Tiada angin, tiada hujan, sebuah kabar mengejutkan dari kancah sepak bola datang dari PSIS Semarang. Klub kesayangan Panser Biru dan Semarang Extreme (Snex) tersebut secara resmi mencopot Subangkit dari kursi pelatih pada tanggal 15 Maret lalu.
Ada pro dan kontra yang mengemuka di khalayak umum terkait keputusan mengagetkan manajemen PSIS itu. Pihak yang pro menyebut jika pelatih berumur 58 tahun tersebut layak dibebastugaskan akibat performa buruk Mahesa Jenar saat bertarung di turnamen pra-musim.
Sementara yang tidak sepakat menganggap langkah manajemen PSIS justru sebuah blunder besar karena dilaksanakan pada detik-detik akhir sebelum Liga 1 2018 dimulai.
Harus diakui memang, mengingat waktu yang sedemikian pendek jelang bertempurnya PSIS di Liga 1 2018, menemukan sosok anyar dan tepat guna menggantikan Subangkit bukanlah perkara sepele meski cukup banyak pelatih dengan lisensi A AFC (sesuai dengan regulasi yang ditetapkan oleh PT. Liga Indonesia Baru (LIB) sebagai operator liga) yang tengah menganggur dan bisa ditunjuk oleh PSIS sebagai nakhoda baru.
Bukan Agus Yuwono ataupun Nil Maizar, PSIS justru mengumumkan bahwa pelatih anyar mereka berasal dari luar negeri. Manajemen Mahesa Jenar memercayakan posisi krusial tersebut kepada figur muda berpaspor Italia, Vincenzo Alberto Annese. Walau berasal dari negara yang kondang sebagai salah satu kiblat sepak bola dunia, tapi sosok Annese tak memiliki nama besar yang sama.
Mengawali karier kepelatihan di tahun 2010 atau saat usianya menginjak 26 tahun, klub yang pernah ditukangi Annese di kampung halamannya ‘cuma’ Fidelis Andria dan Foggia. Kesebelasan yang disebut terakhir mungkin tak kelewat asing lantaran pernah menggebrak kompetisi Serie A medio 1990-an silam kala diasuh allenatore legendaris asal Republik Ceko, Zdenek Zeman.
Seusai menimba pengalaman di Italia, Annese yang memiliki lisensi UEFA Pro (setara dengan kepunyaan pelatih-pelatih beken seperti Pep Guardiola dan Jose Mourinho), lebih banyak menghabiskan kariernya di kawasan Eropa Timur.
Secara bergantian, ia melatih klub dari Estonia, Latvia, Lithuania, serta tim nasional Armenia U-19. Annese juga sempat mencicipi rimba Afrika tatkala membesut sebuah klub dari Ghana. Sementara petualangannya di Benua Asia baru dimulai saat menangani tim asal Palestina, Ahli Al-Khaleel.
Sayangnya, sepak terjang Annese bersama kesebelasan-kesebelasan tersebut tidak ada yang berujung dengan raihan trofi. Alhasil, curriculum vitae Annese hingga detik ini pun masih tanpa prestasi.
Namun berbekal lisensi kepelatihan dan pengalaman segudang dari perjalanannya sebagai pelatih dalam kurun satu windu terakhir, manejemen PSIS tampaknya sudah yakin dengan kapabilitas Annese.
Kendati demikian, masuknya Annese di detik-detik akhir jelang kompetisi dimulai berpotensi menghadirkan masalah pelik terkait masa adaptasi sang pelatih dengan tim barunya. Jika dihitung sejak ia diumumkan sebagai pelatih baru Mahesa Jenar, Annese cuma memiliki waktu dua hari untuk mengenal skuatnya serta mempresentasikan ide dan sistem permainan yang dirinya anut.
Bercermin dari situasi tersebut, ada baiknya kalau manajemen dan suporter setia PSIS tak buru-buru membebani Annese dengan beraneka macam permintaan. Terlebih di laga perdana musim ini, PSIS akan melawat ke Stadion Mattoanging untuk berjumpa PSM Makassar (25/3).
Membiarkannya beradaptasi secara nyaman dan menyatu dengan tim besutannya adalah langkah paling bijak yang wajib dilakukan. Siapa tahu dengan memberi kesempatan dan keleluasaan seperti itu, Annese justru dapat menunjukkan kelasnya guna meramu strategi terbaik sehingga penampilan Haudi Abdillah dan kawan-kawan semakin elok dan luar biasa.
Selamat bekerja, coach.
Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional