Stadion dengan bentuk bundar. Atap berbentuk ruas dengan garis yang tegas. Publik Indonesia tentu tidak asing dengan bentuk stadion Luzhniki yang akan menjadi tempat perhelatan partai final Piala Dunia 2018. Ya, stadion ini memang merupakan ‘kembaran’ dari stadion kebanggan rakyat Indonesia, Gelora Bung Karno.
Ceritanya bermula ketika Indonesia memiliki hubungan yang begitu erat dengan Uni Soviet. Saat itu Soekarno yang merupakan pemimpin Indonesia memiliki hubungan yang begitu spesial dengan pimpinan Soviet, Nikita Khrushchev. Bahkan kabarnya ketika toilet di Istana Negara mengalami kerusakan, Khruschev sampai mengirim seperangkat toilet modern langsung dari Rusia untuk Soekarno.
Pembicaraan soal pembangunan stadion megah ini terjadi pada tahun 1956, bertepatan dengan kunjungan Bung Besar ke Moskow. Indonesia ingin membangun stadion, dan sebenarnya permintaan itu sudah diajukan beberapa tahun sebelumnya. Sebelum ke Uni Soviet, Soekarno juga mengajukan pinjaman kepada Amerika Serikat, namun sayangnya hal tersebut ditolak. Lantas ia kemudian beralih ke Uni Soviet.
Khrushchev menyambut ide tersebut dengan lapang. Bagi Khruschev, kerjasama ini akan semakin mempererat koalisi antar kedua negara. Apalagi Khruschev sadar betul dengan potensi yang dimiliki oleh Indonesia, atau lebih tepatnya potensi Soekarno saat itu. Khrushchev kemudian menyetujui agar Uni Soviet memberikan bantuan berupa kredit lunak dengan bunga yang sangat ringat dan dapat diangsur dalam jangka panjang.
Urusan soal pendanaan pembangunan negara, salah satunya adalah membangun Stadion Utama Gelora Bung Karno yang membuat hubungan Soekarno dan Khrushchev semakin erat. Di saat bersamaan, hubungan antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Uni Soviet juga semakin kokoh.
Meskipun sebenarnya Khrushchev sempat agak heran dengan permintaan Soekarno. Dalam memoar pribadinya, ia menyebut bahwa proklamator Indonesia tersebut memang tipe sosok yang agitatif dan suka mengumpulkan banyak orang. Pembangunan stadion berkapasitas besar ini adalah salah satunya, yang disebut Soekarno ternyata berbeda dengan yang ada dalam pikiran Khruschev.
Hingga akhirnya pinjaman 12,5 juta dolar mengucur untuk membangun Stadion Utama Gelora Bung Karno. Insinyur dan teknisi didatangkan langsung dari Uni Soviet untuk memperlancar pembangunan stadion. Hampir semua sarana dan prasarana, bahkan dana pun berasal dari Soviet, maka stadion yang dibangun pun dibuat serupa dengan yang ada di Moskow.
Dengan kata lain, Stadion Utama Gelora Bung Karno adalah replika dari Luzhniki Stadium. Lebih tepatnya lagi Luzhniki Stadium dan Stadion Utama Gelora Bung Karno adalah artefak sekaligus saksi sejarah bagaimana Indonesia punya hubungan erat dengan Soviet di masa lalu.