Bukan hanya tentang Piala Dunia Qatar 2022 dan Piala Asia Cina 2023. Ada hal lebih personal antara Indonesia dan Malaysia, pertemuan yang selalu berbeda.
Tensi politik antara tetangga yang sering kali turun naik, hubungan sosial masyarakatnya, hingga eksistensi suporter kedua negara menjadi cerita berbeda dari pertarungan kedua tim nasional. Kisah-kisah luar lapangan menjadikan pertandingan Kamis sore (5/9) bukan hanya tentang 3 poin, tapi juga tentang kebanggaan mereka.
Hal senada diungkap Simon McMenemy. Pelatih yang lama di Indonesia dan berpengalaman menjelajah Asia Tenggara tentu paham dengan rivalitas negara yang dipisah Selat Malaka. McMenemy menyebut pertandingan penuh historis dan persaingan lebih dari sekadar pembuka kualifikasi Piala Dunia 2022 dan Piala Asia 2023.
“Kami mengantisipasi ini sebagai pertarungan yang sebenarnya, lebih dari sekadar pertandingan pembuka untuk kualifikasi, penuh historis dan juga persaingan kedua tim,” melansir laman federasi.
Lebih lanjut pelatih yang sebelumnya menangani Bhayangkara FC ini menyebut, Kedua tim bertarung satu sama lain tak hanya untuk poin, tapi untuk negara mereka.
Baca juga: Semangkuk Tom Yam dari Filipina
Pun dengan suporter kedua negara. Ada gengsi yang mereka pertaruhkan di pertandingan ini. Juga eksistensi identitas mereka. Kisah-kisah lama hingga perselisihan membuat hubungan panas kedua basis suporter besar Asia Tenggara.
Untuk pertandingan sore kemarin saja pengamanan ketat harus diterapkan demi menjaga sekitar seribu suporter Malaysia yang bertamu. Namun tetap saja sambutan kurang menyenangkan dialami bahkan sesaat setelah tiba di Stadion Utama Gelora Bung Karno.
Terlepas dari semuanya, tetap 22 pemain yang menentukan hasil pertandingan 90 menit di lapangan. Dan kemarin, skor 2-3 adalah hasil sesungguhnya. Hasil yang membuat Indonesia dan pendukungnya harus mengaku kalah di rumah sendiri.
Dua gol indah Alberto Goncalves di menit ke-12 dan menit ke-39 tidak ada artinya ketika dua gol Mohamadou Sumareh ditambah satu gol Safiq Ahmad membuat Malaysia dan suporternya yang tidak seberapa berpesta di Jakarta. Lebih menyakitkan ketika salah satu gol Sumareh tercipta di menit-menit akhir laga yang sempat diwarnai kericuhan.
Indonesia sebenarnya mampu dua kali unggul. Di menit ke-12 Alberto Goncalves mencetak gol pertama dengan skema indah. Memanfaatkan terobosan Saddil Ramdani, bola disontek pelan di antara kaki penjaga gawang. Namun gol tersebut dibalas gol Sumareh yang baru saja memasuki lapangan sebagi pemain pengganti.
Beto kembali membuat Garuda unggul. Sedikit di depan kotak penalti, bola dilesatkan menuju sudut kanan gawang lawan. 2-1 skor menutup babak pertama.
Di babak ke-2 sundulan Safiq Ahmad kembali menyamakan kedudukan, sedangkan gol kedua Sumareh di menit akhir mengunci kemenangan untuk Malaysia.
Sukses jualan pertandingan
Dengan harga tiket yang melambung tinggi serta pertandingan di hari kerja, nyatanya lebih dari 50.000 tiket terjual. Untuk kategori tiket termurah dibandrol Rp. 125.000, sedangkan yang termahal mencapai angka satu juta. Jelas harga tersebut jauh lebih mahal dari pertandingan sebelum-sebelumnya.
Tapi berkat strategi yang tepat tiket tetap menjadi buruan. Mulai dari potongan harga, hingga merchandise diberikan. Pemasaran melalui media sosial juga gencar dilakukan. Dibumbui kisah-kisah luar lapangan, bahkan mengatasnamakan panggilan nasionalisme.
Penjulan pun dibagi menjadi dua cara. Langsung membeli online melalui pihak yang ditunjuk, atau melaui kelompok suporter yang dipercaya.
Sayang, mahalnya harga tiket dan pengemasan manis pertandingan tidak berbuah manis di hasil pertandingan.