Suara Pembaca

Saatnya Apparel Indonesia Jadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri

Di dunia olahraga khususnya sepak bola, perlengkapan dan pakaian yang digunakan sebagai pendukung aktivitas adalah hal yang tak bisa dipisahkan. Perlengkapan dan pakaian olahraga atau biasa disebut apparel erat kaitannya dengan perkembangan sepak bola itu sendiri.

Nama-nama besar apparel global seperti adidas, Nike, atau PUMA bahkan bisa disebut sangat identik dengan sepak bola. Hal ini lumrah karena nama-nama tersebut merupakan apparel kelas dunia yang punya citra kuat. Lalu bagaimana dengan perkembangan industri apparel di Indonesia?

Dalam kurun waktu dua sampai tiga tahun terakhir, apparel asli Indonesia terus menunjukkan eksistensinya. Bahkan saat ini, apparel dalam negeri seperti menjadi sebuah fenomena karena pertumbuhannya yang semakin pesat.

Di Liga Indonesia, semakin banyak klub yang menggunakan apparel lokal sebagai seragam tempur mereka. Merek-merek seperti DJ Sport, Salvo, Sembada, Riors, dan Noij adalah beberapa apparel lokal yang menjadi penyedia jersey sejumlah klub Liga Indonesia.

Meski industri apparel Indonesia berkembang semakin pesat, namun ada tantangan tersendiri yang harus mereka hadapi. Salah satunya adalah menyediakan produk yang tak hanya berkualitas, namun juga nyaman bagi pemain dan bisa diterima pasar, dalam hal ini fans.

“Kami pernah menjalin kerja sama dengan klub selama tiga tahun. Pemain minta jersey slim fit agar si pemain terlihat lebih kekar. Tapi ini terjadi pro-kontra dengan penjualan. Karena permintaan pemain dan fans berbeda. Kita bikin jersey mau yang pemain nyaman atau laku dijual,” papar Dimas Yustisia selaku pemilik apparel DJ Sport dalam acara workshop Jervolution yang digelar di Sinergi Coworking Space, Yogyakarta, Sabtu (30/3) lalu.

Situasi dilematis yang dihadapi pemilik apparel ini dipertegas oleh Topas Pamungkas. Mantan pemain PSIM Jogja dan PSS Sleman itu menyatakan bahwa sudut pandang pemain dan suporter dalam menilai sebuah jersey sangatlah berbeda. Bagi pemain, kualitas dan kenyamanan adalah pertimbangan utama untuk menilai jersey itu bagus atau tidak.

“Pemain yang penting nyaman dulu. Saya pernah pakai jersey yang longgar sampai tangan, tidak bisa pas. Ada juga jersey yang bagus tapi tidak nyaman. Yang penting nyaman dulu dan kalau dipakai ukurannya pas,” tutur Topas.

Tak hanya dituntut menyediakan jersey yang sesuai standar pemain dan bisa diterima pasar, produsen apparel juga harus bisa menciptakan ciri khas sendiri. Pasalnya, bagi sebuah klub dan suporter, jersey yang mereka kenakan bukan sekadar pakaian tanding. Lebih dari itu, jersey adalah identitas dan kebanggaan masing-masing klub.

“Jersey bukan sekedar baju. Jersey itu punya makna. Ada pesan yang disampaikan di dalamnya. Inilah yang menjadi tantangan bagi produsen apparel karena mereka harus menghadapi dua klien dalam satu produk. Pemain ingin kenyamanan, sedangkan suporter ingin desain dan identitas,” kata Dimas Wihardyanto, pengamat jersey nasional yang juga seorang desainer.

Didasari oleh keinginan yang sama untuk membangun industri apparel olahraga Indonesia agar semakin maju dan berkualitas, maka dibentuklah wadah bagi pelaku industri apparel lokal yang masih berskala UKM atau pemula. Wadah tersebut diberi nama Asosiasi Industri Pakaian dan Peralatan Olahraga Indonesia atau Equinoc (Equipment and Sports Apparel Industry Associaton of Indonesia).

“Tujuan dibentuknya asosiasi ini adalah kita ingin kolaborasi antar apparel yang masih start-up. Asosiasi ini akan menjadi wadah pengusaha apparel lokal untuk sharing ilmu,” ujar Dimas Yustisia yang juga didapuk sebagai ketua formatur Equinoc.

Adanya wadah bagi apparel lokal disambut positif oleh para pegiat jersey nasional.

“Apparel tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Adanya asosiasi ini adalah wadah bagi pengusaha apparel untuk belajar bersama-sama,” kata Angga Wirastomo dari Jersey Forum.

Equinoc diharapkan menjadi tempat bagi para pelaku industri apparel lokal untuk saling bertukar ilmu dan memajukan industri apparel Indonesia di tengah serbuan apparel dari luar negeri. Dengan ceruk pasar yang sangat besar dan segala potensi yang dimiliki oleh pengusaha apparel lokal, memang sudah saatnya apparel Indonesia menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

 

*Penulis bisa dijumpai di akun Twitter @erpupone20