Suara Pembaca

Liverpool Terlalu Sempurna untuk Gagal Juara Lagi Musim Ini

“Sepakbola bukan hanya tentang bermain sebuah permainan, tetapi untuk menghadapi semua yang kau hadapi dalam hidupmu.”

Demikian kata mantan kapten Liverpool, Steven Gerrard dalam film dokumenternya, “Make Us Dream”. Gerrard benar, sepakbola mengajarkan banyak hal tentang kehidupan, termasuk kesabaran. Dan soal kesabaran ini, sebuah klub dari kota pelabuhan di Inggris bisa menjadi pelajaran yang menarik: Liverpool FC.

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa Liverpool adalah salah satu klub terbaik di dunia. Raihan 18 gelar liga Inggris dan 6 trofi Liga Champions Eropa sudah menjadi bukti betapa mahsyurnya klub berjuluk The Reds ini.

Liverpool pernah mencapai puncak kejayaannya pada dekade 1970-an hingga 1980-an. Pada masa-masa itu, Liverpool menjadi tim yang cukup ditakuti di daratan Inggris dan Eropa. Mereka berhasil meraih 10 gelar Liga Inggris dan menyabet 4 trofi Liga Champions Eropa. Bill Shankly dan Bob Paisley telah menjadi “hantu” (istilah Darmanto Simanepa dalam tulisan berjudulHantu Para Maestro) bagi siapa saja pelatih yang menukangi Liverpool. Pada era ini, nama Ian Rush muncul sebagai pencetak gol terbanyak sepanjang masa The Reds di semua kompetisi dengan 346 gol.

BACA JUGA: Tangga Juara Liverpool

Sebelum era Premier League, Liverpool menjadi tim paling subur di Inggris dengan 18 gelar juara liga, unggul jauh dari urutan kedua Arsenal yang baru mengoleksi 10 gelar Liga Inggris, bahkan separuh dari gelar juara Liga Inggris mereka masih unggul dari musuh bebuyutan mereka Manchester United yang waktu itu baru mengumpulkan 7 trofi liga.

Namun, ketika Liga Inggris berubah format menjadi Premier League, semuanya berubah. Liverpool menjelma menjadi tim hebat yang selalu berstatus hampir juara.

 

Liverpool era Premier League: Pengalaman ‘Hampir’ Juara dan Kesabaran

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa selama era Premier League, Manchester United (MU) dan Sir Alex Ferguson mendominasi raihan gelar liga. Sir Alex yang tertatih-tatih pada masa awal kepelatihan, lambat laun menjadi sukses berkat pola kepelatihan yang berfokus pada pengembangan pemain muda dan kolektivitas tim.

Kemampuan meregenerasi tim, kombinasi pemain senior-junior, serta kejelian dalam transfer, menjadi keunggulan seorang Sir Alex Ferguson dalam membangun timnya. Alhasil, raihan 13 gelar Liga Premier menjadi tonggak sejarah bagi kubu Setan Merah di bawah kendali pelatih asal Skotlandia tersebut yang akhirnya berhasil melampaui total raihan gelar Liverpool.

BACA JUGA: Mereka yang Bisa Menjegal Liverpool

Dan fragmen soal Liverpool di era Premier League, adalah kisah tentang “hampir juara”.

Musim 2001/2002, Liverpool yang ditukangi Gerrard Houllier berhasil finis di peringkat kedua. The Reds berhasil mengumpulkan 80 poin, selisih tujuh angka dengan Arsenal yang berhasil keluar sebagai juara. Mereka pun unggul tiga poin dari MU di urutan ketiga. Dan satu hal yang mungkin bisa dibanggakan dari musim ini, mereka hanya kebobolan 30 gol sepanjang musim, paling sedikit di antara semua kontestan.

