Cerita

#10YearsChallenge ala Ali Al-Habsi, Malaikat Penjaga yang Dirindukan Oman

Ramai-ramai media sosial dijejali tagar #10YearsChallenge yang menjadi ajang bernostalgia menengok apa yang terjadi sedekade lalu. 17 Januari 2009, Ali Al-Habsi jadi aktor penting saat Oman menjuarai Piala Teluk untuk pertama kali. Sepuluh tahun berlalu, tapi dirinya tetaplah nomor satu. Ali adalah malaikat yang dirindukan Oman.

Kota Muscat di Oman kala itu menjadi tuan rumah Piala Teluk ke-19, turnamen sepak bola dwi-tahunan yang mempertemukan negara-negara dari jazirah Arab, kira-kira gengsinya mirip dengan Piala AFF di Asia Tenggara.

Penyelenggaraan turnamen ini sempat mundur enam bulan lamanya dari pelaksanaan awal di 2008, karena badai Gonu yang memporak-porandakan ibu kota. Namun di luar dugaan, Al-Ahmar alias Si Merah mampu merengkuh trofi Piala Teluk pertama dalam sejarah dan memberikan senyum setelah duka dan tangis yang menyelimuti negeri.

Raihan ini sebenarnya tak mengejutkan, pasalnya Ali Al-Habsi dan kolega tampil untuk ketiga kalinya secara beruntun di final Piala Teluk. Namun sayang di edisi 2004 dan 2007 mereka gagal merengkuh trofi. Al-Habsi yang tampil mengawal gawang Oman di dua edisi tersebut mencari pelampiasan di final Piala Teluk 2009.

Lawan yang dihadapi tidaklah mudah. Arab Saudi yang dinakhodai Yasser Al-Qahtani tampil trengginas di babak grup. Sembilan gol dilesakkan tim berjuluk Al Akhdar alias Si Hijau ini ke gawang lawan-lawannya, menjadikan mereka tim paling produktif sepanjang turnamen dengan total 10 gol hingga partai final.

Uniknya baik Oman maupun Arab Saudi sama-sama tak kebobolan hingga partai final. Bahkan baik Ali Al-Habsi maupun Waleed Abdullah memperpanjang catatan nirbobol mereka di turnamen ini, karena laga yang berakhir 0-0 selama 120 menit akhirnya harus disudahi dengan adu penalti.

Adu penalti berjalan cukup alot. Lima penendang pertama Oman dan Arab Saudi sama-sama berhasil menunaikan tugas mereka. Ali sendiri tampil sedikit lebih superior ketimbang Waleed yang kerap salah menebak arah tendangan.

Bahkan Ali, yang berhasil menebak arah empat dari lima tendangan, sempat menepis tendangan Redha Tukar yang menjadi algojo ketiga The Green Falcons. Sayang tepisan Ali tak sempurna, bola masih meluncur ke gawang eks kiper Wigan Athletic ini.

Baca juga: Ali Al-Habsi, Kiper Muslim yang Kenyang Pengalaman di Liga Inggris

Petaka bagi Arab Saudi datang saat Taisir Al-Jassim maju sebagai penendang keenam. Merasa tak enak dengan bola yang sebelumnya sudah digunakan, ia meminta izin hakim garis untuk mengganti bola. Nahas bola tersebut tak bersarang ke gawang Oman.

Sepakan gelandang yang bermain di Piala Dunia 2018 ini melebar ke sisi kiri gawang Oman. Bahkan bisa saja Ali Al-Habsi menepis tendangannya karena ia sekali lagi berhasil menebak arah tendangan dan melompat ke arah yang tepat.

Kapten Oman, Mohammed Rabia, sukses menaklukan Waleed Abdullah dan membawa Al-Ahmar menjadi juara Piala Teluk untuk pertama kalinya. Ali sendiri meraih penghargaan kiper terbaik untuk keempat kalinya.

Kembali bertemu Al-Qahtani dan kini dirindukan Oman

Setelah melanglang buana di Eropa sejak 2003, akhirnya Ali kembali ke jazirah Arab pada 2017. Uniknya bukan ke kampung halamannya melainkan ke tanah yang menjadi tempat di mana mungkin ia akan dibenci berkat penampilan heroik sedekade silam, yakni Arab Saudi.

Di musim 2017 ia menerima pinangan raksasa Arab Saudi, Al-Hilal. Bersama klub yang bermarkas di Riyadh itu ia kembali bertemu sosok Yasser Al-Qahtani tapi kali ini sebagai seorang rekan tim. Keduanya berhasil membawa Al-Hilal mendapatkan gelar ganda yakni juara Saudi Professional League 2017/2018 dan juara Piala Super Saudi 2018.

Bahkan tahun ini Bafetimbi Gomis dan kawan-kawan masih memuncaki klasemen liga musim 2018/2019, yang mana Ali yang kini berusia 37 tahun masih masih menjaga gawang dengan cekatan.

Namun sayang prestasi menterengnya di klub ternoda satu catatan kecil yang membuatnya dirindukan Oman. Ali harus menerima kenyataan pahit absen di Piala Asia 2019 usai menderita cedera. Padahal Oman tampil garang di sepanjang 2018 dan tak menderita satupun kekalahan tahun lalu termasuk meraih gelar kedua di Piala Teluk.

Oman sendiri terancam gagal lolos ke putaran selanjutnya di Piala Asia 2019. Ahmed ‘Kano’ Mubarak dan kawan-kawan telah menelan dua kekalahan di Grup F dari Uzbekistan dan Jepang. Kemenangan kontra Turkmenistan malam nanti menjadi satu-satunya harapan mereka untuk lolos sebagai satu dari empat peringkat ketiga terbaik.