Eropa Inggris

Bournemouth Kini Bukan Sekadar Tempat Tetirah

Yusuf Arifin dalam bukunya yang berjudul “Dongeng Dari Negeri Bola”, pernah menulis tentang Bournemouth. Diceritakan dengan getir, klub sepak bola yang bermarkas di Stadion Dean Court itu nyaris jatuh pailit pada 1997. Pria yang pernah menetap di London dan bekerja untuk BBC itu merekam bagaimana perjuangan Bournemouth untuk bangkit dari keterpurukan finansial.

Adalah para pendukung serta para pemain mereka yang bahu membahu menyelamatkan klub berjuluk The Cherries. Dalipin, sapaan akrab Yusuf Arifin, menulis kisah itu dengan cukup detail, sehingga pembaca diajak berkontemplasi dengan apa yang pernah menimpa Bournemouth. Bisa Anda bayangkan sendiri, pihak klub mengumumkan kepada para pemain bahwa mereka tak lagi sanggup memberikan upah.

Lalu apa reaksi pemain? Alih-alih pergi, mereka justru bertahan. Bahkan mereka aktif mencari donasi demi menyelamatkan klub. Jadi, kisah Gianluigi Buffon dan kolega yang tetap setia membela Juventus saat dipaksa turun kasta karena terbukti terlibat skandal pengaturan skor, menurut saya kalah heroik jika dihadapkan dengan apa yang telah para pemain Bournemouth lakukan kala itu.

Saya percaya dengan istilah “usaha tidak akan pernah mengkhianati hasil”. Mungkin hal itu pula yang dipercayai oleh segenap publik Bournemouth. Seiring berjalan waktu, klub yang warna kostumnya mirip dengan kostum AC Milan itu mulai menapaki jalan kesuksesan. Hasil itu memang tak datang secara instan, tapi setidaknya membuahkan dan patut dipelihara bahkan terus ditingkatkan.

Hasil yang saya maksud adalah ketika tim besutan Eddie Howe promosi ke Liga Primer Inggris. Tepatnya pada 2 Mei 2015, publik Bournemouth bersuka cita. Pasalnya, hari itu menjadi bersejarah bagi Bournemouth karena berhasil menembus divisi teratas Liga Inggris untuk kali pertama sejak didirikan pada 1899.

Baca juga: Eddie Howe, Si Spesies Langka di Sepak Bola Inggris

Dilansir dari SkySports, Eddie saat itu berkata, “ Pencapaian ini telah menjadi perjalanan yang menakjubkan. Klub ini sebelumnya tidak pernah dipandang, kami tidak punya apa-apa tuk dibanggakan. Tapi kini, semua kesulitan telah dilalui bersama dan semua kerja keras akhirnya membuahkan hasil yang layak untuk perjuangan kami.” Pria berzodiak Sagitarius itu jelas tidak mengada-ada saat bilang bahwa Bournemouth tidak pernah dipandang dalam dunia sepak bola.

Terletak di pantai selatan Inggris, Bournemouth sangat cocok dijadikan sebagai destinasi wisata sekaligus tempat tetirah. Bagaimana tidak? Lanskap alam berupa pantai dan taman-taman begitu menggoda untuk dinikmati tanpa diselingi aktivitas apapun. Bagi siapa saja anak manusia yang berkunjung ke sana, tentu akan menjadi jauh lebih bahagia dari sebelumnya. Anggapan itu diperkuat melalui survei First Direct yang pada 2007 menahbiskan Bournemouth sebagai tempat paling membahagiakan di Inggris.

Meski demikian, kebahagiaan itu justru diyakini Dalipin sebagai ‘distraksi’ bagi tumbuh kembangnya olahraga sepak bola yang dikenal keras dan menggebu-gebu. Apalagi di Inggris, sepak bola menganut paham kick and rush yang menuntut pemain untuk terus bergerak dan bergerak. Bournemouth sebagai kawasan yang memanjakan, dirasa tidak cocok bagi sepak bola. Sehingga wajar bilamana publik Inggris, termasuk Dalipin, memandang klub AFC Bournemouth dengan sebelah mata.

Pandangan itu sedang Bournemouth ubah. Dua musim berturut-turut bertahan di kasta teratas tentu jadi pembuktian. Bahkan pada musim ketiga (2017/2018), mereka masih sanggup bertarung dan tidak terjerembab di zona degradasi. Fakta itu menambah kebahagiaan bagi publik Bournemouth. Luapan rasa bahagia tidak serta merta membuat The Cherries jemawa. Sebaliknya, Bournemouth merasa perlu bersyukur. Dengan cara apa?

Melalui situs resmi klub, Bournemouth memberitakan klub telah diberi lampu hijau untuk membangun sebuah kompleks pelatihan. Adapun kompleks itu rencananya akan menjadi tempat bagi sepuluh lapangan ukuran dewasa, tiga lapangan berukuran junior, lapangan indoor, fasilitas medis serta kebugaran, ilmu olahraga, pusat rehabilitasi, ruang administrasi, dan sebuah ruangan konferensi pers. Tak lupa ditambahkan, seluruh fasilitas itu bertitel kelas satu. Artinya, klub tak mau sekadar asal bangun, asal jadi. Mereka sangat ingin menjadikan kompleks pelatihan tersebut sebagai yang terbaik di pantai selatan Inggris.

Secara politik, pembangunan itu dianggap sebagai upaya pihak klub tuk melawan stigma. Sudah bukan rahasia lagi jikalau publik Inggris selama ini meremehkan eksistensi Bournemouth. Adapun cara yang digunakan para pendukung setia mereka untuk menangkisnya yakni dengan menyanyikan chorus, “Tak ada yang tahu tentang kami. Tak ada yang pernah mendengar tentang keberadaan kami. Tetapi kami tak peduli…”

Dengan adanya kompleks latihan seluas 57 hektar, diharapkan bakal jadi semangat baru dan dengan sendirinya akan menumbuhkan iklim sepak bola di sekitar kawasan. Kompleks yang akan berdiri di atas lahan yang sebelumnya merupakan padang golf itu, memang perlu dibangun untuk membungkam mereka yang memandang Bournemouth hanya sebagai tempat tetirah.

Rencana pembangunan kompleks latihan itu setidaknya akan jadi pembuktian bahwa klub Bournemouth sangat serius dalam hal sepak bola. Hal itu turut diungkapkan Direktur Eksekutif mereka, Neill Blake. Dalam sebuah wawancara, ia mengungkap bahwa pembangunan kompleks latihan sangat bagus untuk merangsang talenta pemuda-pemudi Bournemouth di bidang olahraga sepak bola.

Hal itu masuk akal mengingat manajer mereka saat ini, Eddie Howe, adalah produk lokal yang memulai karier di klub junior Bournemouth dan mengakhiri karier bersama tim senior Bournemouth. Sehingga, kompleks latihan tersebut sangat mungkin jadi kawah candradimuka bagi lahirnya Eddie Howe-Eddie Howe yang baru.

Jadi, mulai detik ini, mari buang jauh-jauh anggapan bahwa Bournemouth hanya sekadar tempat tetirah. Bahwa kawasan yang memanjakan, juga sanggup punya sebuah klub sepak bola yang hebat. Adanya rencana pembangunan kompleks latihan, setidaknya akan membuat suporter bernyanyi, “Tak ada yang tahu tentang kami. Tak ada yang pernah mendengar tentang keberadaan kami. Tetapi kami tak peduli, karena kami sedang fokus membangun kompleks latihan terbaik se-pantai selatan Inggris”.

Author: Agung Putranto Wibowo (@agungbowo26)