Musim 2008/2009, Liverpool kembali menjadi runner-up dengan selisih 4 poin dari MU yang keluar sebagai juara. Sekali pun berada di posisi kedua, The Reds mencatat beberapa prestasi yang cukup mengesankan. Mereka menjadi tim paling subur dengan mencetak 77 gol. Rekor tak terkalahkan di kandang sepanjang musim telah mempertegas keangkeran Anfield.

Menariknya, tim yang kala itu diasuh Rafael Benitez ini hanya kalah dua kali (kalah di laga tandang melawan Middlesbrough dan Tottenham Hotspur). Mereka bahkan dua kali mengalahkan sang juara Manchester United di Old Trafford dan Anfield. Tapi mengapa mereka tidak menjadi jawara? Sebab mereka terlalu banyak menuai hasil imbang! Dan yang lebih menyakitkan, ini adalah gelar liga ke-18 bagi Manchester United, menyamai raihan gelar Liverpool.

Musim 2013/2014 mungkin menjadi musim yang paling diingat oleh para penggemar The Anfield Gank. Tim asuhan Brendan Rodgers kala itu kembai menduduki posisi runner-up setelah kecolongan pada laga-laga akhir menjelang berakhirnya kompetisi. Kejadian Gerrard’s slip mungkin yang paling diingat, sekaligus dianggap sebagai biang keladi dari gagalnya The Kop yang hingga pekan ke-34 memuncaki klasemen sementara.

Kekalahan melawan Chelsea seakan meruntuhkan mental para pemain yang akhirnya meraih hasil kurang maksimal di sisa laga melawan Crystal Palace dan Newcastle United. Manchester City berhasil memanfaatkan kesempatan emas itu dan akhirnya keluar sebagai juara secara dramatis, ditentukan hingga laga pamungkas. Sekali lagi, Liverpool harus bersabar lagi!

BACA JUGA: Kapan dan di Mana Liverpool akan Rayakan Gelar

Musim 2018/2019, lagi-lagi Manchester City kembali keluar sebagai juara dan Liverpool kembali menjadi runner-up dengan selisih satu poin. Musim ini juga menampilkan persaingat sengit antara dua manajer top dunia, Pep Guardiola dan Juergen Klopp. Liverpool di musim lalu itu bahkan menjadi tim dengan kebobolan paling sedikit, hanya 22 gol, namun gelar tak jua ada di genggaman mereka.

Musim 2019/2020, Liverpool (sepertinya) harus bersabar lagi. Kali ini karena masalah yang lebih serius. Memuncaki klasemen sepanjang musim dengan torehan fantastis, telah memberikan secercah harapan akan pelepas dahaga gelar Premier League. Namun, lagi-lagi, Liverpool dan para penggemarnya harus kembali menahan napas. Munculnya virus corona di awal tahun ini seakan kembali menguji kesabaran The Reds.

Sebelum liga dihentikan, mereka memuncaki klasemen, unggul jauh 25 poin dengan Manchester City di posisi kedua. Mereka hanya butuh dua kemenangan untuk menuntaskan harapan dan mimpi meraih gelar pertama Liga Inggris. Namun, ketika mimpi itu hampir terwujud, kesabaran mereka kembali diuji sambil menanti keputusan final pada akhir Mei nanti.

Liverpool sudah bersabar hampir 3 dekade lamanya untuk kembali menjadi raja di Inggris, bahkan ada sebagian penggemarnya yang seumur hidupnya belum pernah melihat Liverpool menjuarai Liga Inggris di era Premier League. Selalu saja ada ‘sesuatu’ yang menghalangi perjalanan mereka untuk menjadi juara.

Sebagian pengamat menilai bahwa Liverpool sudah layak menjadi juara di musim ini, tetapi sebagian pengamat berpendapat bahwa liga harus berakhir dengan pertandingan di atas lapangan. Di tengah situasi yang dilematis seperti ini, kita hanya bisa menunggu keputusan akhir nanti, dan apa pun keputusan itu, harus bisa diterima dengan lapang dada.