar di Eropa. Bahkan, keduanya pun diakui sebagai pemain terbaik di dunia dengan status penyandang Ballon d’Or.
Tunggu dulu, bukan maksud mengecilkan arti kompetisi Amerika Selatan, atau kompetisi mana saja. Namun, tak perlu diperdebatkan lagi kompetisi mana yang paling menyita atensi pasar. Dan di sana pula, kualitas sebenarnya dari seorang pemain yang baru menyandang label “berbakat” menjelma menjadi seorang “pemenang”.
Ada proses, penyaringan, untuk menentukan apakah si pemain layak dihargai setinggi itu. Bukan hanya mereka muda, punya potensi, atau bisa melewati tiga pemain ketika menyerang. Kaka dan Ronaldo membuat tim yang mereka perkuat menjadi lebih baik. Mereka bermain untuk tim, mempersembahkan prestasi, dan secara “normal”, nama mereka akan terangkat dengan sendirinya.
Memang, melangitnya banderol pemain (bagus) juga dipengaruhi tingginya pemasukan klub dari hak siar. Atau bisa juga dari sisi marketing yang besar seperti kasus Paul Pogba dan Manchester United. Artis Instagram berusia 23 tahun tersebut menjual seragam lebih banyak ketimbang pemain lain.
Kas klub terdongkrak. Tapi tak hanya klub yang menikmati, sponsor juga memanen euro dari citra diri seorang Pogba. Untuk alasan itu, United dengan bahagia memulangkan “si anak hilang” ke Teater Mimpi.
Klub-klub yang dengan ikhlas berpisah dengan ratusan juta euro untuk meminang Mbappe, Davinson, dan Vinicius (mungin) juga mengharapkan hal yang sama seperti United dan Pogba. Atau bisa juga, alasan mengamankan masa depan yang menjadi pertimbangan utama. Uang banyak tak masalah untuk dibuang asal masa depan dalam wujud pemain bagus sudah diamankan.
Meski akhirnya harus merusak harga pasar. Meski akhirnya nanti membunuh bakat anak muda dengan ekspektasi tinggi. Ya, paling tidak, saat ini, izinkan saya memaki banderol pemain (bagus) yang makin melangit.
Jangkrik!
Author: Yamadipati Seno
Koki @arsenalskitchen