Kolom Nasional

Qo’id Naufal: “Pemain Indonesia Perlu Belajar Prinsip Main Ketimbang Belajar Taktik”

Pernah berpikir bagaimana rasanya menjadi pelatih sepak bola? Populernya permainan Football Manager adalah pintu gerbang utama yang mengarahkan para pemainnya untuk menikmati sensasi menjadi pelatih sepak bola dengan segala dinamikanya. Terkadang, mereka berharap bahwa kelak bisa menjadi pelatih sepak bola di dunia nyata dan menikmati tantangannya. Namun, tak banyak yang bisa mendapat kesempatan untuk itu.

Tapi itu berbeda dengan yang dialami oleh Qo’id Naufal Aziz, pelatih muda Indonesia yang kini menangani tim semi-amatir FC UNY yang bulan April nanti akan memimpin anak asuhnya berlaga di Liga Nusantara (Linus).

Noval, begitu ia kerap disapa, memulai semuanya dengan menulis analisis sepak bola dengan gaya tulisan yang mengalir dan mencerahkan. Tahun lalu, di laman Football Fandom Indonesia, ia memberikan analisis berjudul “Apa Itu Gegenpressing?” dengan penjelasan yang runtut dan mudah dicerna.

Noval mengawali dengan jalur literasi, rutin membaca buku-buku taktik dan mengamati perkembangan taktik sepak bola modern, sempat menjadi bagian dari tim PSS Stats, pemuda dari Jombang itu kini tengah menapaki karier manajerialnya mengikuti jejak langkah idolanya, Josep Guardiola.

Sore itu (10/2), saya berkesempatan bertemu dan bercakap-cakap ringan dengan coach Noval tentang sepak bola. Kebetulan di hari itu, tim FC UNY yang dilatihnya menjadi lawan latih tanding salah satu kesebelasan peserta Piala Presiden 2017, Mitra Kutai Kartanegara. Berikut petikan wawancara Football Tribe dengan Qo’id Naufal.

 

Halo coach, kenapa bisa kalah telak tadi lawan Mitra Kukar?

(Tertawa) iya, saya salah strategi dari awal. Kurang antisipasi sama gaya main Jafri Sastra

Kok bisa?

Ya kalau saja ada rekaman video main Mitra Kukar, hasilnya bisa beda tadi.

Kaget ya Mitra Kukar berani main menekan dari awal?

Kaget sih enggak, cuma saya salah prediksi. Sebenarnya wajar mereka berani main menekan dari atas. Karena di liga, gak ada tim yang main pakai build up dari bawah seperti kami terapkan di FC UNY.

Tapi tadi menarik, UNY berani pakai sistem tiga bek. Memang game model UNY seperti itu?

Iya. Saya suka pakai tiga bek. Di UNY, saya punya enam game model. Dan akan dipakai menyesuaikan kondisi lawan dan di atas lapangan seperti bagaimana.

Kenapa suka tiga bek? Karena lagi tren?

Enggak. Menurut saya, formasi itu tampak geometris.

Tadi pakai 3-2-4-1 di awal, lalu berganti jadi 4-4-2 di babak kedua, kenapa?

Saya mencoba menyesuaikan saja dengan gaya main Mitra Kukar. Juga sebagai antisipasi untuk menyesuaikan dengan beberapa pemain yang saya masukkan di babak kedua. Babak kedua agak membaik, kami bisa mengimbangi dan skornya sama kuat di babak kedua. Cuma ya itu, kesalahan saya di babak pertama dan counter cepat dari Kukar buat kami kalah telak.

Memang targetnya apa di uji coba hari ini?

Saya tidak targetkan hasil. Hanya menargetkan pemain bisa build up permainan sampai tengah. Itu saja.

Itu saja? Tidak ada target lain?

Ya itu saja dulu. Gaya melatih saya kan berbasis dari bisa atau enggaknya pemain saya untuk build up.

Coach, sudah punya lisensi memang?

Belum.

Tidak mengurus lisensi kepelatihan?

Belum ada dana dan waktunya. Kalau ada beasiswa sih boleh (tertawa).

Coach memulai sebagai penulis sebelum jadi pelatih, enak yang mana?

Enak jadi pelatih (tertawa)

Kenapa?

Karena lebih mudah menyampaikan isi kepala sebagai pelatih daripada harus lewat menulis.

Itu sebabnya berhenti menulis dan fokus melatih sekarang?

(Tertawa) enggak begitu juga. Di laptop ada draf tulisan saya buat blog dan juga Fandom, cuma tidak selesai, jadi draf saja. Tapi memang karena dasarnya lebih nyaman jadi pelatih.

