Editorial

No. 17 di Barcelona, Antara Beban dan Kepercayaan

Palu sudah diketuk, kontrak sudah ditandatangani, dan perkenalan sudah dilakukan. Antoine Griezmann resmi hijrah dari Atletico Madrid ke Barcelona. Di Blaugrana, sang juru gedor asal Prancis mengenakan kostum nomor 17. Sebuah nomor yang bisa berarti kepercayaan, bisa juga menjadi beban.

Nomor 17 di Barcelona sempat sangat sakral, ketika di awal tahun 2000-an dipakai oleh sederet legenda si kulit bulat. Dengan balutan seragam biru-merah khas Los Cules, mereka membawa klub Katalan terbang tinggi di liga domestik maupun Eropa.

Emmanuel Petit memakainya di musim 2000/2001, datang dengan berlabel legenda Arsenal. Dua musim kemudian giliran Gaizka Mendieta yang mengenakan nomor itu. Sang gelandang stylish asal Spanyol hanya semusim berkarier di Camp Nou, dengan status pinjaman dari Lazio.

Kemudian ada Mark van Bommel, legenda timnas Belanda dan PSV Eindhoven. Nomor 17 setia menempel di punggung van Bommel selama dua musim, tepatnya di 2005/2006 dan 2006/2007. Dalam masa singkatnya di sana, ia membantu Barcelona menjuarai Liga Champions 2005/2006, LaLiga 2005/2006, serta Piala Super Spanyol 2004/2005 dan 2005/2006.

Baca juga: Fijne Verjaardag, Mark van Bommel!

Lalu kali terakhir nomor 17 berbalut kebanggaan di Barcelona, adalah ketika dipakai oleh Pedro Rodriguez. Tak tanggung-tanggung, selama 4 musim nomor itu setia menemani Pedro bertanding, sejak musim 2009/2010 sampai 2012/2013, sebelum dia beralih ke nomor 7.

Apa saja yang diraih Pedro dan nomor 17-nya? 2 trofi Liga Champions, 4 piala LaLiga, sepasang gelar Piala Dunia Antarklub, dan dua kali menjadi kampiun Piala Super Eropa.

Penuh getir di 6 tahun terakhir

Nomor 17 sempat penuh daya magis, tetapi sejak kepemilikannya berganti dari Pedro ke Alex Song, aura positifnya mendadak lenyap. Sejak musim 2013/2014 sampai 2018/2019 yang lalu, tak ada satupun pemain yang beraksi mengundang decak kagum para penonton.

Alex Song (2013/2014), Munir El Haddadi (2015/2016 dan 2016/2017), Paco Alcacer (2016/2017 dan 2017/2018), dan Jeison Murillo (2018/2019) memang bukan pemain yang benar-benar buruk. Mereka beberapa kali sempat tampil mengagumkan, tapi dibandingkan aksi-aksi para pemakai nomor 17 pendahulunya, apa yang bisa mereka banggakan?

Song yang di Arsenal begitu fenomenal, di Barcelona malah sering membuat penonton kesal. Munir El Haddadi yang dipercaya penuh bakat, di tim inti tak kunjung mendapat tempat. Paco Alcacer yang di Valencia sangat mematikan, di Barcelona menjadi pesakitan.

Jeison Murillo? Nggak ada yang peduli sama beliau, kecuali kalau bek tengah yang di Barcelona cuma main empat kali itu, pindah ke Liga 1 dan dilabeli marquee player.

Baca juga: Marquee Player Liga 1 2017: Di Mana Mereka Sekarang?

***

Antoine Griezmann dan nomor 17-nya di Barcelona dihadapkan ke dua situasi itu. Bakat, kemampuan terkini, prestasi di klub lama, bahkan status juara Piala Dunia, bukan jaminan bisa langsung sukses di klub baru.

Tapi, Griezmann tidak datang dengan tangan kosong. Dia sudah 10 tahun lebih berkarier di LaLiga, mengukir 52 gol dan 18 asis dari 202 penampilan di Real Sociedad, serta menggelontorkan 133 gol juga 50 asis dari 257 kali berseragam Atletico Madrid.

Jangan lupakan juga, tahun lalu dia juara Piala Dunia 2018 bersama Olivier Giroud yang tampan itu, dan sekarang menjadi pemain termahal kedua Prancis dengan nilai transfer 120 juta euro, di bawah Kylian Mbappe (180 juta euro).

Ini Barcelona. Klub yang setiap musimnya selalu dituntut dapat trofi, klub yang setiap pemainnya selalu diminta menyuguhkan aksi, dan klub yang sangat memuja Lionel Messi.

Akankah Griezmann bisa mengatasi tekanan?