Pertanyaan ini sebenarnya hampir ditanyakan oleh beberapa klub yang sampai sekarang masih belum bisa menjuarai liga (utamanya setelah berganti format) mereka masing-masing. Namun saya rasa pertanyaan ini lebih melekat erat dengan Liverpool, meski ada beberapa klub yang juga layak dieratkan dengan kata-kata sesuai judul, contohnya Arsenal. Tapi, melihat beberapa hasil ke belakang, perkembangan klub, serta lamanya mereka menjuarai liga, pertanyaan tersebut memang pas disematkan kepada klub berjuluk The Reds itu.
Ya, jika dibandingkan dengan The Gunners yang masih sempat menjuarai Liga Primer Inggris pada musim 2003/2004 sebelum akhirnya tergerus arus deras, Liverpool menjadi satu-satunya klub Big Four yang belum pernah menjadi kampiun di era terbaru Liga Inggris. Manchester United sudah tidak perlu ditanya lagi gelarnya, Chelsea bahkan belum lama ini mengangkat trofi kelima mereka, apalagi Manchester City yang kini sudah menjadi kekuatan mapan yang baru.
Setelah poros kekuatan berubah menjadi Big Six, The Reds juga masih belum bisa mendapatkan satu trofi pun. Mereka kalah dari Manchester City yang sudah punya tiga gelar Liga Primer Inggris. Kesimpulannya, Liverpool adalah tim yang sejajar dengan Tottenham Hotspur yang hanya bisa menjadi tim penekan dalam beberapa tahun belakangan.
Dua kali hampir menjadi tahun mereka
Berbeda dengan Spurs, Liverpool pernah dua kali benar-benar menjadi kandidat juara. Bukan hanya sebagai penekan tim di posisi pertama. Tahun pertama yang hampir menjadi milik mereka adalah di musim 2008/2009. Saat itu mereka masih dipimpin oleh Rafael Benitez, pelatih yang membawa mereka menjuarai Liga Champions di Istanbul.
Saat itu, mereka masih punya pemain-pemain hebat di segala sisi. Pepe Reina sebagai penjaga gawang, di lini belakang masih ada nama-nama seperti Jamie Carragher, Fabio Aurelio, dan Alvaro Arbeloa, lalu di lini tengah mereka punya pemain sekelas Javier Mascherano, Xabi Alonso, dan tentu saja kapten mereka Steven Gerrard. Di depan, ada penyerang tak kenal menyerah, Drik Kuyt, dan salah satu penyerang tertajam pada masanya, Fernando Torres.
Melihat skuat tersebut, tak ada yang terkejut apabila mereka dapat menjadi kampiun pada akhir musim. Namun nyatanya mereka harus gigit jari karena hanya bisa bertengger di posisi kedua pada klasemen terakhir. Mereka tak mampu mengejar Manchester United yang kembali merengkuh gelar juara bersama Sir Alex Ferguson.
Tahun kedua di mana mereka hampir saja memenangi Liga Primer Inggris adalah di musim 2013/2014, kali ini di bawah arahan Brendan Rodgers. Musim tersebut adalah musim di mana para penggemar mereka benar-benar yakin klub favoritnya itu juara. Wajar saja mereka berpikir demikian ketika melihat lini depan mereka yang begitu subur karena adanya Luis Suarez yang begitu tajam, Daniel Sturridge yang masih di masa kejayaannya, serta Raheem Sterling yang sedang berkembang.
Namun mereka kembali harus finis di posisi kedua, dua poin di bawah City. Kejadian Gerrad terpeleset saat menghadapi Chelsea, lalu hasil imbang dramatis ketika berhadapan dengan Crystal Palace membuat impian mereka menjadi kampiun harus terkubur lagi.
Belanja mahal untuk menutupi lubang
Menghadapi musim terbarunya, Liverpool sudah mendatangkan beberapa pemain anyar. Naby Keita yang sudah berhasil mereka dapatkan di musim sebelumnya akhirnya bergabung bersama The Reds. Untuk menambah kekuatan di lini tengah, mereka berhasil mendapatkan Fabinho dari AS Monaco dengan biaya transfer yang tidak sedikit.
Penampilan Xherdan Shaqiri di Piala Dunia 2018 sepertinya membuat Jürgen Klopp kepincut untuk meminangnya. Dengan harga yang lebih murah dari pemain lain, mantan pemain Stoke City itu pun menjadi pemain ketiga yang didatangkan oleh Liverpool di bursa transfer musim panas ini.
Lalu pemain terbaru dan paling dibutuhkan mereka saat ini, Alisson Becker, resmi bergabung bersama The Reds. Kedatangan Alisson jelas menjadi sinyal berbahaya bagi klub-klub Inggris lainnya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa Liverpool belum punya kiper yang bagus sebelum kedatangan kiper Brasil tersebut. simon Mignolet bermain angin-anginan sementara Loris Karius belum lama ini membuat dua blunder fatal di final Liga Champions 2017/2018.
Skuat mereka tentu bisa dibilang sudah komplit. Lini belakang mereka ada Alisson dan Virgil van Dijk yang mereka beli mahal di musim lalu. Di tengah ada Fabinho dan Keita, serta Jordan Henderson yang di Piala Dunia 2018 tampil cukup baik. Lalu di depan masih ada trio mematikan yang diisi oleh Sadio Mane, Roberto Firmino, dan juga pencetak gol terbanyak mereka, Mohamed Salah. Di kursi komando, ada Klopp yang kualitasnya sangat bagus.
Lalu apakah tahun ini adalah tahunnya Liverpool? Di atas kertas, mereka punya skuat inti yang mumpuni seperti yang mereka punya pada musim 2008/2009 dan 2013/2014. Arsenal dan Chelsea sedang mengalami masa transisi kepelatihan. Jose Mourinho masih meracik strategi yang pas untuk United. Spurs belum punya mental juara. Lalu ada City versi Pep Guardiola, yang meskipun tangguh di musim lalu, Liverpool membuktikan bahwa mereka bisa menangani mereka dengan baik.
Yang menjadi permasalahan sebenarnya bukan tim-tim Big Six, namun tim-tim papan tengah macam Burnley dan tim-tim papan bawah yang kerap mencuri poin berharga dari mereka. Jika Liverpool dan Klopp mampu mengatasinya, musim depan ini bisa menjadi musimnya mereka.