Kolom Eropa

Agar Waktu Terus Melaju di Volksparkstadion

“Saya mungkin lahir di Liverpool, tetapi saya tumbuh di Hamburg,” kata John Lennon, personil The Beatles waktu kembali ke kota di utara Jerman itu pada 1966. Lennon berkata demikian karena Hamburg memang berperan penting untuk karier band asal Liverpool tersebut.

Di Hamburg-lah The Beatles mengubah gaya penampilan, dari gaya rocker ’50-an yang memakai jaket kulit dan berambut jabrik, menjadi moptop berponi yang kemudian tersohor itu. Di Hamburg pula mereka merekam My Bonny yang kemudian menarik minat Brian Epstein untuk memanajeri band yang akhirnya mengubah tatanan musik pop itu.

Bagian lain di Hamburg, tepatnya Volksparkstadion, terdapat pula artefak sejarah. Benda tersebut adalah sebuah jam digital yang memanjang di barat laut kandang Hamburg, klub Bundesliga yang kini berjuang untuk terus melajukan waktu yang bergulir di jam digital itu.

Klub yang bernama lengkap Hamburger SV ini tengah sempoyongan di Liga Jerman. Jam tersebut bukan penanda waktu biasa, atau penghitung jalannya pertandingan. Jam tersebut menghitung waktu yang bergulir, menandakan berapa lama mereka tidak terdegradasi.

Sangat spesial itukah jam tersebut? Tepat sekali. Sebab itu menjadi salah satu kebanggaan klub yang pernah diperkuat legenda Liverpool, Kevin Keegan ini. Hamburg adalah salah satu dari 16 klub yang mendirikan Bundesliga di tahun 1963, dan selalu berada di kasta tertinggi sepak bola Jerman.

Borussia Dortmund, salah satu peserta Bundesliga pertama, terdegradasi sembilan tahun kemudian. Sementara klub terjaya Jerman, Bayern Munchen, baru mengikuti Bundesliga pada 1965.

Musim 1982/83, bersama pelatih Ernst Happel, Hamburg pernah merajai Eropa saat mereka menaklukkan Juventus 1-0 di final (waktu itu masih bernama Piala Eropa). Gelar tersebut juga menjadi pelengkap trofi Bundesliga di musim yang sama. Di musim tersebut klub berjuluk Die Rothosen ini juga mencatat 36 laga tanpa kalah, sebelum akhirnya dipatahkan Bayern Munchen empat tahun lalu.

Musim 2013/14, Hamburg hampir menghentikan laju waktu di jam legendaris tersebut. Pasalnya mereka hanya mampu bertengger di urutan ke-16. Peraturan di Bundesliga mewajibkan klub yang berada di posisi tersebut untuk menjalankan laga play-off dengan klub urutan ke-3 dari Bundesliga 2.

Play-off yang diselenggarakan kandang-tandang itu akhirnya dimenangkan Hamburg lewat keunggulan gol tandang (di kandang mereka pertandingan berakhir 0-0, sementara di Greuther Furth, skor berakhir 1-1).

Tentu kelegaan meliputi segenap pendukung klub berkostum biru ini. Tetapi nyatanya kelegaan dapat bertahan sebentar karena musim berikutnya, mereka kembali menempati posisi 16. Padahal di dua musim tersebut, pahlawan mereka yang berkelana ke Spanyol dan Inggris, Rafael van der Vaart telah kembali berseragam Hamburg.

Musim lalu, kegemaran Hamburg bermain api sempat berhenti. Mereka mampu menduduki peringkat 10 di akhir Bundesliga. Namun lagi-lagi, di musim ini mereka kembali terseok-seok di kubangan zona degradasi.

Sebelum laga tandang melawan RB Leipzig tadi malam, Hamburg menduduki posisi (lagi-lagi) 16. Mereka hanya berbeda satu poin dengan Ingolstadt di posisi 17. Bayang-bayang degradasi kembali nyata karena lawan yang mereka hadapi adalah klub posisi kedua Bundesliga.

Leipzig, si musuh bersama, adalah klub yang berhasil menunjukkan bahwa uang bukanlah segalanya. Di Bundesliga musim ini, mereka baru kalah di pekan ke-14. Apa lagi, di awal musim Hamburg dibuat remuk empat gol tanpa balas.

Tapi laga semalam berhasil membuat suporter Hamburg yang berada di Red Bull Arena bergemuruh kencang. Mereka mengalahkan Leipzig tiga gol tanpa balas! Dua gol pertama tercipta dari sepakan pojok. Hebatnya lagi, kedua pencetak gol pertama itu merupakan rekrutan baru di bursa transfer Januari.

Di menit ke-17, Kyriakos Papadopoulos menanduk bola ke gawang Leipzig, klub yang ia bela di paruh pertama musim ini. Menit 24, giliran Wallace, gelandang yang mereka rekrut dari klub Brasil Gremio, melakukan hal serupa. Keduanya menceploslan bola dari hasil umpan orang yang sama, Nicolai Muller.

Saya sempat mendengar ucapan komentator yang mengatakan bahwa Wallace adalah orang Brasil kedua yang mampu menciptakan gol pada pertandingan debutnya di pentas Bundesliga.

Taktik bertahan mereka berhasil menumpas keganasan anak-anak Leipzig yang di laga sebelumnya takluk atas Dortmund. Hamburg, yang kini ditangani Markus Gisdol, membiarkan Leipzig menguasai jalannya laga. Penguasaan bola begitu timpang di angka 68% untuk Leipzig. Hamburg, yang mendadak unggul saat laga baru merangkak dini, kontan memperagakan taktik ultra-defensif.

Tapi itu tidak membuat Leipzig patah arang. Terutama di sisi kanan, lewat usaha Timo Werner, Naby Keita, dan Marcel Sabitzer,mereka berkali-kali memanfaatkan celah dan membahayakan gawang Hamburg yang dijaga Rene Adler. Ketiga pemain Leipzig tersebut tercatat melepas masing-masing 4, 3, dan 2 tembakan.

Mungkin karena faktor ancaman degradasi, ditambah fakta bahwa klub yang mereka hadapi baru berdiri tujuh tahun silam, anak-anak Hamburg bermain penuh dedikasi.

Semangat dan usaha mereka wujudkan secara kolektif. Ketika waktu telah dirasa hampir tuntas, Hamburg menggenapi kemenangan menjadi 3-0 lewat serangan balik cepat yang dilakukan Aaron Hunt dan Nicolas Muller. Muller yang membawa bola sendirian, ketika berhadapan dengan kiper, menyodorkannya kepada Hunt.

Bundesliga masih menyisakan lebih dari sepuluh laga. Kemenangan ini belum menjamin lolosnya mereka dari ancaman degradasi. Kini persaingan di zona degradasi semakin memanas karena dengan kemenangan ini, Hamburg dapat mengangkangi rival mereka di Nordderby, Werder Bremen. Hamburg menempati posisi 15 dengan 19 poin, sementara Bremen posisi 16 dengan selisih tiga poin lebih sedikit.

Melihat fakta tersebut, Bundesliga kembali memberikan kejutannya. Munchen, yang berjarak tujuh angka dengan Leipzig mungkin akan melenggang kembali di podium jawara. Tetapi persaingan di papan bawah akan terjadi begitu sengit, dan Hamburg adalah salah satu lakon utamanya. Sebuah perjuangan yang anehnya mereka akrabi, sambil terus berharap jam legendaris tersebut terus berdetak.

Semangat, Die Rothosen!

Author: Fajar Marta
Esais dan narablog Arsenal FC di indocannon.wordpress.com