Dengar-dengar, kemarin sempat ketemu Danurwindo ya?

Iya, ketemu Danurwindo di Alana. Saya disuruh Mas Ganesha presentasi tentang gaya bermain sepak bola.

Presentasi soal apa jadinya?

Soal Juego do Posicion (JdP)

Itu presentasinya setelah atau sebelum PSSI tunjuk Luis Milla?

Setelah penunjukkan Luis Milla. Baru beberapa hari lalu.

Menurut coach Noval, Luis Milla akan bawa dampak tertentu ke timnas? Secara dia dari Spanyol.

Bawa dampak sih kemungkinan iya, tapi tidak besar. Masih banyak celah kurangnya.

Contoh kekurangannya?

Sederhana saja, Milla orang Spanyol, dia pilih asisten satu orang Spanyol juga dan satu lagi Bima Sakti, orang lokal. Pertanyaannya, komunikasinya bagaimana? Bahasa itu penting dan kalau tidak teratasi, dia akan kesulitan menyampaikan gaya main yang dia mau untuk pemain timnas.

Berarti Milla terancam kesulitan karena bahasa?

Oh ya jelas. Ini bukan masalah Luis Milla mampu atau enggak. Pep Guardiola pun kalau disuruh latih timnas Indonesia, juga akan kesulitan kalau tidak dibantu menguasai bahasa kita dan sebaliknya.

Oh ya coach, sebenarnya sepak bola Indonesia ini bagaimana prospeknya secara teknis? Taktik dan lain-lain, misalnya.

Yang harus dibenahi dari awal itu bukan pemahaman taktik, tapi prinsip main.

Maksudnya?

Prinsip main itu penting agar pemain tahu apa yang harus ia lakukan di lapangan. Posisi badannya saat menerima umpan, tahu apa yang harus ia lakukan saat menerima bola dan harus mengumpan ke mana. Semua itu harus diajarkan sebagai prinsip main, bukan pemahaman taktik.

Berarti taktik tak begitu penting, ya?

Ya penting, tapi bukan segalanya. Kalau pemain punya prinsip main yang benar, ia tidak akan butuh taktik atau formasi di atas kertas.

Kok bisa gitu? Maksudnya bagaimana?

Prinsip main yang benar itu akan menjadi kunci bagi pemain di lapangan. Makanya, pelatih harus sedini mungkin ajarkan itu ke pemainnya. Kalau mereka paham mereka harus bagaimana di lapangan, posisi itu tidak relevan lagi. Kamu tidak akan mikir, “Oh saya bek sayap nih, jadi harus tetap di tepi lapangan,” tapi ia akan bisa menyesuaikan diri dengan sistem main yang dikehendaki pelatih.

Contohnya seperti Thailand di Final AFF  2016 kemarin?

Ya, bisa jadi. Mereka mudah saja berganti formasi dari tiga bek ke sistem empat bek di tengah pertandingan kalau memungkinkan. Karena pemainnya sudah paham dan punya prinsip main bagus. Pokoknya, kalau sudah punya prinsip main bagus, posisi di lapangan itu tidak relevan.

Apa paham prinsip main bisa mengatasi kelemahan mental pemain Indonesia?

Bisa sekali. Kalau ia tahu prinsip main, apapun formasi pelatihnya, ia tidak akan merasa tertekan. Misal, prinsip main itu penting agar ia tahu caranya supaya ia tidak dikawal atau ditekan lawan. Semakin cerdas dia mikir seperti itu, makin nyaman dia akan main. Logika sederhananya, kalau kamu mampu memposisikan diri jauh dari pressure lawan, kamu akan lebih tenang, kan?

Di FC UNY diterapkan itu pemahaman prinsip main?

Oh ya jelas.

Kesulitan tidak? Butuh berapa lama adaptasinya?

Sulit di awal, selebihnya akan cepat adaptasi kalau sering latihan. Untuk pemain baru, tiga bulan biasanya mereka sudah paham yang saya inginkan.

Kalau diterapkan di pemain profesional? Akan lebih cepat prosesnya?

Harusnya lebih cepat. Karena mereka sudah pro, bukan amatir. Dan punya kontrak. Kontrak dan kepastian mendapat gaji itu yang buat pemain bisa nyaman untuk latihan dan menyerap hal baru.

Pertanyaan terakhir coach, target apa bersama FC UNY di Linus nanti?

Juara regional dulu di Yogyakarta. Baru setelahnya berjuang lolos sampai juara nasional dan promosi ke Liga 2.

***

Isidorus Rio Turangga (@isidorusrio_) – Editor Football Tribe Indonesia