Meskipun di masa terkini terkenal sebagai produsen para pelari cepat, daerah Pasundan nyatanya juga acapkali menelurkan bakat-bakat luar biasa di posisi gelandang. Mulai dari era klasik Max Timisela, Emen Suwarman berlanjut ke Yusuf Bachtiar, hingga Eka Ramdani.
Semuanya merupakan tipe gelandang dengan operan akurat dan handal dalam mengatur permainan. Dan tahta metronom permainan tersebut kini berada di tangan Dedi Kusnandar.
Meskipun sempat memberikan gelar juara Piala Soeratin untuk Persib di usia muda, pemain yang akrab disapa Dado ini justru memulai karier level U-21 dan senior di tim lain.
Dado merupakan anggota skuat Pelita Jaya U-21 yang melaju ke final Liga Super Indonesia (Kini Liga 1) U-21 selama dua edisi beruntun (2008/2009, 2009/2010). Hebatnya lagi, ia digelari sebagai pemain terbaik pada edisi 2009, bahkan menjadi kapten tim meskipun kala itu ia masih berusia 17 tahun.
Karier profesionalnya dimulai di Pelita Jaya, lalu Arema FC, dan berlanjut ke Persebaya Surabaya. Setelah dari tim asal Surabaya tersebut, Dedi kemudian berkesempatan pulang dan membela tim masa kecilnya, Persib Bandung. Sayang ia tidak juga bertahan lama, sanksi yang dijatuhkan FIFA kepada Indonesia selama kurang lebih satu tahun membuat ia kemudian menerima pinangan tim Liga Primer Malaysia, Sabah FA.
Setelah satu musim berkarier di Malaysia. Dedi ‘pulang’ kembali ke Bandung. Dan ia siap membuktikan diri, menuntaskan semua hal yang belum tuntas. Tetapi semua dimulai dari apa yang ia rasakan ketika kembali tampil di hadapan puluhan ribu bobotoh, sebutan penggemar Persib, di laga Grup 3 Piala Presiden 2017 ketika berhadapan dengan lawan klasik, PSM Makassar. Karena bobotoh adalah salah satu yang ia rindukan ketika bermain di negeri orang.
“Jujur, anehnya saya tidak merasa tegang. Saya justru merasa rileks dan tenang. Mungkin karena saya masuk pada babak kedua. Jadi saya sudah terlebih dahulu membaca pergerakan lawan dan arah pertandingan,” mulai Dedi membuka obrolan.
“Bobotoh tentu menjadi salah satu hal yang paling saya rindukan ketika bermain di luar (negeri). Dukungan mereka selalu luar biasa dalam setiap pertandingan. Jarang sekali saya temukan antusiasme yang sama dengan penggemar seperti bobotoh ketika saya memperkuat tim lain. Bahkan sempat ketika saya bermain di Malaysia, banyak TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang juga merupakan bobotoh menyaksikan saya bermain. Lucunya, jumlah mereka justru lebih banyak dibandingkan penggemar asli tim Malaysia saya waktu di sana.”
Dedi juga menceritakan bagaimana pengalamannya bermain di Malaysia. Soal perbedaan yang mencolok diantara dua negara tetangga. Dan juga soal sesuatu yang baru yang ia dapat dari negeri jiran tersebut.
“Banyak hal yang berbeda. Menurut pandangan saya di sana profesionalisme lebih tertata rapi. Meskipun hanya satu musim, tapi bermain di sana banyak memberikan perubahan kepada saya. Saya ingat sekali baru lima pertandingan saya dipanggil manajemen tim karena mereka menganggap penampilan saya kurang memuaskan,” ujar Dado.
Lebih lanjur ia menambahkan, “Di sana saya mulai tersadar bahwa kita mesti selalu mengerahkan yang terbaik di setiap pertandingan. Apalagi waktu di Malaysia, status saya adalah pemain asing. Itu apabila berbicara profesionalisme. Tapi soal antusiasme dan fanatisme, penonton Indonesia masih jauh lebih baik.”
“Kalau berbicara soal permainan. Perbedaan mendasarnya sih, kalo di Malaysia dan kebanyakan negara Asia Tenggara lain lebih mengutamakan teknik. Sementara di Indonesia permainan lebih cenderung mengutamakan kekuatan fisik. Hal ini juga sudah sering disebutkan oleh para pemain asing yang bermain di sini,” tambah Dedi.
Dimasukan pada babak kedua oleh Djadjang Nurdjaman, kehadiran Dedi kemudian membawa banyak perubahan. Aliran bola lebih lancar dan alur serangan lebih tersusun rapi. Satu asisnya melalui sepak pojok yang berhasil dimanfaatkan oleh Vladimir Vujovic menjadi gol tunggal kemenangan Persib pada pertandingan tersebut.
Hal yang menarik perhatian adalah coach Djanur memainkan tiga gelandangnya sekaligus dalam pertandingan melawan PSM tersebut. Memainkan Hariono sejak babak pertama, coach Djanur kemudian memasukan Dedi dan Kim Kurniawan pada babak kedua.
Fenomena unik lain adalah ketika Eric Weeks ditarik keluar dan Dedi bermain sebagai gelandang serang. Dan di menit yang tersisa, Dedi tampil baik bahkan beberapa pihak menyebutkan bahwa sebaiknya coach Djanur menempatkannya di posisi tersebut.
“Soal gelandang serang, sebenarnya waktu di level usia muda saya bermain tepat di belakang penyerang. Tapi lama kelamaan terutama ketika naik ke level senior saya kemudian bermain di posisi yang lebih dalam.”
“Sebenarnya bagaimana keputusan pelatih saja mau ditempatkan di mana. Saya juga sempat bermain di posisi jangkar seperti Mas Hariono dalam suatu sesi latihan. Tapi saya kesulitan, mungkin karena masih baru. Terlebih saya juga lebih nyaman ketika bermain dengan sistem double-pivot karena lebih memudahkan pembagian tugas dan area bermain,” lanjut pemain yang mengidolakan gelandang Jerman, Toni Kroos ini.
Dedi pun tidak begitu mempermasalahkan soal menumpuknya stok gelandang tengah Persib. Selain tiga nama yang sudah disebutkan di atas masih ada nama pemain muda, Ahmad Basith dan Gian Zola. Ditambah lagi ada beberapa pemain di posisi lain yang bisa saja ditempatkan sebagai gelandang. Namun pemuda kelahiran Jatinangor ini tidak terlalu khawatir.
“Pelatih tentu punya perhitungan matang soal siapa yang akan dipasang dari semua gelandang yang ia miliki. Terlebih lagi, saya pikir masing-masing memiliki karakteristik, kemampuan, dan kelebihan yang berbeda-beda.”
Sudah berkelana bahkan hingga ke luar negeri. Dedi kini merasa lebih siap bahkan ketimbang waktu pertamanya mendarat di Persib Bandung pada tahun 2015. Dedi siap melakukan banyak hal dan menuntaskan apa yang sempat terputus dua tahun lalu. Ia juga berkeinginan kuat untuk selalu tampil lebih baik dalam setiap pertandingannya.
“Sekarang saya sudah 25 tahun. Fisik saya sedang dalam kondisi prima, permainan saya sudah lebih matang, dan mental bertanding saya sudah jauh lebih dewasa. Saya ingin bisa berkontribusi maksimal untuk tim. Apalagi sempat ada yang ‘terputus’ ketika pertama kali saya kembali kesini.” pungkas Dedi.
Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia.