Kabar mengejutkan hadir ketika Kongres Tahunan PSSI 2019 (20/1). Dalam pidato membukaan kongres, Edy Rahmayadi menyampaikan pengunduran diri sebagai Ketua Umum PSSI. Mengutip halaman resmi dederasi, dalam pidatonya Edy Rahmayadi menyebut pengunduran dirinya bukan kerena beliau tidak bertanggung jawab, tapi karena beliau bertanggung jawab.
Mundurnya Edy memang telah menjadi desakan publik beberapa waktu ke belakang. Edy yang juga menjabat gubernur Sumatra Utara dianggap tidak maksimal menjalankan perannya sebagai ketua federasi. Selain itu keringnya prestasi dan banyaknya isu minor membuat publik beranggapan PSSI butuh pemimpin baru.
Setelah mundurnya Edy, sesuai statuta PSSI pasal 39 ayat 6, apabila Ketua Umum tidak ada atau berhalangan, maka wakil ketua umum dengan usia tertua akan menggantikannya. Seusai pidatonya, Edy menyerahkan tongkat estafet ke Joko Driyono.
Baca juga: Sejarah (Suram) Baru ala Edy Rahmayadi
Penggatian kekuasaan dari Edy Rahmayadi ke Joko Dryiono nyatanya belum membuat publik puas. Publik menganggap PSSI harus melakukan revolusi menyeluruh. Generasi pengurus PSSI yang dianggap telah gagal harus segera digantikan oleh orang-orang yang punya ide cemerlang di sepak bola.
Di linimasa dan kolom-kolom komentar sosial media, publik ramai mengajukan beberapa nama yang dianggap akan sesuai dan bisa lebih baik ketika mengurusi sepak bola negeri ini. Mulai dari pemilik klub, pengusaha, hingga politisi dimunculkan. Namun sayangnya menjadi pemimpin federasi sepak bola tidak semudah membuat petisi atau membuat poling di twitter. Ada syarat, ketentuan dan tahapan yang harus dilalui seseorang menuju kursi Ketua PSSI.
Pertama ada syarat yang harus dipenuhi sebelum menjadi Ketua Umum PSSI. Sesuai Statuta PSSI Pasal 24 ayat 4, orang tersebut harus berusia lebih dari 30 tahun. Selain itu harus aktif di sepak bola sekurangnya 5 tahun, dan tidak pernah terlibat tindak pidana, serta berdomisili di wilayah Indonesia.
Selanjutnya, bila semua syarat dapat dipenuhi, seseorang dapat mengikuti prosedur pencalonan yang berlaku. Namun sebelumnya, sesuai Statuta PSSI Pasal 40 ayat 3, hanya anggota PSSI yang berhak mengajukan calon untuk jabatan Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum. Para Anggota harus memberitahukan secara tertulis mengenai nama calon Ketua Umum PSSI kepada Sekretariat Jenderal dalam waktu selambat-lambatnya 6 (enam) minggu sebelum tanggal Kongres.
Tahap pertama adalah pendaftaran calon. Seseorang yang telah memenuhi seluruh kriteria dapat melakukan pencalonan dengan mengirimkan semua dokumen yang dibutuhkan. Selain formulir pencalonan, terdapat pula formulir konfirmasi data pengusung calon.
Serta dilengkapi lampiran pas foto, CV yang menyatakan aktif di sepak bola sekurangnya 5 tahun, surat keterangan untuk semua pengalaman yang dicantumkan, identitas, SKCK, dan keterangan tidak pernah dipidana dari pengadilan negeri setempat.
Semua dokumen pendaftaran yang masuk akan diverifikasi. Nantinya akan diumumkan dokumen mana yang lolos dan tidak lolos verifikasi. Untuk yang tidak lolos verifikasi masih diberi kesempatan mengajukan banding sebelum akhirnya diumumkan siapa saja yang lolos menjadi calon setelah semua proses banding selesai.
Pemilihan akan dilaksanakan pada Kongres PSSI. Untuk pemilihan Ketua Umum dan Wakil Ketua Umun diperlukan kuorum 2/3 (dua pertiga) dari suara yang tercatat dan sah dalam pemungutan suara pertama. Dalam pemungutuan suara yang kedua dan pemungutan suara yang dipersyaratkan lainnya, cukup diperlukan suara terbanyak mutlak (50%+1).
Apabila ada lebih dari 2 (dua) calon, calon yang memperoleh jumlah suara yang terendah disisihkan dari pemungutan suara kedua, sehingga hanya tertinggal 2 (dua) calon. Semua diatur dalam Pasal 40 ayat 2 Statuta PSSI.
Nantinya, Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum yang terpilih secara sah dalam kongres akan memimpin sepak bola negeri ini selama 4 tahun, terhitung setelah berakhirnya kongres yang memilihnya.
Tidak salah bila publik berwacana dan memunculkan beberapa nama. Namun perlu diingat hanya anggota PSSI yang berhak mengajukan calon untuk jabatan Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum PSSI. Bukan bererti publik tidak bisa melakukan apa-apa selain berwacana untuk perbaikan sepak bola negeri ini.
Publik bisa mendesak dan harus memastikan, klub dan anggota PSSI lain memberikan suaranya pada orang yang tepat dan dapat memimpin dengan baik sepak bola Indonesia.
Bagaimanapun juga, mencari Ketua dan Wakil Ketua yang baik juga harus melalui proses yang benar. Bukan sekedar gaduh di dunia maya semata. Semua pihak harus lebih dulu bersepakat untuk kebaikan sepak bola di masa mendatang.