Javier Casquero dengan kencang berlari menembus barikade pertahanan Real Madrid. Hanya satu hal yang ia pikirkan saat itu: Secepat mungkin tiba di kotak penalti El Real agar kesempatan untuk mencetak gol semakin besar. Namun sayangnya, misi mulia Casquero untuk Getafe itu tak pernah terlaksana, dan justru kejadian setelahnya yang mendunia.
Seorang bek berseragam putih-putih yang berkepala botak coba berlari mengejar Casquero. Ia sudah tertinggal satu langkah sebelum Casquero tiba di area kesayangan para pemburu gol, tapi pemain dengan nomor punggung 3 ini pantang menyerah. Ia coba kejar lagi di saat lari Casquero melambat untuk mengontrol bola, tapi masih belum sanggup menghentikannya.
Keputusan pun harus segera diambil. Biarkan Casquero terbebas lalu menendang bola dan berharap Iker Casillas dapat menciptakan keajaiban, atau melanggarnya dengan konsekuensi berhadiah hukuman penalti bagi timnya. Opsi terakhir itulah yang kemudian diambilnya. Hanya dengan satu dorongan dari tangan kiri, Casquero pun terjatuh.
Selama sepersekian detik penonton terhenyak. Apakah itu penalti? Apakah termasuk professional foul? Apakah akan ada kartu merah? Namun belum sempat wasit meniup peluit dan belum sempat pertanyaan para penonton terjawab, bek dengan sorot mata tajam itu melakukan gerakan susulan.
Dia menendang kaki Casquero, lalu ditendangnya lagi lawannya itu di bagian punggung. Tak selesai sampai di situ, ketika wasit hendak mengeluarkan kartu merah, sang pelaku penendangan tadi masih menambah derita Casquero dengan menginjak pergelangan kakinya.
Sebuah aksi brutal yang tentu saja tidak hanya berujung kartu merah, tapi juga hukuman larangan bermain untuk memberi efek jera pada pelaku. Namun sayangnya, efek jera yang diharapkan tak langsung dirasakan oleh pemain dengan nama lengkap Képler Laveran Lima Ferreira ini, atau yang lebih dikenal dengan Pepe.
Brutalitas
Akui saja, kata tersebut atau sejenisnya kerap terlintas di pikiran kita saat mendengar nama Pepe. Bahkan saking identiknya Pepe dengan aksi brutal di lapangan hijau, beredar editan foto Pepe memakai seragam Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja), dan ada editan gambar lain yang berisikan pesan bahwa jika Pepe bermain PlayStation maka semua tombol di joystick-nya adalah tombol untuk menekel.
Sebuah stereotype yang tidak melekat begitu saja tanpa sebab, karena insiden dengan Casquero bukan satu-satunya persembahan dari Pepe di masa mudanya
Ia pernah diberi kartu merah setelah menyikut Álvaro Negredo, pernah diusir wasit karena menanduk Thomas Müller yang sedang terduduk di lapangan, bahkan di El Clasico melawan Barcelona sudah tak terhitung lagi berapa banyak dosa yang dilakukannya, seperti menginjak tangan Lionel Messi, walaupun ia beralasan tidak sengaja melakukannya.
Tidak hanya berkonfrontasi dengan lawannya, Pepe juga pernah melakukan tindakan tak terpuji pada wasit dengan mengatainya “What a rip-off motherfucker” pada José Luis Paradas Romero setelah Real Madrid imbang 1-1 di kandang Villarreal, Maret 2012. Kebrutalan itulah yang kemudian memunculkan julukan Pepe The Animal, sama dengan julukan yang dimiliki Batista di WWE SmackDown.
Tapi jika memang Pepe sedemikian liarnya, mengapa ia bisa bertahan sampai 10 musim di tim sekelas Real Madrid?
Tidak hanya keras, tapi juga cerdas
Pepe, di satu sisi memang pemain yang identik dengan kekerasan, jika kita melihatnya hanya dari sisi gelapnya saja. Tapi ia juga bukan bek sembarangan, karena kemampuan bertahannya termasuk kelas wahid. Terbukti dalam tiga edisi beruntun Piala Eropa yaitu pada 2008, 2012, dan 2016, Pepe selalu termasuk di tim terbaik.
Tak hanya itu, bek kelahiran Brasil yang membela timnas Portugal ini juga rutin menghiasi FIFPro World XI mulai dari tim kedua sampai tim kelima, sejak 2013 hingga 2017. Medali Liga Champions-nya pun berjumlah tiga, jauh lebih banyak dari para pemain termahal dunia seperti Neymar dan Paul Pogba, bahkan Andriy Shevchenko sekalipun.
Prestasi individual maupun bersama klub tersebut menandakan bahwa Pepe tidak hanya mengandalkan kontak fisik saja saat bermain, tapi juga dilandasi dengan kecerdasan. Berapa jarak yang harus dijaga saat mengawal lawan, bagaimana mengatasi duel satu lawan satu, atau bagaimana caranya membaca permainan lawan. Semua hampir selalu dilakukan Pepe dengan akal yang sehat dan jiwa yang kuat.
Kalimat “semua hampir selalu” harus digarisbawahi, karena ketika ada pemain yang masuk di radar pengawalan Pepe, mungkin rekannya akan berteriak AWAS ADA PEPE!! Sambil harap-harap cemas teman setimnya itu tetap bisa berdiri sehat dan bugar setelah bersentuhan dengan Pepe.
Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.